Bahlil Dorong Lahan Bekas Tambang Jadi Pusat Pertanian dan Perikanan, Apa Manfaatnya?

Dipublikasikan 1 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Pernahkah Anda membayangkan lahan bekas tambang yang dulunya hanya menyisakan lubang menganga, kini bisa disulap menjadi area produktif yang menghasilkan bahan pangan? Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, punya visi besar untuk mewujudkan hal ini. Ia mendorong pemanfaatan kembali lahan-lahan bekas tambang agar tidak terbengkalai, melainkan menjadi sumber ekonomi baru di sektor pertanian dan perikanan.

Bahlil Dorong Lahan Bekas Tambang Jadi Pusat Pertanian dan Perikanan, Apa Manfaatnya?

Ilustrasi: Lahan tandus bekas tambang kini bertransformasi menjadi hamparan sawah hijau dan kolam perikanan yang menjanjikan, bukti nyata dorongan Bahlil untuk ketahanan pangan dan ekonomi.

Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa inisiatif ini penting, bagaimana caranya, dan contoh-contoh nyata yang sudah mulai berjalan di berbagai daerah. Dengan membaca artikel ini, Anda akan memahami potensi besar di balik lahan yang sering dianggap “mati” ini, serta bagaimana upaya ini bisa berkontribusi pada ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat kita.

Lahan Bekas Tambang: Dari “Kutukan Alam” Menjadi Berkah Ekonomi

Menteri Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemanfaatan lahan bekas tambang adalah arahan langsung dari Presiden. Tujuannya jelas: menghindari Indonesia dari “kutukan alam”, yaitu kondisi di mana suatu daerah kaya sumber daya alam, namun setelah dieksploitasi, justru meninggalkan masalah lingkungan dan ekonomi.

“Atas arahan Bapak Presiden, jangan sampai Indonesia menjadi negara dengan kutukan alam. Setelah tambang selesai, harus ada diversifikasi hilirisasi yang jelas,” ujar Bahlil.

Diversifikasi ini berarti daerah bekas tambang tidak lagi bergantung hanya pada satu sektor (pertambangan), melainkan mengembangkan potensi lain seperti pertanian dan perikanan. Rencananya, pembangunan pusat ekonomi baru berbasis perikanan dan perkebunan ini akan dimulai pada tahun ke-8 hingga ke-9 proyek pertambangan berjalan. Dengan begitu, saat aktivitas tambang selesai, perputaran ekonomi di daerah tetap berlanjut dan masyarakat tidak kehilangan mata pencarian.

Peran Sains dan Teknologi dalam Merevitalisasi Lahan

Mengubah lahan bekas tambang yang rusak menjadi subur tentu bukan perkara mudah. Di sinilah peran ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi sangat penting. Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Prof. Iskandar, menyoroti pentingnya reklamasi lahan pasca tambang dengan pendekatan agrogeologi.

Pendekatan agrogeologi mengkaji bagaimana bahan-bahan geologi, seperti batuan dan tanah, bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas tanah. Indonesia, sebagai negara di jalur cincin api, punya potensi besar dalam memanfaatkan batuan vulkanik sebagai pembenah tanah. Abu vulkanik, misalnya, kaya akan unsur hara yang bisa menyuburkan tanah.

Selain itu, masalah lain di lahan bekas tambang adalah air asam tambang. Untuk mengatasinya, teknologi seperti enkapsulasi dan penggunaan permeable reactive barrier berbasis FABA (Fly Ash and Bottom Ash – sisa pembakaran batu bara) dapat digunakan. Bahkan, IPB telah mengembangkan “Komfaba” (kompos yang dicampur FABA) yang terbukti mampu meningkatkan kualitas tanah marginal seperti ultisol.

“Tanaman lokal tidak akan tumbuh optimal jika tanahnya tidak subur. Maka perbaikan kualitas tanah tambang adalah langkah pertama yang harus dilakukan,” jelas Iskandar.

