Yogyakarta, zekriansyah.com – Siapa yang tak kenal Simon Tahamata? Sosok legendaris ini, yang kini menjabat sebagai Kepala Pemandu Bakat Timnas Indonesia, selalu punya pandangan tajam tentang sepak bola. Baru-baru ini, analisis Simon Tahamata usai menit tonton Timnas U-23 menjadi perbincangan hangat, terutama setelah ia hanya menyaksikan 30 menit pertandingan Timnas U-23 Indonesia melawan Laos. Menariknya, dalam waktu sesingkat itu, ia sudah bisa menemukan celah krusial dalam skuad Garuda Muda. Artikel ini akan mengupas tuntas apa saja yang menjadi sorotan Simon dan mengapa kekurangan Timnas U-23 ini patut menjadi perhatian.
Simon Tahamata soroti kurangnya pemain sentral pengontrol lini tengah Timnas U-23 setelah hanya 30 menit menonton, ungkap ketergantungan pada serangan balik.
Mata Elang Simon Tahamata: Hanya 30 Menit Langsung Paham Masalahnya
Kejadian ini bermula pada Kamis, 4 September 2025, saat Simon Tahamata hadir dalam final Nusantara Open 2025 di Lapangan Garudayaksa, Kabupaten Bekasi. Di sela-sela acara tersebut, ia sempat menyaksikan pertandingan Timnas U-23 Indonesia melawan Laos yang berakhir imbang 0-0 di Kualifikasi Piala Asia U-23 2026.
Meski hanya menonton sekitar 20 hingga 30 menit terakhir laga, Simon Tahamata tak butuh waktu lama untuk mengidentifikasi kelemahan fundamental yang ada. Kemampuan analisisnya yang mumpuni memungkinkan ia langsung menunjuk inti permasalahan yang dihadapi oleh tim asuhan Gerald Vanenburg. Ini menunjukkan betapa tajamnya insting sepak bola dari mantan pemain Ajax Amsterdam tersebut.
Kekurangan Krusial: Absennya Jenderal Lapangan Tengah
Poin utama yang menjadi sorotan analisis Simon Tahamata adalah absennya seorang pemain yang benar-benar bisa menjadi pengendali permainan. Menurutnya, Timnas U-23 Indonesia saat ini tidak memiliki sosok sentral yang mampu mendominasi alur pertandingan dari lini tengah.
“Saya menontonnya (pertandingan Timnas U-23 melawan Laos) selama mungkin 20-30 menit terakhir. Menurut saya, kedua tim memainkan serangan-serangan balik, mungkin karena kita punya pemain yang seperti itu. Kita tidak punya pemain yang bisa mendominasi,” ujar Simon Tahamata, seperti dikutip dari berbagai sumber.
Komentar ini menyoroti kebutuhan akan seorang playmaker atau gelandang bertahan yang punya visi dan kemampuan mengatur tempo, mendistribusikan bola, serta menjadi otak serangan tim.
Serangan Balik Tanpa Kendali: Dilema Penguasaan Bola
Simon menjelaskan lebih lanjut bahwa baik Timnas U-23 Indonesia maupun Laos sama-sama mengandalkan skema serangan balik. Namun, ia melihat ada perbedaan krusial. Meskipun skuad Garuda Muda sering kali unggul dalam penguasaan bola, dominasi tersebut terasa hampa.
“Sangat sulit jika kita memainkan serangan balik,” tambahnya. Ketika Laos bertahan penuh, penguasaan bola Indonesia tidak diimbangi dengan kemampuan untuk membongkar pertahanan lawan secara terorganisir. Ini karena tidak ada pemain yang mampu mengendalikan dan mendikte jalannya pertandingan, membuat serangan terasa kurang terarah dan bergantung pada inisiatif individu.
Talenta Saja Tidak Cukup: Pesan Simon untuk Pemain Muda
Selain menyoroti aspek taktis, Simon Tahamata juga menyampaikan pesan penting bagi para pemain Timnas U-23 Indonesia. Ia menekankan bahwa talenta saja tidak cukup untuk mencapai level tertinggi dalam sepak bola modern.
“Kita punya talenta yang cukup di tim, tapi bukan hanya talenta yang dibutuhkan. Mereka selalu bilang bahwa ketika pemain punya talenta, maka Anda tidak perlu bekerja keras. Anda bekerja keras tapi tidak punya talenta, Anda bisa sukses. Tapi akan lebih baik jika Anda memiliki keduanya.”
Pesan ini sangat relevan, mengingatkan bahwa kerja keras, disiplin, dan etos pantang menyerah adalah fondasi yang harus selalu menyertai setiap talenta. Tanpa keduanya, potensi besar bisa saja terbuang sia-sia.
Dukungan Penuh untuk Staf Pelatih dan Harapan ke Piala Asia U-23 2026
Meskipun memberikan kritik yang tajam, Simon Tahamata tetap menaruh kepercayaan penuh kepada staf kepelatihan Timnas Indonesia, khususnya Gerald Vanenburg. Baginya, staf pelatih harus mampu memaksimalkan ketersediaan pemain yang ada dan menciptakan sistem yang paling efektif.
“Sangat sulit jika kita memainkan serangan balik, namun tidak apa-apa, itu adalah pilihan staf kepelatihan dari Timnas Indonesia. Dan mereka harus membuat sistem dengan pemain yang tersedia,” katanya.
Timnas U-23 Indonesia sendiri dihadapkan pada tantangan besar untuk bisa lolos ke putaran final Piala Asia U-23 2026 di Arab Saudi. Hanya juara grup yang otomatis melaju, meskipun peluang sebagai runner-up terbaik masih terbuka. Oleh karena itu, analisis Simon Tahamata usai menit tonton Timnas U-23 ini diharapkan menjadi evaluasi berharga untuk pertandingan-pertandingan kualifikasi selanjutnya.
Kesimpulan
Analisis Simon Tahamata yang cepat dan lugas tentang kekurangan Timnas U-23 Indonesia setelah hanya menonton 30 menit pertandingan melawan Laos memberikan pandangan yang sangat berharga. Sorotan utama pada absennya pemain pengendali permainan menunjukkan bahwa Indonesia perlu mencari sosok yang bisa menjadi “otak” di lapangan tengah.
Selain itu, pesan tentang pentingnya kerja keras di samping talenta adalah pengingat vital bagi para pemain muda. Semoga dengan evaluasi ini, Timnas U-23 Indonesia dapat berbenah, menemukan solusi terbaik, dan mewujudkan mimpi untuk berlaga di Piala Asia U-23 2026. Mari terus berikan dukungan penuh untuk Garuda Muda!