Korban Penguntitan Berisiko Lebih Tinggi Terkena Stroke dan Penyakit Jantung: Mengapa Ini Penting?

Dipublikasikan 4 September 2025 oleh admin
Kesehatan

Yogyakarta, zekriansyah.com – Pernahkah Anda membayangkan bahwa dikejar-kejar atau terus-menerus diawasi oleh seseorang—yang sering disebut penguntitan atau stalking—bisa berdampak serius pada kesehatan fisik Anda? Mungkin banyak dari kita mengira ini hanya masalah psikologis atau sosial. Namun, sebuah studi terbaru dari para peneliti Harvard mengungkap fakta mengejutkan: korban penguntitan berisiko lebih tinggi terkena stroke dan penyakit jantung dalam jangka panjang.

Korban Penguntitan Berisiko Lebih Tinggi Terkena Stroke dan Penyakit Jantung: Mengapa Ini Penting?

Studi Harvard terbaru mengungkap korban penguntitan berisiko lebih tinggi terkena stroke dan penyakit jantung, dengan risiko meningkat tajam bagi yang mengajukan perintah perlindungan.

Artikel ini akan membahas temuan penting dari studi tersebut, menjelaskan bagaimana kekerasan non-kontak ini bisa merusak kesehatan kardiovaskular Anda, dan mengapa kita semua perlu lebih serius dalam menghadapi masalah penguntitan. Mari kita selami lebih dalam agar kita bisa lebih waspada dan saling mendukung.

Studi Mengejutkan dari Harvard: Penguntitan Tingkatkan Risiko Stroke dan Penyakit Jantung

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal ternama Circulation ini bukan main-main. Studi ini mengamati lebih dari 66.000 perempuan berusia 36-56 tahun selama 20 tahun, dan hasilnya sangat mencengangkan. Para peneliti menemukan bahwa perempuan yang melaporkan pernah mengalami penguntitan memiliki risiko yang jauh lebih tinggi untuk menderita penyakit jantung dan stroke.

Berikut adalah beberapa angka penting yang perlu Anda ketahui:

  • 41% risiko lebih tinggi terkena penyakit kardiovaskular (seperti serangan jantung dan stroke) bagi perempuan yang pernah menjadi korban penguntitan.
  • Risiko ini bahkan melonjak menjadi 70% lebih tinggi bagi perempuan yang sampai harus mengajukan perintah perlindungan (restraining order) untuk menjaga diri dari penguntit.
  • Kelompok dengan risiko tertinggi adalah mereka yang mengalami penguntitan dan juga mengajukan perintah perlindungan, dengan kemungkinan penyakit jantung dan stroke lebih dari dua kali lipat dibandingkan yang tidak pernah mengalaminya.

Profesor epidemiologi psikiatri di Universitas Harvard, Karestan Koenen, yang juga penulis senior studi ini, menegaskan bahwa penguntitan seringkali diremehkan. “Bagi banyak orang, penguntitan tidak tampak seperti pengalaman yang serius, karena sering kali tidak melibatkan kontak fisik. Namun, penguntitan memiliki konsekuensi psikologis yang mendalam yang dapat berdampak fisik,” jelas Koenen. Ia bahkan menyamakan dampak penguntitan ini dengan bahaya kebiasaan merokok atau pola makan yang buruk bagi kesehatan. Ini adalah peringatan keras bahwa kekerasan non-fisik juga bisa mematikan.

Mengapa Stres Akibat Penguntitan Berbahaya bagi Jantung dan Otak?

Lalu, bagaimana bisa penguntitan—yang umumnya tidak melibatkan sentuhan fisik—berujung pada masalah serius seperti stroke dan penyakit jantung? Para peneliti berpendapat bahwa jawabannya terletak pada stres psikologis kronis.

