Yogyakarta, zekriansyah.com – Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Majalengka, Jawa Barat, belakangan ini menjadi sorotan. Bandara megah yang digadang-gadang jadi gerbang udara baru ini, kini terlihat sepi dari aktivitas penerbangan domestik. Sejak awal Juni lalu, hampir semua rute penerbangan dalam negeri dari dan menuju Kertajati dihentikan sementara.
Ilustrasi: Suasana lengang di Bandara Kertajati, refleksi penghentian sementara rute penerbangan domestik.
Kondisi ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan di benak masyarakat. Kenapa bandara dengan investasi triliunan rupiah ini justru sepi? Apa saja penyebab di baliknya? Artikel ini akan mengupas tuntas alasan di balik sepinya Bandara Kertajati, khususnya penghentian rute domestik, agar Anda memahami lebih jelas situasinya.
Mengapa Penerbangan Domestik Kertajati Dihentikan?
Penghentian layanan penerbangan domestik di Bandara Kertajati bukanlah keputusan mendadak, melainkan akumulasi dari berbagai faktor. Pemicu utamanya adalah keputusan maskapai penerbangan yang menarik armadanya dari rute-rute tersebut.
Maskapai Tarik Diri Akibat Okupansi Rendah
Terhitung sejak 2 Juni lalu, Bandara Kertajati memang tidak lagi melayani rute penerbangan domestik untuk sementara waktu. Sebelumnya, beberapa maskapai seperti Super Air Jet masih melayani rute ke Medan, Denpasar (Bali), dan Balikpapan. Namun, kini rute-rute tersebut telah dihentikan.
Kepala Biro BUMD, Investasi dan Administrasi Pembangunan (BIA) Jabar, Deny Hermawan, menjelaskan alasannya:
“Sebelumnya, maskapai seperti Lion Air, Super Air Jet, dan Citilink masih melayani penerbangan domestik rute Denpasar, Balikpapan, dan sebagainya. Namun dikarenakan keterbatasan ketersediaan armada pesawat, maskapai memprioritaskan untuk melayani penerbangan dengan rate okupansi yang lebih tinggi.”
Ini berarti, maskapai-maskapai tersebut merasa rute domestik di Kertajati kurang menguntungkan secara komersial karena jumlah penumpang yang sedikit. Mereka lebih memilih mengalihkan armadanya ke rute lain yang lebih ramai dan menghasilkan keuntungan lebih besar.
Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru. Beberapa maskapai sudah lebih dulu angkat kaki dari Kertajati sejak lama:
- Garuda Indonesia: Pada Agustus 2019, Garuda Indonesia menutup satu-satunya rute penerbangan mereka, yakni Denpasar-Kertajati. Alasannya jelas, tingkat keterisian penumpang (load factor) yang terus menurun. Penumpang diduga lebih memilih terbang ke Jakarta (Bandara Soekarno-Hatta) lalu melanjutkan perjalanan ke Bandung via darat.
- Citilink: Sebulan sebelumnya, Juli 2019, Citilink juga menghentikan sementara tiga rute penerbangannya: Denpasar-Kertajati, Palembang-Kertajati, dan Kualanamu-Kertajati. Lagi-lagi, alasan utamanya adalah rendahnya tingkat keterisian kursi (seat load factor) karena dianggap sedang “low season” di rute-rute tersebut.
Perlu dicatat, saat ini Bandara Kertajati masih melayani satu rute penerbangan internasional, yaitu menuju Singapura, yang dioperasikan oleh maskapai Scoot setiap hari Selasa dan Sabtu.
Realisasi Penumpang Jauh dari Target
Investasi besar di Bandara Kertajati sejatinya memproyeksikan jumlah penumpang yang fantastis. Bandara ini ditargetkan mampu melayani hingga 12 juta penumpang per tahun pada 2024, dan mencapai 29,3 juta penumpang per tahun pada 2032.
Namun, kenyataannya jauh panggang dari api.
- Tahun 2023: Jumlah penumpang hanya sekitar 135.535 orang.
- Tahun 2024: Pergerakan penumpang dari dan menuju Kertajati tercatat 413.240 orang. Angka ini hanya sekitar 3 persen dari target 12 juta penumpang per tahun!
Data ini menunjukkan betapa rendahnya minat penumpang untuk terbang melalui Kertajati, yang secara langsung berdampak pada keputusan maskapai untuk menghentikan rute.
Tantangan Aksesibilitas dan Minimnya Infrastruktur Pendukung
Sepinya Bandara Kertajati juga tak lepas dari masalah aksesibilitas dan kurangnya fasilitas pendukung di sekitarnya.
Jarak yang Jauh dari Pusat Kota
Salah satu kritik paling utama sejak awal pembangunan Bandara Kertajati adalah lokasinya yang dianggap terlalu jauh dari pusat keramaian, terutama Kota Bandung sebagai target pasar utama.
- Jarak dari pusat Kota Bandung ke Kertajati sekitar 98 kilometer.
- Waktu tempuh melalui Tol Cisumdawu, yang baru beroperasi penuh belakangan ini, memakan waktu 1 hingga 2 jam.
Sebagai perbandingan, jarak ke bandara lain di Indonesia yang juga baru dibangun di pinggiran kota:
- Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) ke pusat Kota Yogyakarta: sekitar 44 kilometer.
- Bandara Kualanamu di Deli Serdang ke Kota Medan: sekitar 40 kilometer.
Jarak yang relatif lebih jauh ini membuat calon penumpang, terutama dari Bandung dan sekitarnya, merasa kurang nyaman. Banyak yang akhirnya memilih Bandara Husein Sastranegara di Bandung yang lebih dekat, atau bahkan Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng karena pilihan rute dan maskapai yang lebih banyak.
Kurangnya Fasilitas Penunjang
Pengamat Penerbangan dan Anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, menyebut bahwa Bandara Kertajati “keliru sejak lahir”. Meskipun secara teknis bandara ini sudah siap (landasan, apron, terminal), namun fasilitas pendukungnya masih minim.
“Secara teknisnya bandara BIJB Kertajati ini sudah siap, landasan sudah siap, apron sudah siap, terminal sudah siap, tapi bandara tidak berdiri sendiri harus ada jalan akses dan fasilitas pendukung lainnya. Kalau penumpang turun di Bandara Kertajati di sana mau cari taksi gimana? kan susah itu,” kata Alvin.
Kekurangan ini termasuk:
- Transportasi publik: Opsi transportasi dari dan ke bandara yang masih terbatas.
- Akomodasi: Minimnya pilihan hotel atau penginapan di sekitar bandara.
- Layanan pendukung: Kurangnya pusat perbelanjaan, tempat makan, atau hiburan yang bisa dinikmati penumpang.
Situasi ini membuat penumpang lebih nyaman memilih band