Bandung, ‘Juara’ Kota Termacet di Indonesia: Bongkar Akar Masalah Versi MTI hingga Harapan Angkot Pintar

Dipublikasikan 13 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Siapa sih yang tak kenal Bandung? Kota Kembang ini selalu identik dengan wisata kuliner, belanja, hingga suasana yang sejuk dan ramah. Namun, belakangan ini Bandung mendapat julukan yang kurang menyenangkan: kota termacet di Indonesia. Bahkan, menurut survei TomTom Traffic Index 2024, Bandung menduduki peringkat ke-12 sebagai kota termacet di dunia! Ini jelas mengalahkan Jakarta dan Surabaya dalam hal waktu tempuh perjalanan.

Bandung, 'Juara' Kota Termacet di Indonesia: Bongkar Akar Masalah Versi MTI hingga Harapan Angkot Pintar

Berikut adalah beberapa pilihan caption yang bisa Anda gunakan, tergantung pada penekanan yang ingin Anda berikan: **Pilihan 1 (Fokus pada status “juara” dan akar masalah):** > Ilustrasi ini menggambarkan kondisi lalu lintas Bandung yang kian parah, di mana kota ini dinobatkan sebagai “juara” kemacetan di Indonesia akibat masalah transportasi publik hingga tata kota yang perlu dibenahi. **Pilihan 2 (Fokus pada solusi harapan):** > Di tengah predikat kota termacet di Indonesia, ilustrasi ini menyajikan gambaran dinamika lalu lintas Bandung sekaligus menyoroti harapan solusi melalui modernisasi angkot dan perbaikan perencanaan kota. **Pilihan 3 (Lebih ringkas dan langsung):** > Ilustrasi ini merepresentasikan Bandung sebagai kota termacet di Indonesia, menggarisbawahi urgensi penanganan masalah transportasi publik dan tata kota yang menjadi akar persoalan. Pilih salah satu yang paling sesuai dengan nuansa artikel Anda.

Lalu, apa sebenarnya yang menyebabkan kemacetan parah di Bandung? Apakah hanya karena banyaknya kendaraan pribadi atau ada masalah yang lebih dalam? Mari kita bedah bersama, terutama menyoroti peran angkot dan upaya modernisasi yang sedang digagas.

Akar Masalah Kemacetan Bandung: Sorotan MTI

Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) melalui Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayahnya, Djoko Setijowarno, membeberkan beberapa penyebab utama kemacetan di Bandung. Menurut Djoko, transportasi umum yang buruk menjadi biang keladi utama yang membuat kota ini kian tersendat.

Angkot yang “Sakit”

Djoko Setijowarno menyoroti kondisi angkutan kota (angkot) di Bandung yang dinilai sudah jauh dari kata layak. Unit angkot baru nyaris tak ada, sementara yang lama dalam kondisi memprihatinkan. Kondisi ini membuat penumpang merasa tidak nyaman dan ogah beralih dari kendaraan pribadi.

“Pengaturan lalu lintas tidak akan mengatasi macet selama publik transport di Bandung masih buruk seperti sekarang,” tegas Djoko.

Tak hanya kondisi unit, sistem kerja pengemudi angkot juga jadi sorotan. Mereka cenderung beroperasi sesuai kebutuhan, sering ngetem terlalu lama, dan kurang memperhatikan kenyamanan penumpang karena harus mengejar setoran. Djoko menyarankan agar sopir digaji tetap, diatur cara kerjanya, dan menggunakan seragam.

Pembangunan Perumahan yang Keliru

Selain masalah angkot, Djoko juga menyoroti kesalahan fatal dalam pembangunan kawasan perumahan. Ratusan perumahan dibangun tanpa mempertimbangkan akses jalan yang memadai untuk dilalui angkutan umum. Jalan-jalan sempit di dalam perumahan menyulitkan angkot untuk menjangkau seluruh kawasan, yang pada akhirnya mendorong masyarakat menggunakan kendaraan pribadi.

Sudut Pandang Lain Penyebab Kemacetan

Kemacetan di Bandung ternyata tak hanya disebabkan oleh masalah transportasi publik dan tata kota. Ada beberapa faktor lain yang turut memperparah kondisi ini.

Lampu Lalu Lintas dan Arus Kendaraan

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, sempat menyoroti sistem lampu lalu lintas atau traffic light di Bandung. Menurutnya, penempatan dan pengaturan waktu lampu lalu lintas di beberapa titik belum akurat, justru menciptakan tumpukan kendaraan dan memperparah kemacetan.

Sementara itu, Kasat Lantas Polrestabes Bandung, AKBP Wahyu Pristha Utama, menyebut kemacetan di Kota Bandung disebabkan dua faktor utama: infrastruktur dan jumlah kendaraan yang tak sebanding. Pertumbuhan kendaraan terus meningkat setiap tahun, namun pembangunan jalan tidak mengimbanginya.

