Bamsoet Dukung Wacana Wapres Diusulkan Presiden Terpilih, Ditetapkan MPR: Demi Pemerintahan Lebih Stabil

Dipublikasikan 5 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Anggota DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) baru-baru ini menyuarakan dukungannya terhadap sebuah wacana menarik yang bisa mengubah cara pemilihan Wakil Presiden (Wapres) di Indonesia. Usulan ini datang dari Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof. Jimly Asshiddiqie, dan dinilai Bamsoet sebagai langkah penting untuk menyempurnakan demokrasi serta memperkuat stabilitas pemerintahan ke depan.

Bamsoet Dukung Wacana Wapres Diusulkan Presiden Terpilih, Ditetapkan MPR: Demi Pemerintahan Lebih Stabil

Ilustrasi: Ketua MPR Bambang Soesatyo mengamini usulan pengajuan dan penetapan Wakil Presiden oleh Presiden terpilih demi stabilitas pemerintahan.

Jika Anda penasaran bagaimana sistem pemerintahan kita bisa jadi lebih efektif dan stabil, atau ingin tahu mengapa ada ide untuk mengubah cara Wapres dipilih, artikel ini akan menjelaskan secara gamblang. Mari kita bedah lebih lanjut gagasan yang didukung Bamsoet ini, agar Anda bisa memahami potensi dampaknya bagi masa depan ketatanegaraan Indonesia.

Mengapa Wacana Perubahan Mekanisme Pemilihan Wapres Muncul?

Wacana ini mengemuka dalam acara peluncuran buku “Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945” di Jakarta, Jumat (4/7/2025). Buku ini ditulis oleh Prof. Jimly Asshiddiqie, yang juga merupakan penggagas utama ide tersebut.

Inti dari gagasan ini cukup sederhana namun revolusioner:

  • Presiden tetap dipilih secara langsung oleh rakyat, menjaga prinsip kedaulatan rakyat.
  • Wakil Presiden tidak lagi dipilih dalam satu paket dengan Presiden. Sebaliknya, Presiden terpilih akan mengajukan satu atau dua nama calon Wapres kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
  • Selanjutnya, MPR yang akan memilih dan menetapkan Wakil Presiden berdasarkan persetujuan mayoritas anggotanya.

Bamsoet menilai usulan ini patut dipertimbangkan karena dianggap sangat relevan dengan kebutuhan demokrasi yang lebih substansial dan stabilitas pemerintahan yang kuat.

Solusi Atasi Problem Demokrasi dan Bentuk Kabinet Lebih Fungsional

Menurut Bamsoet, pemisahan mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden ini bisa menjadi solusi atas beberapa masalah sistemik dalam praktik demokrasi elektoral kita. Salah satunya adalah tekanan kompromi politik yang kerap terjadi saat proses pencalonan pasangan capres-cawapres.

“Di tengah tuntutan demokratisasi yang lebih substansial dan kebutuhan akan stabilitas pemerintahan yang kuat, pemisahan mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dapat menjadi solusi atas sejumlah problem sistemik dalam praktik demokrasi elektoral kita. Salah satunya, tekanan kompromi politik dalam proses pencalonan pasangan capres-cawapres yang kerap kali menimbulkan distorsi arah kepemimpinan nasional,” ujar Bamsoet.

Beberapa poin penting mengapa wacana ini dianggap solutif:

  • Menghindari Transaksi Politik Prematur: Dengan skema ini, calon presiden tidak harus terikat lebih awal dengan calon wakil presiden dalam satu paket pasangan. Ini mengurangi keharusan untuk membentuk gabungan partai politik sebelum Pemilu yang cenderung bersifat transaksional demi memenuhi ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
  • Koalisi Terbentuk Setelah Pemilu: Model ini memungkinkan koalisi partai dibentuk setelah pemilu, dalam kerangka pembentukan kabinet yang solid. Artinya, tidak ada lagi keharusan membangun gabungan partai secara prematur yang rawan dengan transaksi kekuasaan.
  • Kabinet Lebih Efektif: Koalisi cukup dibentuk satu kali, dalam kerangka membangun pemerintahan yang kuat dan stabil. Ini mendorong terbentuknya kabinet yang lebih fungsional dan efektif, karena Presiden bisa memilih Wapres yang paling sesuai untuk mendampinginya.

Gagasan ini semakin relevan dengan ketentuan baru yang meniadakan persyaratan ambang batas 20% pencalonan presiden, yang membuka peluang calon presiden lebih dari tiga orang.

