Aliansi Jogja Memanggil Gelar Aksi #BersamaRakyat: Suara Mahasiswa dan Warga untuk Kebijakan yang Lebih Berpihak

Dipublikasikan 5 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Yogyakarta, kota pelajar yang selalu menjadi barometer dinamika sosial dan politik, kembali bergemuruh. Berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Jogja Memanggil menggelar aksi turun ke jalan bertajuk #BersamaRakyat. Aksi ini menjadi wadah bagi mahasiswa, aktivis, dan warga sipil untuk menyuarakan keresahan serta tuntutan terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai belum berpihak pada rakyat.

Aliansi Jogja Memanggil Gelar Aksi #BersamaRakyat: Suara Mahasiswa dan Warga untuk Kebijakan yang Lebih Berpihak

Ilustrasi: Mahasiswa dan warga Yogyakarta bersatu dalam aksi #BersamaRakyat menuntut kebijakan yang lebih berpihak pada masyarakat.

Artikel ini akan mengupas tuntas siapa Aliansi Jogja Memanggil, bagaimana aksi #BersamaRakyat ini berlangsung, apa saja tuntutan utama yang mereka sampaikan, serta melihatnya dalam konteks gelombang protes yang lebih luas di Indonesia. Dengan memahami isi artikel ini, Anda akan lebih mengerti mengapa masyarakat turun ke jalan dan apa harapan mereka untuk masa depan bangsa.

Siapa Aliansi Jogja Memanggil dan Apa Itu #BersamaRakyat?

Aliansi Jogja Memanggil (AJM) adalah gabungan dari berbagai organisasi mahasiswa dari universitas-universitas di Yogyakarta, seperti UPN “Veteran” Yogyakarta, UGM, UIN Sunan Kalijaga, UNY, UMY, UII, dan UAD. Tak hanya mahasiswa, aliansi ini juga diperkuat oleh berbagai kelompok aktivis, masyarakat sipil, hingga akademisi dan pedagang kaki lima. Mereka bersatu dengan satu tujuan: menjadi suara bagi rakyat yang merasakan dampak kebijakan pemerintah.

Aksi yang mereka gelar seringkali mengusung tema #BersamaRakyat, yang menekankan solidaritas dan persatuan seluruh elemen masyarakat dalam menyampaikan aspirasi. Tagar ini bukan sekadar slogan, melainkan cerminan semangat kebersamaan untuk memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan.

Kronologi Aksi di Titik Nol Kilometer Yogyakarta

Pada Kamis, 20 Februari 2025, misalnya, ribuan massa Aliansi Jogja Memanggil memulai aksinya dari Tempat Parkir Abu Bakar Ali (ABA) di kawasan Malioboro. Sekitar pukul 10.00 WIB, massa sudah berkumpul, kompak mengenakan pakaian serba hitam sebagai simbol duka cita atas kondisi bangsa.

Dari titik kumpul, mereka melakukan longmarch menyusuri Jalan Malioboro yang ikonik, sambil membawa spanduk dan poster berisi berbagai kritik serta tuntutan. Sepanjang perjalanan, teriakan “revolusi!” menggema, menunjukkan ketidakpuasan mendalam.

Massa sempat berhenti di depan Kantor DPRD DIY untuk berorasi, menyuarakan kekecewaan terhadap para wakil rakyat. Salah seorang koordinator dari Forum Cik Di Tiro, Sana Ulaili, mengatakan:

“Estimasi peserta seribu orang. Aksi damai ini digelar untuk menyuarakan sejumlah hal.”

Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan hingga tiba di Titik Nol Kilometer Yogyakarta, sebuah lokasi strategis yang sering menjadi pusat demonstrasi. Di sana, orasi-orasi terus disampaikan dari atas mobil komando, disertai aksi teatrikal dan pembentangan spanduk raksasa. Salah satu spanduk yang mencolok bertuliskan “Rakyat Marah” dengan gambar tabung gas LPG 3 kilogram bertuliskan “Ndasmu”, menyindir pernyataan salah satu pejabat negara.

Selama aksi berlangsung, Jalan Malioboro ke selatan ditutup sementara untuk kendaraan, dengan pengamanan ketat dari pihak kepolisian. Kepala Polresta Yogyakarta Komisaris Besar Aditya Surya Dharma menyatakan bahwa sekitar 465 personel diterjunkan untuk mengamankan aksi tersebut, dengan harapan aksi berjalan tertib dan aman.

Tuntutan Utama Aliansi Jogja Memanggil: Dari Anggaran hingga Demokrasi

Dalam berbagai aksinya, Aliansi Jogja Memanggil secara konsisten menyuarakan beberapa isu krusial yang mereka anggap merugikan rakyat. Beberapa tuntutan utama tersebut meliputi:

