Adhisty Zara Blak-blakan Susah Ngobrol dengan Ayah, Bukan Berarti Tak Sayang

Dipublikasikan 5 Juli 2025 oleh admin
Hiburan dan Lifestyle

Yogyakarta, zekriansyah.com – Artis muda Adhisty Zara baru-baru ini bikin pengakuan yang cukup menyentuh hati. Mantan personel JKT48 ini cerita blak-blakan soal hubungannya dengan sang ayah yang ternyata tidak terlalu dekat dalam hal komunikasi. Nah, bagi banyak orang, mungkin cerita Zara ini terdengar familiar. Seringkali, kita merasa sulit ngobrol akrab dengan orang tua, terutama ayah. Tapi, apakah itu berarti kita nggak sayang? Artikel ini akan membahas lebih dalam pengalaman Zara dan kenapa komunikasi yang beda bukan berarti minimnya kasih sayang dalam keluarga. Yuk, simak sampai habis!

Adhisty Zara Blak-blakan Susah Ngobrol dengan Ayah, Bukan Berarti Tak Sayang

Ilustrasi: Adhisty Zara berbagi cerita intim tentang dinamika komunikasinya yang rumit dengan sang ayah, namun menegaskan cinta yang mendalam di baliknya.

Karakter Keras Jadi Alasan Komunikasi Kurang Lancar

Adhisty Zara, yang kini berusia 22 tahun, mengungkapkan alasan di balik komunikasinya yang tak terlalu intens dengan sang ayah, Mario Saladin Akbar Kusumawardhana. Menurut Zara, hal ini lebih karena adanya kesamaan karakter di antara mereka.

“Aku hubungan ke ayah memang gak terlalu dekat karena memang keras. Ayah aku itu tipe orang tua yang keras dan gengsi,” kata Zara di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (4/7/2025), seperti dikutip dari detikHot.

Zara menjelaskan bahwa sifat keras dan gengsi dari ayahnya, serta mungkin juga ada pada dirinya, membuat obrolan mendalam atau santai jadi tidak banyak. Ini bukan masalah baru, tapi sesuatu yang sudah ia pahami sejak lama.

Sulit Ngobrol Bukan Berarti Tak Ada Kasih Sayang

Meski komunikasi lisan dengan ayahnya kurang, Zara menegaskan bahwa itu sama sekali tidak mengurangi rasa sayangnya. Baginya, kasih sayang bisa ditunjukkan dengan cara yang berbeda, tidak melulu lewat obrolan panjang.

“Jadi bukan karena gak sayang, kita gak bisa ngobrol dekat karena memang karakter kita saja,” lanjut Zara.

Situasi ini sangat berbeda dengan hubungannya bersama sang ibunda, Sofia Yulinar. Zara mengaku sangat dekat dengan ibunya dan lebih leluasa bercerita banyak hal.

“Kalau sama Mama alhamdulillah sangat dekat. Sama ayah susah komunikasi. Jadi ya gitu sih kurang lebih,” tuturnya.

Kisah Zara ini menjadi relevan karena ia baru saja terlibat dalam proyek film keluarga berjudul “Bertaut Rindu”. Film ini mengangkat tema hubungan anak dengan orang tua, yang membuat Zara banyak belajar dan berusaha memperbaiki dinamika keluarganya. Ia bahkan merasa sangat terhubung dengan karakter Jo yang diperankannya di film tersebut karena mirip dengan dinamika hubungannya dengan sang ayah.

Pelajaran dari Kisah Zara: Memahami Bahasa Cinta Setiap Anggota Keluarga

Kisah Adhisty Zara ini bisa jadi cerminan bagi banyak keluarga di luar sana. Setiap orang memiliki cara unik dalam menunjukkan dan menerima kasih sayang, yang sering disebut sebagai ‘bahasa cinta’. Tidak semua orang nyaman mengungkapkan perasaan secara verbal atau lewat obrolan mendalam.

Beberapa hal yang bisa menyebabkan komunikasi terasa sulit antara ayah dan anak, atau anggota keluarga lainnya:

  • Perbedaan Karakter: Seperti Zara dan ayahnya yang sama-sama keras atau gengsi, hal ini bisa membuat salah satu pihak enggan memulai obrolan.
  • Gaya Komunikasi yang Berbeda: Ada yang ekspresif, ada yang lebih suka menunjukkan perhatian lewat tindakan (seperti membantu, memberi dukungan diam-diam).
  • Generasi dan Pola Asuh: Perbedaan generasi seringkali memengaruhi bagaimana orang tua dan anak berinteraksi. Pola asuh di masa lalu mungkin lebih menekankan ketegasan daripada keakraban verbal.
  • Kesibukan dan Rutinitas: Terkadang, kesibukan harian membuat waktu berkualitas untuk bercengkrama jadi terbatas.

Penting untuk diingat bahwa sulitnya komunikasi bukan berarti tidak ada cinta. Sama seperti Zara, banyak anak yang tetap menyayangi orang tuanya meski tidak sering bertukar kata. Yang terpenting adalah memahami dan menghargai cara masing-masing anggota keluarga menunjukkan kasih sayang. Mencari cara alternatif untuk terhubung, seperti melakukan kegiatan bersama, bisa jadi jembatan untuk memperkuat ikatan.

Kesimpulan

Cerita Adhisty Zara ini mengingatkan kita bahwa hubungan dalam keluarga itu kompleks dan unik. Sulitnya berkomunikasi secara lisan dengan ayah, seperti yang dialami Zara, tidak selalu berarti kurangnya kasih sayang. Justru, itu bisa jadi refleksi dari perbedaan karakter atau “bahasa cinta” yang berbeda. Yang utama adalah bagaimana kita tetap berusaha memahami dan menghargai setiap cara anggota keluarga menunjukkan kepeduliannya. Semoga kisah Zara ini bisa membuka mata kita untuk lebih peka terhadap dinamika hubungan dalam keluarga masing-masing.