Kabar duka menyelimuti dunia pendakian dan menarik perhatian global. Setelah upaya pencarian yang dramatis dan penuh tantangan selama berhari-hari, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) secara resmi memastikan bahwa Juliana de Souza Pereira Marins (27), pendaki berkebangsaan Brasil yang terjatuh di Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Insiden tragis ini tidak hanya meninggalkan kesedihan mendalam, tetapi juga menyoroti kompleksitas dan risiko yang melekat pada penjelajahan gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia ini, serta menuntut respons cepat dari berbagai pihak.
Artikel ini akan mengupas tuntas kronologi kejadian yang menimpa Juliana, menelusuri setiap fase operasi evakuasi yang heroik namun terkendala cuaca dan medan ekstrem, serta melihat bagaimana insiden ini memicu gelombang perhatian dari masyarakat internasional hingga respons serius dari pemerintah Indonesia. Mari kita selami lebih dalam tragedi yang menyayat hati ini, mengambil pelajaran berharga tentang keselamatan dan ketangguhan.
Kronologi Tragedi: Detik-detik Jatuhnya Juliana Marins di Rinjani
Perjalanan pendakian yang seharusnya menjadi pengalaman tak terlupakan bagi Juliana Marins, seorang petualang pemberani yang telah menjelajahi berbagai negara di Asia Tenggara, berakhir dengan duka di lereng Gunung Rinjani. Insiden ini terjadi di salah satu titik paling menantang di gunung tersebut.
Awal Pendakian dan Insiden Nahas
Juliana, yang dikenal sebagai seorang pengembara pekerja keras dengan akun Instagram beranggotakan jutaan pengikut, memulai petualangannya mendaki Gunung Rinjani pada Jumat, 20 Juni 2025. Ia berangkat melalui pintu Sembalun bersama rombongan yang terdiri dari lima hingga dua belas rekan pendaki dan seorang pemandu wisata. Pendakian tersebut, menurut beberapa rekannya, sangat sulit, dingin, dan benar-benar berat.
Puncak tragedi terjadi pada Sabtu pagi, 21 Juni 2025, sekitar pukul 06.30 WITA. Saat rombongan tengah menuju puncak Rinjani, tepatnya di area Cemara Nunggal — sebuah jalur krusial yang berbatasan langsung dengan Danau Segara Anak — Juliana mengalami kelelahan. Pemandu sempat menyarankan untuk beristirahat, namun rombongan lain melanjutkan perjalanan ke puncak. Ketika pemandu kembali untuk menjemput Juliana, ia sudah tidak ditemukan di tempat istirahatnya.
Pemandu kemudian melakukan pencarian dan melihat cahaya senter di dasar tebing, mengarah ke danau, pada kedalaman sekitar 200 meter. Kecurigaan bahwa cahaya tersebut milik Juliana segera dikonfirmasi, dan laporan mengenai insiden ini langsung diteruskan kepada petugas. Juliana dilaporkan terjatuh ke jurang dengan estimasi kedalaman awal antara 150 hingga 200 meter. Rekaman drone dan klip video yang beredar luas di media sosial dan disiarkan oleh media Brasil menunjukkan bahwa pada hari Sabtu itu, Juliana masih terlihat hidup, terduduk dan bergerak di tanah abu-abu jauh di bawah jalur pendakian. Tim penyelamat bahkan sempat mendengar teriakannya meminta tolong.
Upaya Pencarian Awal yang Penuh Kendala
Merespons laporan tersebut, tim SAR gabungan memulai proses pencarian pada Sabtu, 21 Juni, pukul 09.50 WITA. Tim penyelamat pendahulu tiba di lokasi jatuh sekitar pukul 14.32 WITA dan mulai memasang tali. Namun, medan yang sangat terjal dan curam menjadi kendala utama. Hingga pukul 16.00 WITA, Juliana dilaporkan semakin terperosok, dan tali sepanjang 300 meter yang disiapkan belum cukup untuk menjangkau posisinya.
Upaya pencarian berlanjut hingga malam hari. Pukul 20.00 WITA, tim telah turun hingga 300 meter namun belum berhasil mencapai korban. Panggilan kepada korban tidak mendapatkan respons. Salah satu anggota tim bahkan harus bermalam di tebing pada kedalaman 200 meter dalam kondisi flying camp.
Pada Minggu, 22 Juni 2025, pencarian dilanjutkan dengan upaya penyambungan tali dan penggunaan drone thermal. Namun, kondisi cuaca yang sangat berkabut tebal dan basah menghambat penggunaan drone secara maksimal, mengurangi jarak pandang hingga nol. Informasi visual dari drone pada pukul 10.00 WIB menunjukkan bahwa Juliana tidak lagi berada di titik sebelumnya, mengindikasikan ia mungkin terperosok lebih jauh lagi. Tim penyelamat yang sempat turun hingga kedalaman 200 meter pun harus kembali naik karena cuaca ekstrem.
