Bandung Dinobatkan Kota Termacet Se-Indonesia oleh TomTom, Pemkot Lacak Lembaga dan Siapkan Solusi

Dipublikasikan 10 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Siapa sangka, Kota Bandung yang dikenal dengan julukan “Paris van Java” dan udaranya yang sejuk, kini justru menyandang predikat yang kurang mengenakkan: kota termacet di Indonesia. Predikat ini datang dari laporan terbaru TomTom Traffic Index, sebuah lembaga pemetaan dan analisis lalu lintas global. Tentu saja, kabar ini langsung jadi sorotan dan memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk Pemerintah Kota Bandung.

Bandung Dinobatkan Kota Termacet Se-Indonesia oleh TomTom, Pemkot Lacak Lembaga dan Siapkan Solusi

Ilustrasi: Kemacetan parah melanda jalanan Bandung, memicu respons Pemkot untuk mencari solusi.

Anda mungkin bertanya-tanya, seberapa parah sih kemacetan di Bandung? Lalu, apa kata pemerintah kota dan langkah apa yang akan diambil untuk mengatasi masalah yang sudah jadi “rutinitas” ini? Mari kita bedah fakta-fakta lengkapnya agar Anda bisa memahami situasi ini dengan lebih baik.

Fakta Mengejutkan dari TomTom Traffic Index

TomTom Traffic Index, sebuah lembaga analisis lalu lintas asal Belanda, baru-baru ini merilis laporan yang menempatkan Kota Bandung di posisi teratas sebagai kota termacet di Indonesia. Tak hanya itu, secara global, Bandung bahkan masuk dalam 15 besar, tepatnya di peringkat ke-12 sebagai kota termacet di dunia.

Bagaimana TomTom mengukurnya? Mereka mencatat bahwa rata-rata waktu tempuh perjalanan sejauh 10 kilometer di Kota Bandung mencapai 32 menit 37 detik. Angka ini jauh lebih lama dibanding Jakarta yang hanya membutuhkan sekitar 25 menit 31 detik untuk jarak yang sama. Bahkan, Jakarta justru berada di peringkat ke-90 dunia dalam daftar kota termacet.

Laporan ini juga menyebutkan bahwa tingkat kemacetan di Bandung mencapai 48 persen. Yang lebih mencengangkan, warga Bandung rata-rata kehilangan 108 jam setiap tahunnya akibat terjebak macet di jam-jam sibuk. Kebayangkan berapa banyak waktu produktif atau waktu bersama keluarga yang terbuang?

Berikut perbandingan beberapa kota termacet di Indonesia berdasarkan data TomTom Traffic Index:

Peringkat Indonesia Kota Rata-rata Waktu Tempuh per 10 km Tingkat Kemacetan Waktu Hilang per Tahun (Jam Sibuk) Peringkat Dunia
1 Bandung 32 menit 37 detik 48% 108 jam 12
2 Medan 32 menit 3 detik 40% 111 jam 15
3 Palembang 27 menit 55 detik 41% 94 jam 53
4 Surabaya 26 menit 59 detik 31% 76 jam 70
5 Jakarta 25 menit 31 detik 43% 108 jam 90

Respons Wali Kota Bandung Muhammad Farhan: Kaget dan Ingin Kolaborasi

Mendengar predikat “kota termacet” ini, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mengaku terkejut dan bahkan sempat merasa malu. Ia mengakui bahwa ini bukanlah prestasi yang membanggakan bagi Kota Bandung.

“Saya sih malu ya Kota Bandung dicap sebagai Kota termacet se-Indonesia. Bukan membanggakan, jadi perbaikan utama adalah sistem transportasi,” kata Farhan.

Farhan juga mengungkapkan bahwa ia baru pertama kali mendengar nama lembaga TomTom Traffic Index. Namun, ia menyambut positif data yang disampaikan dan sangat ingin mengundang mereka ke Bandung untuk memaparkan hasil survei secara langsung.

“Sampai sekarang saya belum ketemu siapa pengelola TomTom ini. Tapi kalau ada, saya ingin undang mereka untuk presentasi data yang mereka miliki. Kalau itu bisa jadi biodata mobilitas, akan sangat berguna untuk pendataan dan pengambilan kebijakan,” tegas Farhan.

Menurutnya, data eksternal seperti ini sangat penting untuk dikaji secara seksama, apalagi jika akan dijadikan acuan dalam menyusun kebijakan publik. Farhan mengakui bahwa kemacetan memang menjadi masalah serius di Bandung dan harus ditangani dengan pendekatan berbasis data yang akurat.

Ia juga memaparkan data yang dimiliki Pemkot, di mana kemacetan paling parah terjadi di Jalan Soekarno Hatta. Jalan ini menjadi pintu masuk utama dari arah barat, selatan, dan timur Bandung, dengan kepadatan lalu lintas dari pukul 06.00-10.00 dan kembali padat dari pukul 16.00-20.00. Sementara itu, di Jalan Ir. H. Juanda (Dago), Sukajadi, dan Setiabudi, kemacetan umumnya terjadi sore hari dari pukul 16.00-20.00.

