Ayah Juliana Marins Ungkap Pilu, Tuding Pemandu Tinggalkan Putrinya di Rinjani Demi Rokok

Dipublikasikan 3 Juli 2025 oleh admin
Kriminal

Yogyakarta, zekriansyah.com – Kabar duka meninggalnya Juliana Marins, pendaki asal Brasil di Gunung Rinjani, Lombok, masih menyisakan kesedihan mendalam. Terlebih, keluarga Juliana kini angkat bicara dengan tudingan serius. Ayah Juliana, Manoel Marins, secara terbuka menyalahkan pemandu yang mendampingi putrinya, bahkan menudingnya meninggalkan Juliana sendirian hanya untuk merokok.

Ayah Juliana Marins Ungkap Pilu, Tuding Pemandu Tinggalkan Putrinya di Rinjani Demi Rokok

Ilustrasi: Keluarga berduka menuding pemandu meninggalkan Juliana Marins di Rinjani demi sebatang rokok, berujung tragedi.

Artikel ini akan mengupas tuntas kronologi kejadian tragis tersebut, tudingan pilu dari keluarga, hingga bantahan dari pihak-pihak terkait. Dengan membaca artikel ini, Anda akan memahami lebih dalam polemik yang menyertai kasus ini dan mengapa keselamatan pendakian menjadi sorotan utama.

Tragedi Rinjani yang Merenggut Nyawa Juliana Marins

Juliana Marins (26), seorang turis asal Brasil yang sedang melakukan perjalanan keliling Asia, harus mengakhiri petualangannya secara tragis di Gunung Rinjani, Lombok. Ia dilaporkan terjatuh dari tebing setinggi 600 meter pada Sabtu, 21 Juni 2025, saat mendaki menuju puncak dari jalur Sembalun. Tubuhnya baru ditemukan empat hari kemudian oleh tim SAR Indonesia dalam kondisi tak bernyawa.

Insiden ini sontak menyita perhatian publik, terutama setelah keluarga Juliana di Brasil mengungkapkan rasa duka dan kekecewaan mereka. Juliana, yang dikenal sebagai profesional di bidang hubungan masyarakat dan penari tiang, memiliki banyak pengikut di media sosial, membuat kasusnya menjadi sorotan internasional.

Tudingan Pilu dari Ayah Juliana: Ditinggal Pemandu untuk Merokok

Manoel Marins, ayah Juliana, tak bisa menahan kesedihan dan kemarahannya. Dalam wawancara eksklusif dengan program televisi Brasil, Fantástico, ia menuding pemandu pendakian, Ali Musthofa, sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kematian putrinya.

“Juliana bilang kepada pemandunya bahwa dia kelelahan, lalu si pemandu menyuruhnya duduk dan beristirahat. Kemudian, dia pamit merokok selama 5 sampai 10 menit. Untuk merokok! Ketika kembali, Juliana sudah tidak terlihat lagi,” ujar Manoel dengan suara bergetar.

Manoel menyebut insiden itu terjadi sekitar pukul 04.00 pagi. Namun, yang lebih mengejutkan, pemandu baru kembali melihat keberadaan Juliana pada pukul 06.08, bahkan saat itu hanya merekam video dan mengirimkannya kepada atasannya, bukan langsung meminta pertolongan.

Keluarga Marins menilai tindakan pemandu meninggalkan Juliana seorang diri dalam kondisi lelah dan tidak stabil selama 40-50 menit adalah kelalaian fatal. Ibunda Juliana, Estela Marins, pun mengungkapkan rasa sakit hatinya.

“Ini menyakitkan sekali. Orang-orang ini telah membunuh anak saya,” ungkap Estela dalam wawancara yang sama.

Kritik Terhadap Respons Penyelamatan dan Pengelola Taman Nasional

Selain menyalahkan pemandu, Manoel Marins juga menyoroti lambatnya respons dari pihak pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) dan tim penyelamat. Menurutnya, tim pertolongan pertama baru dihubungi sekitar pukul 08.30 pagi dan baru tiba di lokasi sekitar pukul 14.00 siang.

Berikut poin-poin kritik Manoel Marins:

  • Keterlambatan Kontak Basarnas: Manoel menganggap koordinator taman nasional terlambat menghubungi Badan SAR Nasional (Basarnas).
  • Peralatan Minim: Tim pertama yang datang hanya membawa seutas tali, bahkan pemandu mencoba turun tanpa alat pengaman yang memadai.
  • Perusahaan Wisata: Manoel juga mengecam perusahaan wisata yang menjual paket pendakian Rinjani seolah-olah mudah dilakukan, padahal medannya berbahaya.

