Anak Pembunuh Ayah dan Nenek di Jaksel Divonis 2 Tahun Pembinaan, Akan Jalani Terapi Kejiwaan

Dipublikasikan 30 Juni 2025 oleh admin
Kriminal

Yogyakarta, zekriansyah.com – Kabar terbaru datang dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait kasus tragis yang melibatkan seorang anak berhadapan dengan hukum (ABH) berinisial MAS (14). Remaja yang menjadi sorotan publik karena membunuh ayah dan neneknya ini akhirnya divonis dengan pidana pembinaan di panti rehabilitasi sosial selama dua tahun.

Anak Pembunuh Ayah dan Nenek di Jaksel Divonis 2 Tahun Pembinaan, Akan Jalani Terapi Kejiwaan

Ilustrasi: Putusan pengadilan memvonis pelaku pembunuhan ayah dan nenek di Jaksel dengan pembinaan dua tahun, termasuk terapi kejiwaan.

Vonis ini bukan sekadar hukuman, melainkan sebuah jalan bagi MAS untuk mendapatkan pembinaan dan terapi yang sangat dibutuhkan. Artikel ini akan mengupas tuntas putusan pengadilan, kronologi kejadian, serta alasan di balik vonis pembinaan yang dijatuhkan, sehingga Anda bisa memahami lebih dalam kompleksitas kasus ini dari sudut pandang hukum dan kemanusiaan.

Vonis Pembinaan di Sentra Handayani

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 30 Juni 2025, menjatuhkan putusan terhadap MAS. Remaja 14 tahun ini divonis menjalani pidana pembinaan di lembaga, yaitu di Sentra Handayani, selama dua tahun.

“Bahwa terhadap anak dijatuhi pidana pembinaan dalam lembaga dengan menempatkan anak pada Sentra Handayani selama dua tahun,” kata Pejabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rio Barten Pasaribu.

Masa pembinaan ini akan dikurangi dengan waktu penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh MAS. Lebih lanjut, selama berada di Sentra Handayani, MAS wajib mendapatkan terapi kejiwaan dari psikiater atau dokter kejiwaan. Hasil terapi ini harus dilaporkan secara berkala kepada jaksa penuntut umum (JPU) setiap enam bulan sekali. Beberapa barang bukti terkait kasus ini juga ditetapkan untuk dirampas dan dimusnahkan.

Sidang putusan dengan nomor perkara 8/Pid.Sus-Anak/2025/PN JKT.SEL ini digelar secara tertutup di Ruang Sidang 7 PN Jakarta Selatan dan dipimpin oleh Hakim Ketua Lusiana Amping.

Peristiwa Tragis di Lebak Bulus

Kasus pembunuhan yang melibatkan MAS terjadi pada Sabtu dini hari, 30 November 2024, sekitar pukul 01.00 WIB. Lokasinya berada di Perumahan Bona Indah, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan.

Dalam insiden berdarah itu, MAS membunuh ayahnya, APW (40), dan neneknya, RM (69). Ia juga melukai ibunya, AP (40), yang beruntung bisa selamat setelah melompat dari pagar rumah demi menghindari kejaran anaknya. Ibu AP kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati untuk mendapatkan perawatan.

Setelah melakukan aksinya, MAS sempat meninggalkan rumah dengan berjalan cepat dan membuang pisau yang digunakannya di tengah jalan. Ia kemudian ditangkap oleh petugas keamanan kompleks. Dari pemeriksaan awal, MAS mengaku mendapatkan “bisikan-bisikan yang meresahkan” sebelum melakukan perbuatan tragis tersebut.

Kondisi Mental MAS Jadi Pertimbangan Utama

Salah satu aspek penting yang menjadi sorotan dalam kasus ini adalah kondisi mental MAS. Selama persidangan, terungkap bahwa MAS memiliki disabilitas mental yang bisa muncul pada waktu-waktu tertentu.

Tim kuasa hukum MAS, Maruf Bajammal, mengungkapkan bahwa keterangan ahli-ahli dan bukti-bukti di persidangan menunjukkan MAS mengalami permasalahan mental. Hal ini seharusnya menjadi dasar penting untuk menerapkan pendekatan rehabilitatif.

“Dari agenda pembuktian persidangan MAS, menurut pendapat para ahli MAS direkomendasikan untuk diberikan pengobatan dan dukungan untuk pemulihannya,” ujar Maruf.

Pentingnya penanganan kondisi kejiwaan MAS juga ditekankan agar ia tidak berisiko mengalami kekambuhan perilaku kekerasan impulsif atau penurunan adaptasi sosial di masa depan. Meskipun terlibat dalam tindak pidana serius, MAS diketahui sebagai siswa kelas X SMA yang tidak memiliki catatan kenakalan, bahkan cenderung penurut, sopan, dan pintar di sekolah. Hasil tes urine MAS juga dinyatakan negatif narkoba.

Respons Kuasa Hukum dan Potensi Banding

Meskipun putusan telah dijatuhkan, pihak kuasa hukum MAS, Maruf Bajammal, menyatakan pihaknya menghormati vonis tersebut, namun memiliki pandangan yang berbeda.

“Artinya apa? Artinya harusnya putusannya melepaskan MAS dari segala tuntutan hukum yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU),” kata Maruf.

Maruf menilai hakim PN Jakarta Selatan tidak mempertimbangkan secara penuh keterangan ahli dan bukti terkait kondisi disabilitas mental MAS. Menurutnya, berdasarkan Pasal 44 Undang-Undang Hukum Pidana, MAS seharusnya tidak dapat bertanggung jawab penuh atas perbuatannya.

Oleh karena itu, pihak kuasa hukum mempertimbangkan untuk mengajukan banding. Keputusan banding ini akan didiskusikan terlebih dahulu dengan MAS dan keluarganya, termasuk dengan ibunda MAS yang juga merupakan korban namun telah memaafkan anaknya.

Kasus ini menjadi pengingat bagi kita akan pentingnya penanganan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum, terutama jika ada indikasi masalah kesehatan mental.


Kasus MAS menjadi pelajaran berharga tentang kompleksitas penanganan hukum terhadap anak, khususnya yang memiliki kondisi disabilitas mental. Vonis pembinaan dua tahun di Sentra Handayani, disertai kewajiban terapi kejiwaan, mencerminkan pendekatan humanis yang mengutamakan rehabilitasi daripada sekadar penghukuman.

Semoga dengan pembinaan dan terapi yang intensif, MAS dapat pulih dan kembali beradaptasi dengan masyarakat. Kasus ini juga menegaskan pentingnya peran keluarga, ahli kejiwaan, dan sistem hukum dalam membimbing anak-anak yang tersandung masalah demi masa depan yang lebih baik.