Bayangkan saja, hidup dalam ketakutan, kecemasan, dan trauma yang terus-menerus akibat diawasi atau diancam. Kondisi ini seperti alarm bahaya yang tidak pernah berhenti berbunyi di dalam tubuh. Stres berkelanjutan ini dapat:

  • Mengganggu sistem saraf: Respons “lawan atau lari” (fight or flight) yang terus aktif bisa membebani tubuh.
  • Merusak fungsi pembuluh darah: Tekanan darah bisa meningkat, pembuluh darah menjadi kaku, dan peradangan kronis dapat terjadi.
  • Mengubah mekanisme biologis lain: Hormon stres yang tinggi dalam jangka panjang bisa berdampak negatif pada seluruh sistem tubuh, termasuk kesehatan jantung dan otak.

Dr. Harmony Reynolds, mantan ketua Komite Ilmiah Kesehatan Jantung dan Stroke Perempuan American Heart Association, menjelaskan bahwa efek stres semacam ini bersifat jangka panjang. “Mungkin karena secara alami kita cenderung terus memikirkan kembali peristiwa traumatis, yang membuat kita seolah mengalami kejadian itu berulang kali,” ujarnya. Hal ini menciptakan lingkaran setan stres yang terus-menerus membebani tubuh.

Fakta Angka Penguntitan: Masalah yang Lebih Luas dari Dugaan

Penguntitan bukanlah kasus langka. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, sekitar satu dari tiga perempuan dan satu dari enam laki-laki pernah mengalami penguntitan sepanjang hidup mereka. Di Uni Eropa, angkanya mencapai 18,5 persen.

Definisi penguntitan sendiri mencakup berbagai perilaku berulang yang tidak diinginkan, seperti:

  • Mengikuti atau memata-matai korban.
  • Kunjungan tanpa diundang ke rumah atau tempat kerja.
  • Pelecehan daring (cyberstalking).
  • Mengirim surat, pesan teks, atau panggilan telepon yang mengancam.

Meskipun dampaknya sangat serius, studi ini menyoroti bahwa penguntitan masih jarang dibahas secara mendalam dalam penelitian medis, padahal dapat menyebabkan trauma psikologis yang mendalam dan berpotensi merusak kesehatan fisik.

Implikasi Penting untuk Layanan Kesehatan dan Masyarakat

Temuan ini membawa implikasi besar bagi layanan kesehatan dan masyarakat secara luas. Ini bukan lagi sekadar masalah pribadi, melainkan ancaman kesehatan masyarakat yang membutuhkan perhatian serius.

Para penulis studi menyarankan beberapa langkah penting:

  1. Peningkatan Skrining: Tenaga medis perlu meningkatkan skrining untuk penguntitan dan bentuk kekerasan lainnya, terutama pada pasien perempuan yang berisiko.
  2. Dukungan Komprehensif: Menyediakan dukungan psikososial dan hukum yang kuat bagi korban penguntitan untuk melindungi diri dan meminimalkan risiko kesehatan jangka panjang.
  3. Pencegahan Akar Masalah: Pada tingkat kesehatan masyarakat, kita harus lebih proaktif dalam menangani dan mencegah akar penyebab kekerasan terhadap perempuan.

Meskipun studi ini sebagian besar melibatkan perawat kulit putih non-Hispanik, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penguntitan dan kekerasan seringkali lebih berdampak pada perempuan dari kelompok etnis minoritas dan komunitas berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyadari bahwa masalah ini bisa lebih kompleks dan meluas dari yang terlihat.

Kesimpulan

Penguntitan atau stalking bukan hanya sekadar gangguan mental, melainkan sebuah bentuk kekerasan yang memiliki dampak fisik jangka panjang yang serius, termasuk peningkatan risiko stroke dan penyakit jantung. Angka-angka dari studi Harvard ini menjadi pengingat yang kuat bahwa rasa tidak aman dan stres kronis dapat merusak tubuh kita secara mendalam.

Sudah saatnya kita mengubah pandangan terhadap penguntitan, menganggapnya sebagai bahaya kesehatan yang setara dengan faktor risiko lainnya. Dengan meningkatkan kesadaran, memberikan dukungan yang layak bagi para korban, dan berupaya mencegah kekerasan, kita bisa melindungi kesehatan fisik dan mental banyak orang. Mari bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung, di mana setiap individu dapat hidup bebas dari ketakutan dan ancaman.