Senin, 23 Juni 2025, tim penyelamat kembali melacak keberadaan Juliana. Ia akhirnya berhasil ditemukan sekitar pukul 07.05 WITA di lokasi yang berjarak kurang lebih 500 meter bergeser dari titik awal jatuhnya. Penemuan ini dilakukan melalui visualisasi drone thermal, di medan yang berupa pasir dan batuan curam. Berdasarkan pantauan drone, korban terlihat dalam kondisi tidak bergerak. Meski telah ditemukan, tim tidak dapat langsung mengevakuasi Juliana lantaran terkendala medan yang ekstrem dan cuaca berkabut di lokasi. Proses evakuasi pun harus ditunda dan dilanjutkan pada hari berikutnya.
Operasi Evakuasi: Heroisme Tim SAR di Medan Ekstrem Rinjani
Upaya penyelamatan Juliana Marins menjadi salah satu operasi SAR paling kompleks dan menantang yang pernah dilakukan di Gunung Rinjani. Medan yang terjal, cuaca yang tidak menentu, dan kedalaman jurang yang ekstrem menguji ketangguhan dan profesionalisme seluruh tim gabungan.
Pengerahan Sumber Daya dan Tim Gabungan
Melihat tingkat kesulitan dan urgensi situasi, Basarnas mengerahkan personel khusus dari Basarnas Special Group untuk membantu operasi evakuasi. Selain itu, operasi ini melibatkan puluhan personel gabungan dari berbagai instansi, menunjukkan koordinasi multi-pihak yang kuat:
- Kantor SAR Mataram (termasuk Koordinator Lapangan I Kadek Agus Ariawan)
- Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR)
- TNI dan Polri
- BPBD Lombok Timur
- Unit SAR Lombok Timur
- Emergency Medical Health Community (EMHC)
- Pemadam Kebakaran
- Relawan Rinjani
- Pemandu gunung
- Unsur relawan lainnya
Tim dilengkapi dengan berbagai peralatan evakuasi dan pemantauan khusus untuk medan terjal, antara lain:
- Peralatan mountaineering (tali-temali karmantel, SRT-Set)
- Drone pemantau udara (termasuk drone thermal)
- Perangkat komunikasi
- Alat medis
- Kendaraan operasional dan pendukung lainnya
Untuk mendukung evakuasi yang lebih cepat, terutama mempertimbangkan medan dan cuaca, opsi penggunaan helikopter juga disiapkan. Gubernur Nusa Tenggara Barat, Lalu Muhammad Iqbal, menyatakan bahwa total tiga helikopter telah disiagakan: satu dari Mabes TNI bersama Basarnas, satu helikopter Medivac dari pihak asuransi, dan satu helikopter berspesifikasi airlifter milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Mohammad Syafii, Kepala Basarnas, juga menyebutkan bahwa satu pesawat dari Bogor turut diberangkatkan menuju lokasi. Namun, penggunaan helikopter sangat bergantung pada kondisi cuaca yang seringkali tidak memungkinkan.
Penemuan dan Konfirmasi Kondisi Korban
Setelah berbagai upaya dan penundaan, pada Selasa, 24 Juni 2025, tim penyelamat berhasil menjangkau lokasi korban. Pada pukul 16.52 WITA, tujuh orang rescuer yang diturunkan berhasil mencapai kedalaman 400 meter. Ketegangan memuncak hingga akhirnya, pada pukul 18.00 WITA, satu orang rescuer dari Basarnas bernama Khafid Hasyadi berhasil menjangkau korban pada kedalaman 600 meter. Setelah dilakukan pemeriksaan, tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan pada Juliana.
Sekitar setengah jam kemudian, pukul 18.31 WITA, tiga orang potensi SAR dari Rinjani Squad (Syamsul Fadli, Agam, dan Tito) menyusul turun mendekati korban. Setelah dikonfirmasi ulang, dipastikan korban dalam kondisi meninggal dunia. Selanjutnya, tubuh korban dilakukan wrapping survivor, yaitu proses pembungkusan jenazah untuk persiapan evakuasi.
Tantangan Cuaca dan Penundaan Evakuasi
Meskipun kondisi korban telah dipastikan, proses evakuasi segera menghadapi kendala berat. Pada pukul 19.00 WITA, operasi evakuasi harus dihentikan sementara. Kepala Basarnas Marsekal Madya Mohammad Syafii menjelaskan bahwa keputusan ini diambil karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan, dengan visibilitas yang sangat terbatas akibat kabut tebal dan badai.