Jenazah Juliana sendiri baru berhasil dievakuasi dua hari setelah kejadian, pada Rabu pagi (25/6/2025). Hasil autopsi awal di Indonesia menyatakan Juliana meninggal karena pendarahan internal akibat cedera dada, diperkirakan 12 hingga 24 jam setelah terjatuh. Namun, keluarga meragukan hasil ini, terutama setelah melihat rekaman drone yang menunjukkan Juliana masih bergerak setelah jatuh.

Bantahan dari Pemandu dan Pihak Berwenang

Menanggapi tudingan tersebut, Ali Musthofa, pemandu lokal yang mendampingi Juliana, memberikan klarifikasi. Ia membantah keras bahwa dirinya lalai atau meninggalkan Juliana terlalu lama.

“Saya hanya menjauh selama 3 menit, dan saya terus melihat ke belakang. Saat saya kembali, Juliana sudah tidak ada,” ujar Musthofa dalam wawancara dengan media Brasil O Globo. Ia menambahkan bahwa dirinya melihat cahaya senter di bawah tebing dan mendengar suara minta tolong.

Pihak Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) juga membantah tudingan lambatnya proses evakuasi. Kepala Balai TNGR, Yarman Wasur, mengatakan bahwa sekitar 50 orang penyelamat telah dikerahkan sejak Selasa. Namun, ia mengakui bahwa topografi medan yang ekstrem, cuaca buruk, suhu dingin ekstrem, serta adanya hujan dan longsoran batu menjadi hambatan besar dalam proses penyelamatan. Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Basarnas.

Tuntutan Keadilan dan Autopsi Ulang

Keluarga Juliana Marins menolak menutup kasus ini sebelum ada kejelasan dan pertanggungjawaban. Jenazah Juliana telah dipulangkan ke Brasil pada 1 Juli 2025, dan atas permintaan keluarga, autopsi ulang akan dilakukan di Rio de Janeiro. Mereka berharap autopsi kedua ini dapat mengungkap penyebab pasti kematian dan menegakkan keadilan.

Pihak Kepolisian Resor Lombok Timur saat ini masih terus melakukan penyelidikan. Sejumlah pihak, termasuk pemandu, petugas TNGR, porter, hingga polisi kehutanan, telah dimintai keterangan. Kasus ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak, baik wisatawan maupun penyedia jasa wisata, mengenai pentingnya persiapan matang dan standar keselamatan yang ketat dalam setiap kegiatan petualangan.

Kesimpulan

Tragedi yang menimpa Juliana Marins di Gunung Rinjani menjadi cerminan pahit akan risiko pendakian gunung, sekaligus memunculkan pertanyaan serius mengenai standar operasional dan respons darurat. Tuduhan pilu dari keluarga Juliana yang merasa ditinggalkan oleh pemandu dan lambatnya penanganan dari pihak berwenang, meski dibantah, tetap menyisakan luka mendalam. Semoga penyelidikan yang sedang berjalan dapat mengungkap kebenaran dan membawa keadilan bagi Juliana serta keluarganya. Lebih dari itu, kasus ini diharapkan menjadi pelajaran berharga untuk meningkatkan keselamatan dan profesionalisme dalam industri pariwisata petualangan di Indonesia.

FAQ

Tanya: Siapa Juliana Marins dan bagaimana ia meninggal di Gunung Rinjani?
Jawab: Juliana Marins adalah pendaki berusia 26 tahun asal Brasil yang meninggal dunia setelah terjatuh dari tebing setinggi 600 meter di Gunung Rinjani pada 21 Juni 2025.

Tanya: Apa tudingan utama ayah Juliana Marins terhadap pemandu pendakian?
Jawab: Ayah Juliana, Manoel Marins, menuding pemandu pendakian meninggalkan putrinya sendirian di gunung dengan alasan untuk merokok.

Tanya: Kapan dan di mana tubuh Juliana Marins ditemukan?
Jawab: Tubuh Juliana Marins ditemukan oleh tim SAR Indonesia empat hari setelah ia dilaporkan terjatuh, di Gunung Rinjani, Lombok.