  • Pemangkasan Anggaran yang Tidak Tepat Sasaran:
    • Massa mengkritik pemangkasan anggaran di berbagai sektor, termasuk pendidikan dan infrastruktur. Mereka khawatir pemangkasan ini justru memperparah kesengsaraan rakyat, seperti meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan terhambatnya pembangunan fasilitas dasar seperti jembatan dan jalan pedesaan yang layak.
    • Semanof, perwakilan peserta aksi Jogja Memanggil, menyoroti: “Bagaimana bisa anggaran pendidikan sebagai bidang yang paling penting bagi kehidupan rakyat Indonesia justru dipangkas hanya untuk makan siang gratis?”
  • Program Makan Bergizi Gratis (MBG):
    • Program unggulan pemerintah ini menjadi sorotan karena dinilai menyedot anggaran besar dan seharusnya dipisahkan dari anggaran pendidikan agar tidak mengurangi alokasi dana untuk peningkatan mutu pendidikan.
  • Konsesi Tambang untuk Ormas dan Kampus:
    • Pemberian izin tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) dan perguruan tinggi dalam bentuk riset atau tenaga ahli dianggap sebagai upaya pembungkaman kontrol masyarakat sipil dan akademisi.
  • Proyek Strategis Nasional (PSN):
    • Massa mendesak penghentian PSN yang dinilai hanya memicu konflik agraria, merusak lingkungan hidup, serta merampas ruang hidup perempuan dan keadilan antargenerasi.
  • Kritik Terhadap Kabinet Pemerintahan:
    • Kabinet dinilai lebih sebagai medium pemuasan nafsu politik ketimbang mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
  • Kebijakan yang Menyulitkan Rakyat:
    • Meskipun kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen dan larangan pengecer menjual gas elpiji 3 kg sempat dibatalkan, masyarakat sudah telanjur merasakan dampaknya.
    • Sana Ulaili juga menyoroti “keputusan model pemadam kebakaran (fire management and decision) seharusnya tidak diterapkan oleh pimpinan selevel pejabat negara nomor satu karena sangat menyusahkan seperti PPN 12 persen, gas, konsesi tambang.”
  • Penolakan Revisi Undang-Undang TNI dan RUU Polri:
    • Revisi UU TNI dikhawatirkan membuka peluang kembalinya dwifungsi ABRI dan militerisme, serta berpotensi mengarah pada otoritarianisme. Proses pengesahannya juga dinilai cacat prosedural karena kurangnya transparansi dan partisipasi publik.
    • Sementara itu, RUU Polri dikritik karena membuka ruang luas bagi penyadapan tanpa izin pengadilan, pemblokiran akses informasi, dan penggalangan intelijen tanpa akuntabilitas.
  • Isu Pelanggaran HAM dan Korupsi:
    • Massa menyoroti normalisasi pelanggaran HAM, hukum, dan korupsi yang bukannya ditegakkan secara tegas.
  • Penolakan Politik Dinasti:
    • Aliansi ini juga menyuarakan penolakan terhadap politik dinasti, seperti yang terlihat dalam isu revisi UU Pilkada atau pencalonan anak-anak Presiden Jokowi dalam posisi politik.

Aksi #IndonesiaGelap: Gelombang Protes yang Terus Berlanjut

Aksi Aliansi Jogja Memanggil di Yogyakarta ini merupakan bagian dari gelombang protes yang lebih besar di Indonesia, seringkali disebut sebagai aksi #IndonesiaGelap. Tagar #IndonesiaGelap sendiri sempat viral di media sosial, mewakili keresahan dan kekhawatiran masyarakat terhadap kondisi negara.

Aksi serupa digelar secara maraton di berbagai wilayah Indonesia, mulai dari Banda Aceh, Jakarta, Surabaya, Semarang, Solo, Malang, hingga Makassar. Isu yang diangkat bervariasi, namun benang merahnya adalah ketidakpuasan terhadap kepemimpinan dan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro-rakyat.

Uniknya, gerakan mahasiswa ini juga mendapat dukungan dari sebagian akademisi. Beberapa dosen bahkan memberikan apresiasi dan konversi nilai bagi mahasiswa yang ikut berpartisipasi dalam aksi, dengan alasan bahwa kepedulian terhadap “kesehatan” dan keberlangsungan demokrasi adalah bagian penting dari pembelajaran.

Meskipun kadang diwarnai insiden seperti vandalisme atau bentrokan kecil, semangat utama dari aksi ini adalah menyuarakan aspirasi secara damai dan menuntut keadilan.

Tabel Ringkasan Tuntutan Aliansi Jogja Memanggil:

Isu Pokok Detail Tuntutan
Anggaran & Kesejahteraan Pemangkasan anggaran pendidikan & infrastruktur, dampak PHK, kebijakan PPN & gas.
Program MBG Pisahkan MBG dari anggaran pendidikan, transparansi program.
Lingkungan & Agraria Hentikan PSN yang picu konflik agraria & kerusakan lingkungan.
Demokrasi & Hukum Tolak RUU TNI (dwifungsi ABRI), Tolak RUU Polri, Usut pelanggaran HAM & korupsi.
Pemerintahan & Politik Kritik kabinet (nafsu politik), Tolak konsesi tambang (pembungkaman), Tolak politik dinasti.

Suara Rakyat Adalah Kekuatan Demokrasi

Aksi Aliansi Jogja Memanggil #BersamaRakyat adalah bukti nyata bahwa masyarakat, khususnya kaum muda, memiliki peran krusial dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Mereka tidak hanya menyuarakan keluhan, tetapi juga menawarkan perspektif dan tuntutan untuk perbaikan.

Semoga suara-suara dari jalanan Yogyakarta dan kota-kota lain ini dapat didengar oleh para pembuat kebijakan, sehingga tercipta pemerintahan yang lebih transparan, akuntabel, dan benar-benar berpihak pada keadilan serta kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Partisipasi aktif masyarakat adalah fondasi kuat bagi demokrasi yang sehat.