Bayangkan, Anda terjatuh di medan pegunungan yang ekstrem, terluka parah, dan harus menunggu bantuan. Inilah kisah tragis Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang meninggal dunia di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Juni 2025 lalu. Kasusnya kembali menjadi sorotan setelah autopsi kedua di Brasil mengungkap fakta yang sangat mengejutkan: Juliana diperkirakan masih hidup 32 jam usai terjatuh pertama kali.
Ilustrasi untuk artikel tentang Autopsi Brasil Ungkap Fakta Baru: Juliana Marins Masih Hidup **32 Jam Usai** Jatuh di Rinjani, Mengapa Berbeda dengan Indonesia?
Hasil ini tentu saja menimbulkan banyak pertanyaan, terutama karena berbeda dengan kesimpulan autopsi awal yang dilakukan di Indonesia. Apa sebenarnya yang terjadi? Mari kita selami lebih dalam temuan-temuan forensik terbaru dan mengapa kasus ini begitu memilukan.
Fakta Mengejutkan dari Autopsi di Brasil
Pakar dari Polisi Sipil Brasil, Reginaldo Franklin, baru-baru ini membuka suara mengenai hasil autopsi ulang terhadap jenazah Juliana Marins. Autopsi ini dilakukan setelah pihak keluarga merasa ada kejanggalan dan menduga adanya kelalaian dalam proses penyelamatan di Indonesia.
Larva Ungkap Rahasia Waktu Kematian?
Salah satu metode yang digunakan Reginaldo Franklin untuk memperkirakan waktu kematian Juliana adalah dengan menganalisis larva yang ditemukan di kulit kepalanya. Menurut Franklin, kehadiran dan perkembangan larva ini menjadi petunjuk penting.
- Perkiraan Waktu Kematian: Berdasarkan analisis tersebut, Franklin menyimpulkan bahwa Juliana Marins meninggal dunia pada 22 Juni siang (waktu Indonesia), sekitar pukul 12.00 siang.
- Durasi Bertahan Hidup: Ini berarti Juliana masih hidup selama kurang lebih 32 jam sejak ia terjatuh pertama kali pada 21 Juni.
“Kematian yang Menyakitkan dan Menyiksa”
Tak hanya Franklin, ahli forensik swasta Nelson Massini yang juga mendampingi penyelidikan, memberikan gambaran yang lebih detail tentang penderitaan yang dialami Juliana.
Massini mencatat bahwa Juliana mungkin menderita cedera paha saat jatuh pertama kali. Kejatuhan awal ini diperkirakan terjadi saat ia tergelincir 60 meter dari jalan setapak dan terus jatuh hingga 220 meter ke bawah. Tragisnya, Juliana kemudian terpeleset lagi sedalam 60 meter.
“Ia sempat bertahan hidup 15 menit dalam kesakitan sebelum akhirnya wafat,” ungkap Massini. Setelah itu, ia terus jatuh hingga titik terakhir jasadnya ditemukan, yakni 650 meter di bawah. Massini dengan getir menggambarkan, “Itu adalah kematian yang menyakitkan, berdarah, dan menyiksa.”
Perbedaan Hasil Autopsi: Brasil Vs. Indonesia
Perkiraan waktu bertahan hidup 32 jam usai jatuh pertama dari autopsi Brasil ini sangat kontras dengan hasil autopsi yang dilakukan di Indonesia sebelumnya.
Dokter Spesialis Forensik Rumah Sakit Bali Mandara, Ida Bagus Putu Alit, pada 27 Juni 2025, menyatakan bahwa hasil autopsi menunjukkan Juliana meninggal dunia sekitar 20 menit setelah jatuh. Alit menyebut Juliana meninggal karena benturan keras, bukan hipotermia, dengan luka paling parah di bagian dada.
Beberapa laporan dari media Brasil juga menyebutkan bahwa ahli forensik di sana memperkirakan korban masih hidup dan bertahan selama sekitar 10 hingga 15 menit setelah benturan keras, sebuah rentang waktu yang tidak memungkinkan adanya pergerakan atau respons efektif dari korban. Perbedaan ini terletak pada titik acuan: 32 jam adalah dari jatuh pertama, sedangkan 10-20 menit adalah setelah benturan fatal terakhir.
Mengapa Autopsi Ulang Dilakukan? Kecurigaan Keluarga
Jenazah Juliana diautopsi ulang di Brasil atas permintaan keluarganya. Mereka curiga ada kelalaian otoritas Indonesia dalam penyelamatan Juliana, bahkan menganggap Juliana telah ditelantarkan setelah jatuh. Keluarga merasa informasi yang diterima tidak transparan dan tidak memuaskan.
Kronologi Singkat Insiden Tragis di Rinjani
Untuk memahami konteks kecurigaan keluarga, mari kita ingat kembali kronologi insiden yang menimpa Juliana:
- 21 Juni 2025: Juliana terjatuh dari tebing Gunung Rinjani saat melakukan pendakian. Saksi mata sempat melihatnya masih hidup setelah terjatuh. Ia tergelincir 60 meter, lalu jatuh lagi 220 meter, dan terpeleset lagi 60 meter.
- Penantian Bantuan: Meskipun masih hidup, bantuan baru datang nyaris 90 jam kemudian. Ini adalah salah satu poin utama yang menjadi kekhawatiran keluarga.
- 25 Juni 2025: Jenazah Juliana baru bisa dievakuasi dari kedalaman sekitar 600-650 meter di bawah lokasi jatuh. Tim penyelamat Indonesia menyebut kendala cuaca ekstrem dan medan yang sulit memperlambat upaya evakuasi.
Kesimpulan
Hasil autopsi Brasil ini memberikan perspektif baru yang memilukan terhadap tragedi yang menimpa Juliana Marins. Dengan perkiraan ia masih hidup 32 jam usai jatuh pertama dan mengalami kematian yang menyakitkan, kasus ini semakin kompleks dan menambah duka bagi keluarga.
Perbedaan hasil autopsi antara Indonesia dan Brasil menyoroti tantangan dalam penyelidikan forensik dan harapan keluarga untuk mendapatkan kejelasan penuh. Kisah Juliana Marins menjadi pengingat betapa berharganya setiap detik dalam upaya penyelamatan dan betapa pentingnya transparansi untuk memberikan ketenangan bagi keluarga korban. Semoga kasus ini bisa segera menemukan titik terang dan keadilan bagi Juliana serta keluarganya.