Contoh Nyata Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang di Berbagai Daerah

Inisiatif pemanfaatan lahan bekas tambang ini sudah mulai terlihat di berbagai wilayah di Indonesia:

  • Maluku Utara dan Karawang:
    Maluku Utara, sebagai lokasi penambangan nikel, dan Karawang, sebagai lokasi pabrik baterai, menjadi fokus awal. Proyek ekosistem industri baterai listrik terintegrasi yang digagas konsorsium ANTAM-IBC-CBL ini akan menjadi pemicu. Nantinya, lahan bekas tambang nikel di Maluku Utara akan dikembangkan menjadi pusat ekonomi perikanan dan perkebunan.

  • Bangka Belitung:
    Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang kaya timah, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meluncurkan Program “Pelangi” (Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang untuk Pengembangan Perikanan). Kolam bekas tambang atau yang disebut “kolong”, dengan luas mencapai 1.712 hektar, memiliki potensi besar untuk budidaya ikan air tawar.

    Salah satu contoh konkret adalah inisiasi Berikanesia Lestari yang bekerja sama dengan GoTo Impact Foundation. Mereka merehabilitasi kolong bekas tambang timah di Desa Air Seruk, Belitung, untuk budidaya ikan nila merah. Keunggulan pemanfaatan kolong ini adalah efisiensi biaya, karena kolam sudah tersedia.

    Penting untuk dicatat, budidaya di kolong bekas tambang membutuhkan kehati-hatian karena potensi kontaminasi logam berat. Berikanesia Lestari melakukan uji laboratorium pada kualitas air untuk memastikan ikan aman dikonsumsi. Solusi teknologi seperti kincir air untuk meningkatkan oksigen, proses nitrifikasi untuk menurunkan amonia, dan bioremediasi berbasis mikroalga (Chlorella untuk fluorida, Scenedesmus untuk logam berat) diterapkan untuk menjaga kualitas air.

  • Kalimantan Timur dan IKN:
    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur juga serius mengelola lahan bekas tambang batu bara menjadi lahan pertanian produktif, perikanan, dan peternakan. Penjabat Gubernur Kaltim, Akmal Malik, menekankan perlunya kreativitas dan kerja keras dari petani dan penyuluh pertanian. Lubang bekas tambang bisa diubah menjadi kolam ikan yang memberikan manfaat ekonomi.

    Di sisi lain, Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama Otorita IKN dan Pemkab Kutai Kartanegara mengembangkan konsep ketahanan pangan dan agrowisata di lahan bekas tambang. Mereka memanfaatkan “void” (lubang galian) untuk sistem pertanian terpadu yang mencakup pertanian, perikanan, perkebunan, dan kehutanan. Bahkan, ada rencana untuk pengembangan peternakan sapi dan jagung hibrida di lahan bekas tambang.

Menuju Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Berkelanjutan

Upaya mengubah lahan bekas tambang menjadi kawasan produktif ini adalah langkah strategis yang memberikan banyak manfaat:

  • Ketahanan Pangan: Membuka lahan baru untuk produksi pangan di tengah kebutuhan yang terus meningkat.
  • Ekonomi Lokal: Menciptakan sumber pendapatan baru dan lapangan kerja bagi masyarakat di sekitar area tambang.
  • Lingkungan Hidup: Merehabilitasi lahan yang sebelumnya rusak dan terbengkalai, mengembalikan fungsi ekologisnya.
  • Pemberdayaan Masyarakat: Melibatkan komunitas lokal dan memberikan edukasi untuk pengelolaan yang berkelanjutan.
  • Mengurangi Stunting: Seperti di Belitung, hasil budidaya ikan juga digunakan untuk mendukung program penurunan angka stunting.

Inisiatif ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa kekayaan alam Indonesia tidak hanya memberikan keuntungan sesaat, tetapi juga membawa keberlanjutan ekonomi dan kesejahteraan jangka panjang bagi masyarakat. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, swasta, dan masyarakat menjadi kunci utama untuk mewujudkan visi besar ini.

Pada akhirnya, lahan bekas tambang bukan lagi sekadar warisan kerusakan, melainkan kanvas potensi yang siap diukir menjadi masa depan yang lebih hijau, produktif, dan sejahtera.