“Aura Farming” Bikin Tradisi Pacu Jalur Riau Mendunia, Bocah Rayyan Arkan Dikha Jadi Sorotan

Dipublikasikan 10 Juli 2025 oleh admin
Hiburan dan Lifestyle

Yogyakarta, zekriansyah.com – Belakangan ini, jagat media sosial, baik di dalam maupun luar negeri, ramai membicarakan sebuah fenomena unik yang dijuluki “Aura Farming”. Tren ini melekat pada aksi seorang bocah penari cilik dari tradisi Pacu Jalur di Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Siapa sangka, berkat aksi sederhana namun penuh karisma ini, tradisi balap perahu yang sudah ada sejak abad ke-17 itu kini makin dikenal dunia.

Ilustrasi: Rayyan Arkan Dikha memukau dengan tarian di tengah riuhnya Pacu Jalur Riau yang mendunia berkat Aura Farming.

Artikel ini akan mengupas tuntas bagaimana “Aura Farming” sukses melambungkan nama Pacu Jalur, siapa sosok di baliknya, dan apa dampak positifnya bagi pariwisata serta budaya Riau. Mari kita selami lebih dalam cerita menarik ini!

Baca juga: Viral! Gibran Ikut Tren ‘Aura Farming’ Pacu Jalur, Ini Makna dan Sosok di Baliknya

Siapa Rayyan Arkan Dikha, Sosok di Balik Fenomena “Aura Farming”?

Sorotan utama fenomena “Aura Farming” ini tak lain adalah Rayyan Arkan Dikha, seorang bocah berusia 11 tahun asal Kuantan Singingi, Riau. Dikha, panggilan akrabnya, menjadi viral berkat aksinya menari lincah dan penuh percaya diri di ujung perahu (jalur) saat perlombaan Pacu Jalur. Mengenakan kacamata hitam dan busana adat Melayu, gerakan energiknya memukau banyak warganet.

Uniknya, Dikha mengaku mempelajari gerakan tari tersebut secara otodidak, hanya meniru dari video dan mengembangkannya sendiri. Berkat viralnya aksi ini, Dikha kini banyak mendapat penghargaan, salah satunya gelar Duta Pariwisata Riau dan beasiswa pendidikan. Ia juga sempat mengungkapkan cita-citanya ingin menjadi aparat penegak hukum.

“Senang (menjadi viral),” kata Dikha saat ditemui detikcom di Gedung Trans TV, Jakarta Selatan.

Bagaimana “Aura Farming” Melambungkan Pacu Jalur ke Kancah Internasional?

Istilah “Aura Farming” sendiri merujuk pada tindakan seseorang yang dinilai keren atau mampu membangun “aura momen” sehingga terlihat bak tokoh utama, tanpa usaha yang berlebihan. Fenomena ini pertama kali dikenal luas di media sosial sejak akhir 2024, terutama di TikTok dan Instagram Reels.

Video Dikha dengan cepat menyebar dan menjadi “global challenge”. Tak main-main, klub-klub sepak bola kelas dunia seperti Paris Saint-Germain (PSG) dan AC Milan sampai membuat parodinya, melibatkan bintang-bintang top seperti Neymar dan Bradley Barcola. Atlet NFL Travis Kelce dan pembalap F1 Fernando Alonso juga disebut ikut meramaikan tren ini.

Di Indonesia, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan artis Luna Maya turut membuat konten yang meniru gerakan “Aura Farming” ala Pacu Jalur, semakin meningkatkan gaung tradisi ini.

Fenomena ini membuktikan bahwa:

  • Perubahan Pola Komunikasi Sosial: Media sosial mampu memperluas jangkauan budaya tradisional dari lingkup lokal ke global.
  • Identitas Lokal dan Kebanggaan: Viralitas ini memicu kebanggaan lokal dan menjadi momentum pelestarian budaya.
  • Ekspansi dan Komodifikasi Budaya: Pacu Jalur menjadi “barang dagangan” yang menarik perhatian dunia, bukan hanya sekadar tradisi.

Mengenal Lebih Dekat Tradisi Pacu Jalur: Sejarah dan Keunikannya

Pacu Jalur adalah pesta rakyat kebanggaan masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Sejarahnya berawal pada abad ke-17. Pada mulanya, “jalur” (perahu) merupakan alat transportasi utama warga desa di sepanjang Sungai Kuantan, digunakan untuk mengangkut hasil bumi seperti pisang dan tebu, serta sekitar 40-60 orang.

Seiring waktu, jalur-jalur ini diukir indah dengan motif kepala hewan seperti ular, buaya, atau harimau, menandai perkembangan fungsinya menjadi identitas sosial. Lomba adu kecepatan antar jalur kemudian muncul, awalnya untuk memperingati hari besar Islam, kini menjadi agenda rutin peringatan Hari Kemerdekaan RI di bulan Agustus.

