Yogyakarta, zekriansyah.com – Pernahkah Anda membayangkan pekarangan di sekitar rumah bukan hanya jadi halaman biasa, tapi juga lumbung pangan keluarga? Di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, gagasan ini sedang digalakkan. Pemerintah daerah bersama masyarakat aktif mengoptimalkan lahan pekarangan untuk ditanami berbagai jenis tanaman pangan dan hortikultura. Tujuannya jelas, agar setiap keluarga bisa lebih mandiri pangan, kebutuhan gizi terpenuhi, bahkan bisa menambah penghasilan. Yuk, kita intip bagaimana Bantul mewujudkan hal ini!
Ilustrasi: Pekarangan hijau subur di Bantul menjadi sumber pangan dan harapan ketahanan keluarga.
Potensi Lahan Pekarangan di Bantul: Lebih Luas dari Sawah!
Jangan salah, ternyata luas lahan pekarangan di Bantul jauh lebih besar dibanding sawah produktifnya. Data menunjukkan, lahan sawah di Bantul sekitar 14.000 hingga 15.000 hektare. Sementara itu, luas lahan pekarangan mencapai 18.000 bahkan 20.000 hektare! Sayangnya, sebagian besar lahan pekarangan ini, sekitar 50%, masih ’nganggur’ atau belum dimanfaatkan secara optimal.
Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, menyoroti potensi ini dalam sebuah rapat koordinasi sektor pertanian:
“Karena lahan pekarangan kita itu lebih luas daripada sawah, kalau sawah seluas 14 ribu hektare, sementara pekarangan itu seluas 18 ribu hektare, maka nanti kita akan membantu benih bibit tanaman hortikultura di pekarangan pekarangan tersebut.”
Meskipun lahan sawah berkurang dari tahun ke tahun, Bantul justru berhasil surplus beras hingga 55.000 ton pada akhir 2024, berkat upaya mekanisasi pertanian dan peningkatan produktivitas petani. Bayangkan jika pekarangan juga dimaksimalkan, hasilnya pasti akan jauh lebih melimpah!
Gerakan Optimalisasi Pekarangan untuk Ketahanan Pangan Keluarga
Melihat potensi besar ini, Pemerintah Kabupaten Bantul tak tinggal diam. Melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), mereka gencar mendorong gerakan optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan.
Salah satu pilar utama gerakan ini adalah Kelompok Wanita Tani (KWT). Saat ini, sudah ada 441 KWT yang tersebar di berbagai dusun di Bantul, dari target 933 dusun. Ibu-ibu di KWT dibina dan diajak untuk menanam berbagai jenis tanaman di pekarangan rumah mereka.
Pemerintah tidak hanya menghimbau, tapi juga memberikan dukungan konkret. Bantuan berupa benih bibit tanaman, sarana seperti polybag, dan media tanam akan disalurkan. Bahkan, ada pelatihan budidaya sayuran agar masyarakat makin terampil. Pendanaan program ini juga kolaborasi antara anggaran pusat dan APBD, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mewujudkan kemandirian pangan.
Tak hanya itu, di setiap Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tingkat kelurahan, akan ada demplot atau lahan percontohan. Ini berfungsi untuk kemandirian benih, sehingga nantinya kelompok tani bisa membeli benih berkualitas dengan harga lebih murah dari Gapoktan.
Apa Saja yang Bisa Ditanam di Pekarangan Rumah?
Jangan khawatir soal jenis tanaman! Pekarangan bisa jadi ’supermarket’ mini yang menyediakan berbagai kebutuhan dapur. Berikut beberapa contohnya:
- Sayuran: Bayam, kangkung, sawi, terong, cabai, tomat, timun, seledri, selada. Ini bisa langsung dikonsumsi atau dijual.
- Buah-buahan: Pepaya California, mangga, alpukat, kelengkeng (untuk tanaman jangka panjang).
- Tanaman Obat (Apotek Hidup): Sereh, jahe, kunyit. Sangat bermanfaat untuk kesehatan keluarga.
- Umbi-umbian: Sebagai lumbung hidup.
Tak hanya tanaman, pekarangan juga bisa dimanfaatkan untuk:
- Peternakan: Memelihara ternak kecil seperti kambing.
- Perikanan: Budidaya ikan, misalnya lele dalam media beton, seperti yang sudah dilakukan di Dukuh Ngunan-unan, Kalurahan Srigading, Sanden.
Bupati Halim sendiri sudah merasakan manfaatnya:
“Saya panen cabai di halaman rumah itu tidak habis-habis cukup untuk kebutuhan rumah bahkan lebih,” ujarnya, memberikan contoh langsung dari rumah dinasnya.
Manfaat Jangka Panjang: Dari Dapur hingga Destinasi Wisata
Optimalisasi lahan pekarangan ini membawa banyak manfaat, tidak hanya untuk saat ini, tapi juga untuk masa depan:
- Ketahanan Pangan dan Gizi Keluarga: Ketersediaan pangan yang beragam dan bergizi akan selalu ada di rumah, mengurangi ketergantungan pada pasar. Ini juga berkontribusi pada penurunan angka stunting.
- Peningkatan Ekonomi Keluarga: Hasil panen bisa dijual, menambah pendapatan. Mengapresiasi KWT Trirenggo, Bupati Halim mengatakan:
> “Hasil tanaman pangan maupun olahan dari hasil pertanian itu dijual melalui pasar tani sehingga tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga tapi bisa menambah penghasilan.”
Penelitian di Yogyakarta bahkan menunjukkan bahwa pekarangan bisa menyumbang pendapatan antara 7% hingga 45% bagi keluarga. - Pengurangan Pengangguran dan Kemiskinan: Aktivitas bertani di pekarangan membuka peluang kerja dan usaha baru bagi ibu-ibu rumah tangga.
- Lingkungan Asri dan Sehat: Pekarangan yang hijau dan produktif menciptakan lingkungan yang nyaman, sehat, dan asri. Limbah rumah tangga dan pertanian bahkan bisa diolah jadi media tanam atau kompos, mendukung konsep pertanian berkelanjutan.
- Potensi Wisata Edukasi: Beberapa kampung, seperti Dukuh Ngunan-unan, bahkan berhasil menjadikan pekarangan produktif mereka sebagai destinasi wisata baru. Ini membuka peluang ekonomi kreatif lainnya dan bisa menjadi “lumbung mataraman” di masa depan.
Singkatnya, gerakan optimalisasi lahan pekarangan di Bantul adalah langkah cerdas untuk mewujudkan kemandirian pangan keluarga. Dengan memanfaatkan setiap jengkal lahan kosong di sekitar rumah, kita tidak hanya mendapatkan bahan pangan segar dan bergizi, tapi juga bisa menambah penghasilan, menciptakan lingkungan yang lebih sehat, dan berkontribusi pada ketahanan pangan daerah. Jadi, yuk mulai tanam apa yang kita makan, dan makan apa yang kita tanam!