Magnet Kota Bandung yang Tak Terbendung

Bandung juga dikenal sebagai pusat ekonomi, destinasi wisata, kuliner, pendidikan, dan seni di Jawa Barat. Hal ini menjadi daya tarik besar bagi warga luar kota untuk datang. AKBP Wahyu Pristha Utama menjelaskan bahwa pada pagi dan sore hari, jumlah penduduk Bandung bisa melonjak drastis, dari sekitar 4,5 juta menjadi 10 juta jiwa karena mobilitas pekerja.

Apalagi saat akhir pekan atau long weekend, volume kendaraan yang masuk ke Bandung meningkat tajam dari berbagai gerbang tol seperti Pasteur, Mohamad Toha, hingga Cileunyi. Ini menunjukkan bahwa kemacetan adalah konsekuensi dari tingginya aktivitas ekonomi dan pariwisata di Bandung yang tak bisa dihindari sepenuhnya.

Menuju Bandung Bebas Macet: Transformasi Angkot dan Solusi Lain

Menyadari predikat “kota termacet” ini, Pemerintah Kota Bandung tidak tinggal diam. Berbagai upaya sedang digagas, dengan fokus utama pada modernisasi transportasi publik.

“Angkot Pintar” Berbasis IoT: Harapan Baru?

Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, mengungkapkan rencananya untuk mengubah total sistem trayek angkot agar bisa beradaptasi seperti transportasi berbasis aplikasi (ojol). Ia mencanangkan konsep “Angkot Pintar” yang terkoneksi dengan teknologi Internet of Things (IoT).

Dengan sistem ini, masyarakat bisa memantau posisi, rute, dan waktu tempuh angkot secara real-time melalui aplikasi. Ini diharapkan membuat layanan lebih profesional, terukur, dan akuntabel. Farhan percaya, digitalisasi adalah kunci untuk mengembalikan kepercayaan warga pada transportasi publik.

“Jumlah penduduk Kota Bandung 2,6 juta, jumlah kendaraan pribadi bernomor D Bandung itu 2,3 juta. Artinya warga tidak percaya pada transportasi publik,” jelas Farhan, menunjukkan urgensi perubahan.

Tantangan dan Langkah ke Depan

Transisi menuju sistem digital ini tentu membutuhkan waktu dan adaptasi. Farhan akan mendorong perubahan regulasi trayek angkot agar lebih fleksibel dan kompetitif, bahkan bisa mengikuti pola layanan on-demand atau charter.

Selain itu, Pemkot Bandung juga berencana membangun sistem Bus Rapid Transit (BRT). Meskipun pembangunan ini diperkirakan akan menyebabkan kemacetan selama dua tahun ke depan, namun ini dianggap sebagai investasi jangka panjang untuk perbaikan transportasi kota.

Komunitas Transport for Bandung juga mengingatkan bahwa angkot sejatinya berfungsi sebagai feeder (pengumpan) ke moda transportasi publik berkapasitas lebih besar, bukan malah diubah menjadi taksi online. Mereka menekankan pentingnya Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang jelas, konsistensi, kenyamanan, tarif terjangkau, dan kebersihan.

Kesimpulan

Predikat Bandung juara kota macet di Indonesia adalah cerminan dari masalah kompleks yang melibatkan banyak aspek, mulai dari kondisi angkot yang tidak layak, tata kota yang kurang terencana, hingga pertumbuhan kendaraan pribadi yang tak terbendung dan daya tarik Bandung sebagai pusat aktivitas.

Solusi tidak bisa hanya parsial, melainkan membutuhkan sinergi dari berbagai pihak. Harapan besar kini tertumpu pada modernisasi transportasi publik, khususnya wacana “Angkot Pintar” berbasis IoT dan pembangunan BRT. Semoga langkah-langkah ini dapat mengurai benang kusut kemacetan di Kota Kembang, mengembalikan kenyamanan bagi warganya, dan membuat Bandung kembali nyaman untuk ditinggali maupun dikunjungi.

FAQ

Tanya: Mengapa Bandung disebut sebagai kota termacet di Indonesia berdasarkan TomTom Traffic Index 2024?
Jawab: Bandung menduduki peringkat ke-12 kota termacet di dunia, mengalahkan Jakarta dan Surabaya dalam waktu tempuh perjalanan.

Tanya: Apa penyebab utama kemacetan di Bandung menurut Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI)?
Jawab: MTI menyoroti transportasi umum yang buruk, khususnya kondisi angkot yang tidak layak, sebagai biang keladi utama kemacetan.

Tanya: Mengapa kondisi angkot di Bandung dianggap sebagai masalah utama kemacetan?
Jawab: Angkot yang usang dan tidak nyaman membuat masyarakat enggan beralih dari kendaraan pribadi, sehingga memperparah kemacetan.