Salah satu penyebab utama kemacetan, menurut Farhan, adalah ketidakseimbangan antara jumlah penduduk dan kendaraan pribadi.

“Jumlah penduduk Kota Bandung itu 2,6 juta jiwa, jumlah kendaraan pribadi berplat nomor D Bandung itu 2,3 juta. Artinya warga tidak percaya pada transportasi publik,” jelasnya.

Langkah Konkret Pemkot Bandung Atasi Kemacetan

Farhan menyadari betul bahwa masalah kemacetan ini tidak bisa diabaikan. Ia menjanjikan perbaikan sistem transportasi yang menyeluruh selama kepemimpinannya. Beberapa langkah konkret yang sedang dan akan dilakukan Pemkot Bandung antara lain:

  1. Reformasi Sistem Transportasi Publik:

    • Angkot Pintar: Pemkot menjajaki program “angkot pintar” dengan studi kelayakan. Angkot ini rencananya akan menggunakan sistem pembayaran uang elektronik dan sopir akan dibayar berdasarkan jumlah rit atau putaran, bukan jumlah penumpang. Tujuannya agar sopir tidak lagi mengejar setoran dan bisa mematuhi jadwal keberangkatan, mirip dengan sistem JakLingko di Jakarta.
    • Integrasi Teknologi: Angkot diharapkan bisa terintegrasi dalam sistem Internet of Things (IoT) yang memungkinkan masyarakat melihat posisi, rute, dan waktu tempuh angkot secara real-time.
  2. Pembangunan Infrastruktur:

    • Bus Rapid Transit (BRT): Pemkot berkolaborasi dengan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan World Bank untuk membangun sistem BRT sebagai moda transportasi massal modern. Pembangunan ini diperkirakan akan berdampak pada lalu lintas selama dua tahun ke depan, namun ini adalah investasi jangka panjang.
    • Penyelesaian Flyover Nurtanio: Pemkot meminta pemerintah pusat untuk segera menuntaskan pembangunan jalan layang Nurtanio yang diharapkan bisa mengurai kemacetan di area tersebut.
    • Trotoar Ramah Pejalan Kaki: Pembangunan trotoar yang nyaman dan ramah untuk semua orang di beberapa ruas jalan utama seperti Jalan Sumatra, Jalan Aceh, Jalan Kalimantan, dan Jalan Belitung.
  3. Pendekatan Berbasis Data:

    • Pemkot akan melakukan analisis mendalam terhadap semua data pendukung kemacetan, termasuk mobilitas kendaraan, kantung parkir, dan pergerakan warga. Tujuannya adalah merumuskan kebijakan yang tepat sasaran.
    • Terbuka untuk berkolaborasi dengan TomTom jika lembaga tersebut kredibel, bahkan menjadikan data mereka bagian dari sistem digital dan big data kota.

Dampak Kemacetan Terhadap Ekonomi Bandung

Predikat kota termacet ini tentu saja bukan hanya masalah waktu yang terbuang, tetapi juga memiliki dampak serius pada perekonomian Kota Bandung. Mengingat Bandung sangat mengandalkan sektor pariwisata (hotel, restoran, kafe), kemacetan bisa jadi bumerang.

Seorang ekonom dari Universitas Pasundan (Unpas) menyebutkan bahwa kondisi ini berarti “banyak sekali uang yang menguap dari jutaan kendaraan yang terjebak macet”. Selain itu, banyak usaha warga yang tidak jadi dikunjungi karena orang malas menghadapi kepadatan lalu lintas.

Kemacetan juga memengaruhi iklim usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) karena aksesibilitas menjadi terhambat. Orang cenderung memilih pergi ke pusat perbelanjaan seperti mal yang lebih praktis daripada menjelajahi jalanan kota yang macet.

Ekonom tersebut juga menyoroti pentingnya infrastruktur seperti flyover untuk memecah konsentrasi lalu lintas. Sebagai contoh, waktu tempuh dari Gerbang Tol Pasteur menuju Cigadung saat jam sibuk bisa mencapai 90 menit!

Menuju Bandung yang Lebih Lancar

Predikat kota termacet memang menjadi tantangan besar bagi Kota Bandung. Namun, dengan pengakuan jujur dari pemerintah kota, keinginan untuk melacak dan berkolaborasi dengan lembaga seperti TomTom, serta berbagai rencana aksi yang berbasis data dan teknologi, ada harapan besar untuk perbaikan.

Upaya reformasi transportasi publik, pembangunan infrastruktur, dan analisis data yang komprehensif diharapkan dapat mengurangi beban kemacetan yang sudah akut. Mari kita dukung langkah-langkah ini agar Bandung bisa kembali menjadi kota yang nyaman untuk ditinggali dan dikunjungi, tanpa harus mengorbankan waktu berjam-jam di jalan.