Yogyakarta, zekriansyah.com – Pertandingan pekan kedua BRI Super League 2025/2026 antara PSIM Yogyakarta dan Arema FC di Stadion Sultan Agung, Bantul, Sabtu (16/8/2025) lalu, menyajikan drama yang tak terduga. Laga sengit yang berakhir dengan skor 1-1 ini meninggalkan banyak cerita dan pertanyaan. Mengapa Arema FC, yang sempat unggul dan bermain dengan 10 pemain, harus puas berbagi poin? Dan apa saja faktor utama yang jadi penyebab hasil imbang Arema kontra PSIM ini? Mari kita bedah bersama.
Arema FC harus puas berbagi poin dengan PSIM Yogyakarta setelah drama gol bunuh diri dan kartu merah yang mewarnai laga di Stadion Sultan Agung, Yogyakarta.
Duel Sengit yang Berakhir Sama Kuat: PSIM vs Arema FC
Sejak peluit awal dibunyikan, kedua tim langsung tancap gas. PSIM, yang berstatus tuan rumah, tampil menekan dan menciptakan sejumlah peluang. Namun, justru Arema FC yang berhasil unggul lebih dulu. Pada menit ke-41, Dalberto sukses mengonversi penalti menjadi gol setelah pelanggaran di kotak terlarang, membawa Singo Edan memimpin 1-0 hingga turun minum.
Babak kedua, tensi pertandingan semakin memanas. PSIM mencoba mengejar ketertinggalan, dan keberuntungan seolah berpihak pada Laskar Mataram. Pada menit ke-88, gol penyama kedudukan akhirnya tercipta, bukan dari kaki pemain PSIM, melainkan melalui gol bunuh diri kontroversial dari gelandang Arema FC, Betinho, yang salah mengantisipasi umpan silang Ezequiel Vidal. Skor pun berubah menjadi 1-1, dan hasil ini bertahan hingga laga usai.
Kartu Merah Yann Motta: Titik Balik Pertandingan?
Salah satu momen krusial yang turut jadi penyebab hasil imbang Arema kontra PSIM adalah kartu merah yang diterima bek Arema FC, Yann Motta. Insiden ini terjadi pada menit ke-54, setelah Yann Motta diganjar kartu merah langsung akibat melanggar keras Nermin Haljeta dari PSIM sebagai pemain terakhir. Keputusan wasit ini, yang bahkan sempat ditinjau melalui VAR, memaksa Arema FC bermain dengan 10 pemain di sisa waktu pertandingan.
Unggul jumlah pemain tentu saja menjadi keuntungan besar bagi PSIM. Pelatih PSIM, Jean-Paul van Gastel, mengakui bahwa momen ini seharusnya bisa dimanfaatkan timnya untuk meraih kemenangan penuh. “Mereka bermain dengan 10 pemain. Jadi kita mencoba mencetak gol sampai akhir,” ujarnya. Namun, meski mendominasi serangan, PSIM masih kesulitan menembus pertahanan Arema yang kokoh.
Finishing Tumpul PSIM Jadi Sorotan Utama Pelatih
Meskipun mendominasi dan memiliki banyak peluang, terutama setelah Arema bermain dengan 10 pemain, PSIM Yogyakarta kesulitan mengonversinya menjadi gol. Inilah yang menjadi sorotan utama pelatih Jean-Paul van Gastel. Ia merasa sangat kecewa dengan hasil imbang ini. “Harusnya kita bisa mendapatkan enam poin,” keluhnya, merujuk pada dua laga awal PSIM di musim ini.
Van Gastel secara spesifik menyoroti masalah finishing PSIM atau penyelesaian akhir yang masih perlu banyak perbaikan. “Memang sejak pre-season, setelah memasuki final third itu menjadi masalah yang cukup penting, kita akan memperbaiki itu dari pertandingan ke pertandingan,” jelasnya. Menurutnya, ini bukan hanya soal ketajaman striker semata, melainkan juga tentang bagaimana antarpemain menemukan chemistry dan organisasi serangan yang lebih baik di area berbahaya lawan. Sebagai gambaran, PSIM melepaskan 6 tembakan sepanjang laga, berbanding 3 dari Arema FC, namun hanya satu yang berbuah gol (itu pun gol bunuh diri lawan).
Taktik Bertahan Arema dan Penyelamatan Gemilang Kiper
Di sisi Arema FC, pelatih Marcos Santos harus memutar otak setelah timnya bermain dengan 10 orang. Mereka terpaksa menerapkan taktik bertahan total untuk mengamankan satu poin. Santos mengakui bahwa PSIM tampil luar biasa dengan tekanan terus-menerus di lini tengah.
Selain solidnya lini belakang Arema, peran kiper Adi Satryo juga sangat vital. Ia tampil gemilang dengan melakukan empat penyelamatan penting yang menggagalkan peluang-peluang emas PSIM. Penampilannya bahkan membuatnya dinobatkan sebagai Man of the Match. Van Gastel juga sempat menyoroti adanya beberapa pemain Arema yang disebutnya sering terjatuh atau “sakit” setiap kali PSIM menyerang, sebuah taktik yang mungkin bertujuan untuk mengulur waktu dan menghalangi serangan PSIM.
Adaptasi Tim Promosi dan Tujuan Jangka Panjang
Perlu diingat, PSIM Yogyakarta adalah tim promosi yang baru kembali ke kasta tertinggi kompetisi sepak bola Indonesia setelah 18 tahun. Ini adalah “era baru” bagi Laskar Mataram. Van Gastel sendiri mengakui bahwa timnya masih dalam proses adaptasi dengan atmosfer Super League.
Meski kecewa, Van Gastel tetap bangga dengan kerja keras anak asuhnya dan hasil empat poin dari dua laga awal. Tujuan utama PSIM musim ini adalah tidak degradasi. Bek PSIM, Raka Cahyana, pun mengungkapkan rasa syukurnya atas satu poin yang didapat, berkat kerja keras seluruh tim. Hasil imbang Arema kontra PSIM ini, meskipun mengecewakan bagi PSIM, tetap menjadi pelajaran berharga untuk terus berbenah.
Kesimpulan:
Hasil imbang Arema kontra PSIM dengan skor 1-1 di Stadion Sultan Agung menjadi cerminan dari beberapa faktor kunci. Kartu merah Yann Motta yang membuat Arema bermain dengan 10 pemain, ditambah masalah finishing tumpul PSIM di sepertiga akhir lapangan, menjadi penyebab utama kegagalan PSIM meraih poin penuh. Di sisi lain, pertahanan rapat Arema dan penampilan heroik kiper Adi Satryo berhasil mengamankan satu poin bagi Singo Edan. Bagi PSIM, ini adalah catatan penting untuk terus memperbaiki penyelesaian akhir dan chemistry antarpemain. Semoga ke depannya, Laskar Mataram bisa tampil lebih tajam dan meraih hasil maksimal di setiap pertandingan Super League.