Medan di lokasi kejadian digambarkan sangat terjal, curam, berbatu, dan licin, membuat evakuasi manual sangat berbahaya. Oleh karena itu, diputuskan bahwa evakuasi korban akan dilakukan pada Rabu pagi, 25 Juni 2025, pukul 06.00 WITA, dengan metode lifting (korban akan diangkat ke atas ke posisi terakhir yang diketahui/LKP). Setelah berhasil diangkat, jenazah Juliana akan dievakuasi menyusuri rute pendakian menuju Posko Sembalun dengan cara ditandu. Dari Posko Sembalun, jenazah akan dibawa menggunakan helikopter menuju RS Bhayangkara Polda NTB untuk proses lebih lanjut.
Resonansi Global: Sorotan Publik dan Respon Pemerintah
Tragedi yang menimpa Juliana Marins tidak hanya menjadi berita nasional, tetapi juga menarik perhatian luas di kancah internasional, terutama di negara asalnya, Brasil. Insiden ini menyoroti bagaimana media sosial dapat menjadi platform kuat untuk menyuarakan keprihatinan dan mendesak tindakan.
Suara Hati Netizen Brasil
Kasus Juliana Marins dengan cepat menyita perhatian warganet di media sosial. Sebuah akun Instagram, @resgatejulianamarins, yang diklaim dibuat oleh pihak keluarga, berhasil mengumpulkan lebih dari 1,5 juta pengikut. Akun ini secara aktif mengabarkan perkembangan terbaru evakuasi dan menjadi wadah bagi netizen Brasil untuk menyuarakan desakan agar pemerintah Indonesia serius mengevakuasi Juliana.
Gelombang kemarahan dan desakan juga terlihat membanjiri akun Instagram Presiden RI Prabowo Subianto. Banyak komentar netizen Brasil yang mempertanyakan kecepatan evakuasi, bahkan ada yang menanyakan apakah Indonesia tidak memiliki helikopter untuk operasi semacam ini. Mereka menyoroti video yang menunjukkan Juliana masih bergerak setelah terjatuh, dan menganggap lambatnya penanganan mengakibatkan kondisi korban memburuk. Desakan untuk menerima dukungan teknis dari negara tetangga atau komunitas internasional pun sempat mencuat, dengan peringatan bahwa mata dunia sedang mengawasi upaya evakuasi ini.
Komitmen Serius Pemerintah Indonesia
Menanggapi sorotan publik dan desakan dari berbagai pihak, pemerintah Indonesia memberikan respons yang tegas dan menunjukkan keseriusan dalam penanganan kasus ini. Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Juri Ardiantoro menyatakan bahwa pemerintah, melalui tim Presiden Prabowo, menaruh perhatian besar pada kasus-kasus yang membutuhkan bantuan, tidak hanya kasus Juliana. Ia menegaskan bahwa pemerintah pasti akan membantu warga yang kesulitan, dan hal-hal kecil sekalipun akan diperhatikan oleh Presiden.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Kepala Basarnas Marsekal Madya Mohammad Syafii secara terpisah juga memastikan keseriusan pemerintah. Raja Juli Antoni menyebutkan bahwa koordinasi intensif telah dilakukan dengan Basarnas, Polri, Kepala Balai Taman Nasional Rinjani, serta pemerintah daerah setempat. “Pemerintah semua serius untuk menangani kasus ini,” tegasnya, seraya menambahkan bahwa Basarnas telah menyiapkan satu helikopter dan Gubernur NTB juga telah menyiapkan tiga jenis helikopter yang memungkinkan untuk turun. Dirjen Konservasi Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan, Satyawan Pudyatmoko, juga mengonfirmasi bahwa Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni telah berkomunikasi langsung dengan Kepala Basarnas, Kapolda, dan Gubernur NTB untuk memastikan proses evakuasi berjalan baik dan menegaskan komitmen pemerintah.
Pelajaran dari Tragedi: Keamanan Pendakian Gunung Rinjani
Insiden yang menimpa Juliana Marins menjadi pengingat pahit akan risiko yang melekat pada aktivitas pendakian gunung, terutama di medan seberat Gunung Rinjani. Gunung ini, meskipun menawarkan pemandangan memukau, juga menyimpan bahaya yang tidak boleh diabaikan.
Rinjani: Pesona dan Bahaya yang Mengintai
Gunung Rinjani, dengan ketinggian lebih dari 3.700 meter di atas permukaan laut, merupakan gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia dan menjadi destinasi pendakian yang sangat populer bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Namun, pesonanya berbanding lurus dengan tingkat kesulitannya. Jalur pendakian Rinjani sangat bervariasi dan menantang:
- Medan licin dan batuan terjal: Terutama di area Cemara Nunggal dan jalur menuju puncak, risiko terpeleset sangat tinggi.