Peran Strategis MPR Kembali Menguat dan Legitimasi Wapres Bertambah

Salah satu dampak positif yang ditekankan Bamsoet adalah kembalinya posisi strategis MPR dalam sistem ketatanegaraan. Selama ini, peran MPR terkesan dipinggirkan pasca-amandemen UUD 1945.

“Keterlibatan MPR dalam menetapkan Wakil Presiden memberikan legitimasi politik tambahan, menjadikan figur Wapres sebagai tokoh yang memiliki jaringan politik luas dan mampu menjembatani berbagai kekuatan yang ada di parlemen,” kata Bamsoet.

Meskipun dipilih oleh MPR, status Wakil Presiden tidak akan mengalami penurunan kedudukan secara konstitusional. Ia tetap sebagai wakil kepala negara dan pemerintahan, dengan peran dan fungsi yang utuh dalam mendampingi presiden. Ini memperkuat posisinya sebagai figur pemersatu kekuatan parlemen, karena ia tidak hanya memiliki mandat dari Presiden, tetapi juga diterima secara politis oleh MPR.

Implikasi Perubahan Konstitusi: Pasal 6A dan Pasal 6B

Tentu saja, untuk merealisasikan skema baru ini, diperlukan langkah besar: amandemen konstitusi. Bamsoet menjelaskan bahwa sejumlah ayat dalam Pasal 6A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu diubah. Pasal ini selama ini menjadi dasar hukum pemilihan langsung pasangan Presiden-Wakil Presiden.

  • Penghapusan Istilah ‘Pasangan Calon’: Frasa “pasangan calon” dalam Pasal 6A harus dihapus.
  • Penambahan Pasal 6B: Akan ada penguatan pasal baru, yakni Pasal 6B, yang akan memberikan landasan hukum bagi Presiden terpilih untuk mengajukan calon Wakil Presiden kepada MPR.

Perubahan ini bukan hal sepele, melainkan sebuah rekayasa konstitusional yang membutuhkan komitmen politik nasional yang solid dari DPR, pemerintah, dan partai-partai politik.

Dukungan dari Berbagai Tokoh Nasional

Wacana ini tidak hanya didukung oleh Bamsoet, melainkan juga mendapat perhatian dari berbagai tokoh penting nasional yang hadir dalam acara peluncuran buku tersebut. Beberapa di antaranya adalah:

  • Wapres RI ke-6 Try Sutrisno
  • Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat
  • Ketua Dewan Ideologi DPP PA GMNI Guntur Soekarnoputra
  • Mantan Menteri Perumahan Rakyat Siswono Yudo Husodo
  • Pemikir Kebangsaan Sukidi
  • Penulis buku sekaligus Sekjen PA GMNI Abdy Yuhana
  • Pemimpin Redaksi Harian Kompas Haryo Damardono

Kehadiran tokoh-tokoh ini menunjukkan bahwa gagasan ini merupakan pemikiran serius yang patut didiskusikan secara mendalam demi masa depan sistem ketatanegaraan Indonesia.

Menuju Demokrasi yang Lebih Berdaya dan Stabil

Dukungan Bamsoet terhadap wacana pemilihan Wapres oleh MPR ini membuka diskusi penting tentang masa depan demokrasi kita. Ide ini menawarkan solusi untuk menciptakan pemerintahan yang lebih stabil, mengurangi potensi transaksi politik di awal, dan mengembalikan peran strategis MPR.

Meskipun membutuhkan amandemen konstitusi yang tidak mudah, wacana ini adalah kesempatan emas untuk memperbaiki kualitas demokrasi secara menyeluruh agar lebih berdaya, manusiawi, dan konstitusional. Mari kita terus ikuti perkembangan pembahasan ini, karena dampaknya akan sangat terasa bagi arah kepemimpinan nasional dan stabilitas politik di Indonesia.

FAQ

Tanya: Siapa yang mengusulkan perubahan mekanisme pemilihan Wakil Presiden (Wapres) di Indonesia?
Jawab: Wacana ini diusulkan oleh Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof. Jimly Asshiddiqie.

Tanya: Bagaimana mekanisme pemilihan Wapres yang diusulkan?
Jawab: Presiden terpilih akan mengajukan satu atau dua nama calon Wapres kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang kemudian akan memilih dan menetapkannya.

Tanya: Apa tujuan utama dari wacana perubahan mekanisme pemilihan Wapres ini?
Jawab: Tujuannya adalah untuk menyempurnakan demokrasi dan memperkuat stabilitas pemerintahan ke depan.

Tanya: Siapa tokoh publik yang mendukung wacana ini?
Jawab: Anggota DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan dukungannya terhadap wacana tersebut.