Dinkes Parimo Bergerak Cepat: Gencarkan Pemeriksaan Warga Terdampak KLB Malaria

Dipublikasikan 4 September 2025 oleh admin
Kesehatan

Yogyakarta, zekriansyah.com – Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, kini tengah menghadapi tantangan serius. Setelah sempat menyandang status bebas malaria pada tahun 2024, kini daerah tersebut kembali dihadapkan pada peningkatan kasus yang signifikan, bahkan ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria. Menanggapi situasi ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Parigi Moutong tidak tinggal diam. Mereka bergerak cepat, menggencarkan pemeriksaan dan pengobatan bagi warga yang terdampak KLB malaria ini.

Artikel ini akan mengupas tuntas langkah-langkah yang diambil Dinkes Parimo, mengapa status darurat ini ditetapkan, serta bagaimana kita semua bisa berperan dalam upaya penanggulangan malaria agar Parimo bisa kembali bebas dari penyakit ini. Mari kita simak.

Status Darurat Ditetapkan, Mengapa?

Peningkatan kasus malaria di Parigi Moutong bukanlah hal sepele. Menurut data terbaru hingga Agustus 2025, setidaknya ada 160 hingga 168 kasus positif yang ditemukan. Angka ini melonjak tajam, mengingat Parimo baru saja meraih status eliminasi malaria dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Juni 2024.

Pemerintah Daerah Parimo, melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Nomor 300.2.2/809/BPBD, telah menetapkan Status Siaga Darurat Penanganan Bencana Non-Alam KLB Malaria 2025. Status ini berlaku selama 30 hari, dari 14 Agustus hingga 12 September 2025, dan bisa diperpanjang jika kondisi lapangan belum terkendali.

Lalu, apa pemicu peningkatan kasus ini? Kemenkes mengungkapkan, penularan pertama kali terdeteksi dari seorang pekerja tambang yang terinfeksi malaria impor dari Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. Dari sana, penularan lokal atau indigenous pun menyebar. Saat ini, lima kecamatan telah teridentifikasi sebagai wilayah terdampak, yaitu Sausu, Kasimbar, Taopa, Bolano Lambunu, dan Moutong. Kecamatan Moutong bahkan tercatat sebagai wilayah dengan kasus terbanyak.

Strategi Dinkes Parimo: Periksa dan Obati Masif

Menghadapi situasi darurat ini, Dinas Kesehatan Parigi Moutong bersama satuan tugas (Satgas) penanganan malaria melancarkan strategi komprehensif. Plt Kepala Dinkes Parimo, I Gede Widiadha, menjelaskan bahwa fokus utama adalah pemeriksaan dan pengobatan masif di seluruh wilayah terdampak.

“Kami telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk penguatan upaya penanggulangan,” kata Gede. Langkah-langkah penanganan ini melibatkan seluruh Puskesmas di wilayah terdampak, termasuk penyediaan logistik seperti obat-obatan antimalaria, alat diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT), dan kelambu berinsektisida. Untuk mendukung upaya ini, Dinkes Parimo juga akan mendapatkan dukungan anggaran dari Biaya Tak Terduga (BTT) pada APBD tahun 2025.

Pemeriksaan tidak hanya menyasar mereka yang menunjukkan gejala, tetapi juga akan dilakukan skrining menyeluruh di desa-desa untuk memastikan tidak ada lagi kasus yang luput. Ini adalah upaya nyata untuk memutus mata rantai penularan dan mencegah penyebaran yang lebih luas.

Menjaga Status Eliminasi yang Sempat Diraih

Pencapaian status eliminasi malaria pada tahun 2024 adalah sebuah kebanggaan bagi Parigi Moutong. Namun, lonjakan kasus saat ini menjadi peringatan keras. Gede Widiadha menegaskan bahwa penanganan serius sangat penting untuk mempertahankan status tersebut. Jika kasus terus bertambah tanpa upaya pengendalian yang efektif, Kemenkes berhak mencabut predikat eliminasi malaria yang telah susah payah diraih.

“Tentu menjadi catatan buruk terhadap kinerja pemda bila penanganan tidak dilakukan serius. Oleh karena itu, kami melakukan langkah-langkah cepat dan terukur menekan prevalensi kasus,” ujarnya.

Penting untuk diingat, malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Masyarakat yang terinfeksi namun tidak berobat bisa menjadi sumber penularan bagi orang lain. Oleh karena itu, selain upaya medis, edukasi dan partisipasi aktif masyarakat juga menjadi kunci.

Ajakan untuk Kewaspadaan Bersama

KLB malaria di Parigi Moutong ini bukan hanya menjadi perhatian lokal, tetapi juga menjadi pengingat penting bagi daerah lain, khususnya yang memiliki riwayat kasus atau yang baru saja mendapatkan status eliminasi. Kemenkes RI pun menyerukan beberapa langkah yang perlu diperkuat:

  • Penguatan Sistem Surveilans: Meningkatkan kewaspadaan dini dengan memantau laporan kasus malaria mingguan dan melakukan pemetaan daerah rentan.
  • Kesiapan Logistik: Memastikan ketersediaan obat antimalaria, RDT, dan kelambu di Puskesmas, serta melatih tenaga kesehatan.
  • Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat: Menggalakkan kembali Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) yang juga fokus pada nyamuk Anopheles, serta mengedukasi masyarakat (terutama pekerja tambang) untuk segera mencari pertolongan medis jika mengalami gejala demam menggigil dan pentingnya menggunakan kelambu saat tidur.
  • Pengendalian Vektor Terpadu: Kerja sama lintas sektor dalam manajemen lingkungan, seperti membersihkan genangan air dan tempat perindukan nyamuk, serta melakukan penyemprotan terarah.

Kondisi geografis Parigi Moutong dengan kawasan pesisir, perbukitan, dan area tambang rakyat juga menjadi tantangan, karena menyediakan habitat alami bagi nyamuk Anopheles. Bekas tambang yang tergenang air, misalnya, berpotensi menjadi tempat perindukan nyamuk.

Bersama Memutus Rantai Penularan Malaria

Upaya Dinas Kesehatan Parigi Moutong dalam menggencarkan pemeriksaan dan pengobatan warga terdampak KLB malaria adalah langkah krusial. Namun, keberhasilan penanggulangan ini tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga pada kesadaran dan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat.

Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, diharapkan kasus malaria di Parigi Moutong dapat segera dikendalikan, rantai penularan terputus, dan status eliminasi malaria yang pernah diraih dapat dipertahankan. Mari kita bersama-sama menjaga kesehatan lingkungan dan keluarga kita dari ancaman malaria.