- Pasir vulkanik yang dalam: Di beberapa bagian, khususnya mendekati puncak, pendaki harus berjuang menembus lapisan pasir yang dalam, menguras tenaga.
- Punggungan bukit yang sempit dan curam: Membutuhkan konsentrasi tinggi dan keseimbangan prima.
Selain itu, cuaca di Gunung Rinjani sangat tidak terduga dan dapat berubah drastis dalam waktu singkat. Kabut tebal bisa muncul tiba-tiba dan mengurangi jarak pandang hingga nol, hujan deras dapat membuat jalur semakin licin dan berbahaya, sementara angin kencang atau badai petir dapat menghentikan operasi evakuasi dan membahayakan pendaki.
Tragedi Juliana bukanlah yang pertama. Sejarah Gunung Rinjani mencatat beberapa insiden serupa yang merenggut nyawa pendaki:
- Desember 2021: Seorang pendaki asal Surabaya (26 tahun) tewas terjatuh ke jurang sedalam 100 meter melalui jalur Senaru.
- Agustus 2022: Seorang pendaki asal Portugal (37 tahun) meninggal dunia setelah terjatuh dari tebing di puncak Gunung Rinjani.
Insiden berulang ini menggarisbawahi pentingnya kewaspadaan dan persiapan matang bagi setiap pendaki.
Penutupan Jalur dan Imbauan Keselamatan
Sebagai respons atas insiden ini dan untuk mempermudah proses evakuasi serta menjamin keselamatan, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) memutuskan untuk menutup sementara jalur pendakian dari Pelawangan 4 Sembalun menuju puncak Gunung Rinjani. Penutupan ini berlaku mulai 24 Juni 2025 hingga batas waktu yang tidak ditentukan atau sampai proses evakuasi korban selesai dilakukan. Penutupan ini dilakukan untuk mempercepat proses evakuasi dan mempertimbangkan aspek keselamatan pengunjung dan tim evakuasi.
Penting bagi setiap pendaki untuk selalu mengutamakan keselamatan dalam setiap perjalanan. Beberapa imbauan keselamatan yang harus selalu diperhatikan meliputi:
- Persiapan Fisik dan Mental: Pastikan kondisi tubuh prima dan mental siap menghadapi tantangan.
- Peralatan Memadai: Bawa perlengkapan pendakian standar dan sesuai kondisi medan (sepatu trekking yang baik, pakaian hangat, jas hujan, senter kepala, P3K).
- Pemandu Berpengalaman: Selalu didampingi pemandu lokal yang berpengalaman dan menguasai medan.
- Informasi Cuaca: Pantau prakiraan cuaca dan patuhi setiap peringatan dari otoritas setempat.
- Tidak Memisahkan Diri: Tetaplah berada dalam kelompok dan ikuti instruksi pemandu.
- Prioritaskan Keselamatan: Jangan memaksakan diri jika merasa lelah atau kondisi cuaca memburuk.
Kesimpulan
Tragedi yang menimpa Juliana Marins di Gunung Rinjani adalah pengingat yang pilu akan kekuatan alam yang luar biasa dan kerapuhan manusia di hadapannya. Konfirmasi Basarnas tentang meninggalnya pendaki Brasil ini menutup babak dramatis dari operasi pencarian dan evakuasi yang penuh rintangan, sekaligus menjadi bukti nyata dari dedikasi dan kerja keras tak kenal lelah tim SAR gabungan. Dari detik-detik jatuhnya hingga upaya heroik untuk menjangkau tubuhnya di kedalaman 600 meter, kisah ini adalah cerminan dari tantangan ekstrem yang dihadapi para penyelamat di salah satu medan paling sulit di Indonesia.
Sorotan publik, terutama dari netizen Brasil, dan respons serius dari pemerintah Indonesia, menunjukkan bahwa insiden ini telah beresonansi jauh melampaui batas-batas geografis. Ini adalah panggilan untuk refleksi kolektif tentang pentingnya keselamatan dalam pendakian gunung, perlunya persiapan yang matang, dan kesadaran akan risiko yang selalu ada.
Semoga tragedi ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, baik bagi para pendaki untuk lebih bijak dan berhati-hati dalam setiap petualangan, maupun bagi otoritas terkait untuk terus meningkatkan standar keamanan dan respons darurat di lokasi-lokasi wisata alam yang menantang. Mari kita kenang Juliana Marins sebagai seorang petualang sejati, dan jadikan kisahnya sebagai pengingat abadi akan pentingnya menghormati alam dan memprioritaskan keselamatan di atas segalanya.