Keunikan Pacu Jalur terletak pada:

  • Perahu (Jalur): Terbuat dari batang kayu utuh tanpa sambungan, panjangnya bisa mencapai 25-40 meter.
  • Tim Pendayung: Diisi 40-60 orang, terdiri dari:
    • Tukang Concang: Pemberi aba-aba.
    • Tukang Pinggang: Juru mudi.
    • Tukang Onjai: Pengatur irama.
    • Anak Coki (Tukang Tari): Bocah penari di ujung perahu yang memberikan semangat dan isyarat kemenangan.
  • Unsur Spiritual: Adanya pawang jalur (dukun perahu) yang menjalankan ritual sejak pemilihan kayu hingga hari perlombaan.
  • Pesta Rakyat: Setiap Agustus, Festival Pacu Jalur di Tepian Narosa, Taluk Kuantan, menjadi magnet wisatawan lokal dan mancanegara.

Pacu Jalur telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia sejak tahun 2014.

Dampak Positif “Aura Farming” bagi Pariwisata dan Budaya Riau

Viralnya “Aura Farming” telah memberikan dampak signifikan terhadap promosi pariwisata tradisional Pacu Jalur. Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rakhmat, mengungkapkan bahwa Pacu Jalur kini tidak hanya dikenal di tingkat nasional, tetapi juga mulai menarik perhatian internasional.

“Dampaknya terhadap promosi pariwisata lokal Pacu Jalur sangat signifikan. Dulu hanya dikenal di tingkat nasional, sekarang sudah internasional,” kata Roni.

Statistik menunjukkan lonjakan pengunjung media sosial pariwisata Riau setelah viralnya “Aura Farming”, dengan sebagian besar adalah non-pengikut yang menunjukkan tingginya keingintahuan masyarakat.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon juga melihat momen viral ini sebagai peluang emas untuk internasionalisasi tradisi Pacu Jalur. Pihaknya berencana mengundang pemain internasional dan mengusulkan tradisi ini ke UNESCO agar diakui sebagai warisan budaya takbenda dunia.

Peningkatan popularitas ini diprediksi akan membuat Festival Pacu Jalur tingkat nasional yang akan dilagakan pada 20-24 Agustus 2025 di Tepian Narosa, Kuansing, semakin ramai dan menggerakkan roda ekonomi daerah.

Kesimpulan

Fenomena “Aura Farming” yang dipopulerkan oleh aksi Rayyan Arkan Dikha di Pacu Jalur adalah bukti nyata bagaimana kearifan lokal dapat bersinar di panggung global berkat kekuatan media sosial. Tradisi Pacu Jalur, yang kaya akan sejarah dan keunikan, kini mendapatkan perhatian yang luar biasa, membawa dampak positif bagi pariwisata dan kebanggaan budaya Riau.

Untuk informasi lebih mendalam, Anda bisa merujuk ke artikel berikut: Heboh! Gubernur Riau dan Rayyan Arkan Dikha ‘Aura Farming’ Bareng, Budaya Riau Mendunia.

Momen ini menjadi pengingat penting bagi kita semua: setiap individu, dengan cara yang paling sederhana sekalipun, memiliki potensi besar untuk menjadi agen promosi budaya. Mari kita terus mendukung dan melestarikan warisan budaya Indonesia agar semakin dikenal dan dicintai dunia!

FAQ

Tanya: Apa yang dimaksud dengan “Aura Farming” dalam konteks Pacu Jalur?
Jawab: “Aura Farming” adalah istilah yang merujuk pada aksi karismatik bocah penari cilik, Rayyan Arkan Dikha, yang memukau penonton saat Pacu Jalur. Aksi inilah yang membuat tradisi Pacu Jalur semakin dikenal luas.

Tanya: Siapa Rayyan Arkan Dikha dan mengapa ia menjadi sorotan?
Jawab: Rayyan Arkan Dikha adalah bocah berusia 11 tahun asal Kuantan Singingi yang menjadi viral karena menari lincah dan penuh percaya diri di ujung perahu saat Pacu Jalur. Kepercayaan dirinya saat menari inilah yang menarik perhatian warganet.

Tanya: Apa dampak positif dari fenomena “Aura Farming” yang melibatkan Rayyan Arkan Dikha?
Jawab: Fenomena ini telah meningkatkan popularitas tradisi Pacu Jalur di kancah internasional dan memberikan dampak positif bagi pariwisata serta budaya Riau. Dikha sendiri mendapatkan penghargaan dan beasiswa berkat aksinya.