Yogyakarta, zekriansyah.com – Dunia pendidikan di Indonesia kembali diramaikan oleh aspirasi para guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Mereka, yang kini berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) namun dengan ikatan kontrak, menyuarakan keinginan kuat untuk diangkat menjadi PNS. Permintaan ini bukan tanpa alasan, melainkan didasari oleh serangkaian kekhawatiran terkait kepastian karier, hak, dan kesejahteraan.
Guru PPPK mendesak status PNS demi kepastian karier dan kesejahteraan, menyoroti isu krusial yang juga menjadi perhatian DPR.
Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa para guru PPPK minta diangkat menjadi PNS, respons dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta gambaran menyeluruh tentang kompleksitas status guru di Indonesia. Mari kita selami lebih dalam agar kita semua bisa memahami perjuangan dan harapan para pahlawan tanpa tanda jasa ini.
Suara Keresahan dari Lapangan: Mengapa PPPK Ingin Jadi PNS?
Bagi sebagian besar guru PPPK, status mereka saat ini, meskipun sudah menjadi ASN, masih menyisakan banyak pertanyaan. Ikatan Pendidik Nusantara (IPN) dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menjadi garda terdepan dalam menyuarakan keresahan ini ke hadapan Komisi X DPR RI.
Ancaman Kontrak dan Ketidakpastian Hukum
Salah satu kekhawatiran terbesar guru PPPK adalah sistem kontrak kerja mereka. Ketua Umum IPN, Hasna, mengungkapkan bahwa meskipun sudah ASN, guru PPPK tidak punya payung hukum dan kepastian untuk mendapatkan hak setelah pensiun. Ini berbeda jauh dengan guru PNS yang memiliki jaminan masa depan lebih jelas.
Hasna bahkan mencontohkan kasus seorang guru PPPK di Donggala, Sulawesi Tengah, yang kontraknya tidak diperpanjang dengan alasan anggaran disetop. “Cobalah pemerintah tolong kami, dan dari Komisi X ini menjembatani kami supaya kita tidak khawatir tentang bagaimana sistem kontrak ini,” ujar Hasna. Kondisi ini menciptakan rasa tidak aman dan kecemasan jangka panjang bagi para pendidik.
Tanpa Jenjang Karier, Bagaimana Profesionalisme?
Isu lain yang mengemuka adalah minimnya jenjang karier bagi guru PPPK. Padahal, banyak dari mereka yang sudah memiliki kualifikasi pendidikan tinggi, seperti S2 dan S3. Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, dan Kepala Departemen Bantuan Hukum PGRI, Maharani Siti Sofia, menegaskan bahwa beban kerja guru PPPK sama dengan guru PNS, tetapi perlakuan yang diterima berbeda, termasuk dalam hal kenaikan pangkat.
Ini tentu saja bisa memengaruhi motivasi dan semangat para guru untuk terus mengembangkan diri dan meningkatkan profesionalisme. Bagaimana bisa seorang pendidik berdedikasi tinggi merasa terganjal dalam pengembangan kariernya?
Kesejahteraan dan Hak Pensiun yang Belum Setara
Inti dari desakan ini adalah kesetaraan hak dan perlindungan hukum. Maharani Siti Sofia dari PGRI menyoroti bahwa guru PPPK belum mendapatkan jaminan pensiun, sementara guru PNS mendapatkan pensiun tetap. Ketimpangan ini menjadi sorotan utama, mengingat kontribusi mereka dalam mencerdaskan bangsa tidak kalah besar.
Menurut data Badan Kepegawaian Negara (BKN) per 31 Desember 2024, jumlah guru PPPK mencapai 1.167.900 orang, dan jumlah ini terus meningkat seiring program pengangkatan guru honorer menjadi PPPK. Di sisi lain, jumlah guru PNS cenderung menurun. Situasi ini membuat pengangkatan guru PPPK menjadi PNS semakin penting untuk menjamin kesejahteraan mereka.
Respons DPR: Dukungan dan Dorongan Regulasi
Aspirasi para guru ini tak bertepuk sebelah tangan. Komisi X DPR RI, melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama IPN dan PGRI, menunjukkan sinyal dukungan positif.
Komitmen Perlindungan Hukum dan Kepastian Kerja
Komisi X DPR menyatakan komitmennya untuk mendorong pemerintah segera menyusun regulasi yang menjamin perlindungan hukum dan kepastian kerja bagi guru dan tenaga kependidikan, baik yang non-ASN maupun ASN PPPK. Regulasi ini diharapkan mencakup pengaturan status kepegawaian, hak atas jaminan sosial dan kesejahteraan, serta perlindungan dari pemutusan kontrak kerja yang tidak jelas. Ini adalah langkah maju yang sangat dinanti.
Penguatan Skema PPPK Agar Setara PNS
Dorongan kuat juga diberikan agar skema ASN PPPK diperkuat hingga setara dengan PNS, terutama dalam hal hak pensiun, jenjang karier, dan perlindungan profesi. Ini menunjukkan bahwa DPR memahami inti permasalahan yang dialami para guru dan berupaya mencari solusi komprehensif.
Kajian Kebutuhan Guru dan Transformasi Tata Kelola
Wakil Ketua Komisi X DPR, MY Esti Wijayati, menekankan pentingnya pemerintah melakukan analisis dan kajian lebih detail terkait kebutuhan tenaga pendidik secara keseluruhan di Indonesia. Kajian ini harus mencakup per jenjang, per mata pelajaran, dan per wilayah, agar kebutuhan guru yang sesungguhnya dapat diketahui dan dipenuhi secara adil.
Selain itu, Komisi X DPR juga mendesak pemerintah untuk mempercepat transformasi tata kelola guru secara menyeluruh, mulai dari proses rekrutmen, pembinaan berkelanjutan, hingga kepastian hukum dalam satu kerangka regulasi setingkat Undang-Undang.
Nasib Guru Honorer R4: Tantangan Lain yang Tak Kalah Penting
Di balik perjuangan guru PPPK, ada pula jeritan hati para guru honorer yang nasibnya tak kalah memprihatinkan, khususnya guru honorer R4. Mereka adalah guru non-ASN yang belum atau tidak terdata dalam database resmi Badan Kepegawaian Negara (BKN), meskipun mungkin terdata di Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Jeritan Hati Guru R4 yang Tak Masuk Database
Redissa, seorang guru honorer R4 dari Bengkulu, tak kuasa menahan tangis saat menyampaikan aspirasinya di hadapan Komisi X DPR. Ia dan rekan-rekannya telah mengabdi selama 7 hingga 11 tahun, namun terhalang masuk database BKN, sehingga tidak masuk kelompok prioritas seleksi PPPK guru. Mereka merasa terbengkalai dan khawatir dengan nasib mereka di tengah janji penyelesaian honorer pada tahun 2025.
Beban Kerja Berat, Gaji Minim
Ironisnya, guru honorer R4 seringkali memikul beban kerja yang sama, bahkan lebih, dibanding guru ASN, namun dengan imbalan yang sangat minim. Redissa bercerita bahwa ia hanya menerima gaji Rp 30.000 per jam, atau sekitar Rp 540.000 per bulan jika mengajar 18 jam. Lebih miris lagi, mereka sering diminta menyelesaikan tugas di luar mengajar tanpa dibayar, seperti menjadi pembina OSIS.
Komisi X DPR pun merespons masalah ini dengan mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan proses pengangkatan guru R4 menjadi guru ASN melalui regulasi khusus.
Pro dan Kontra: Berbagai Sudut Pandang Publik
Wacana pengangkatan PPPK menjadi PNS ini tentu saja menuai beragam respons dari publik, tidak terkecuali di media sosial.
Pertanyaan tentang Rasa Syukur
Ada sebagian netizen yang mempertanyakan rasa syukur para guru PPPK, menganggap bahwa mereka sudah cukup sejahtera dan tidak perlu lagi menuntut status PNS. “Pppk sdh sejahtera eh masih menuntut trs diangkat PNS. Hallo rasa syukurmu kemana,” tulis salah satu netizen di kolom komentar Instagram @dpr_ri.
Pentingnya Keadilan dan Pengakuan
Namun, di sisi lain, desakan ini dipandang sebagai upaya untuk mencapai keadilan dan pengakuan atas pengabdian. Seperti yang ditegaskan oleh Sekjen II DPP IPN Pusat, Mitiar Hamid Kampai, ini adalah soal keadilan, perlindungan kerja yang pasti, dan pengakuan yang sepadan atas pengabdian. Bukan bentuk pembangkangan, melainkan keprihatinan atas perlakuan yang tidak setara.
Menuju Masa Depan yang Lebih Baik
Perjuangan guru PPPK minta diangkat menjadi PNS dan aspirasi para guru honorer merupakan cerminan dari kebutuhan akan sistem kepegawaian yang lebih adil, jelas, dan menjamin kesejahteraan para pendidik. Respons positif dari DPR menjadi angin segar, menandakan bahwa suara mereka didengar dan ada upaya serius untuk mencari solusi.
Semoga pembahasan ini bisa memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai kompleksitas status guru di Indonesia. Mari kita dukung upaya untuk menciptakan masa depan pendidikan yang lebih cerah, di mana setiap guru mendapatkan hak dan pengakuan yang layak atas dedikasi mereka dalam membentuk generasi penerus bangsa.
FAQ
Tanya: Mengapa guru PPPK merasa status mereka saat ini masih memiliki ketidakpastian dibandingkan guru PNS?
Jawab: Guru PPPK merasa tidak memiliki payung hukum dan kepastian hak setelah pensiun, berbeda dengan guru PNS yang memiliki jaminan masa depan lebih jelas.
Tanya: Apa perbedaan utama antara status guru PPPK dan guru PNS terkait hak pensiun?
Jawab: Guru PPPK tidak memiliki jaminan hak pensiun yang jelas seperti guru PNS yang memiliki kepastian terkait masa depan setelah pensiun.
Tanya: Siapa saja organisasi yang menyuarakan aspirasi guru PPPK untuk diangkat menjadi PNS?
Jawab: Organisasi yang menyuarakan aspirasi guru PPPK antara lain Ikatan Pendidik Nusantara (IPN) dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).