Bursa Dunia Berpesta, Dolar Tertekan: Akankah IHSG dan Rupiah Kian Melaju Kencang?

Dipublikasikan 25 Juni 2025 oleh admin
Finance

Pasar keuangan global dan domestik baru-baru ini diselimuti euforia. Setelah periode yang penuh gejolak dan ketidakpastian, bursa saham dunia kembali berpesta, dolar Amerika Serikat (AS) melemah signifikan, dan di tengah dinamika tersebut, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) serta nilai tukar rupiah Indonesia menunjukkan sinyal kebangkitan yang kuat. Pertanyaan besar yang kini menghantui benak investor adalah: apakah momentum “nge-gas” ini akan berlanjut, ataukah ada bayangan volatilitas yang siap menghadang?

Bursa Dunia Berpesta, Dolar Tertekan: Akankah IHSG dan Rupiah Kian Melaju Kencang?

Artikel ini akan mengupas tuntas sentimen-sentimen kunci di balik pergerakan pasar terkini, menganalisis faktor pendorong, serta mengidentifikasi potensi risiko yang perlu dicermati. Kita akan menyelami mengapa bursa dunia sudah pesta & dolar ambles, ihsg rupiah lanjut nge-gas? menjadi narasi dominan saat ini, dan apa implikasinya bagi prospek investasi Anda.

Gencatan Senjata Timur Tengah: Katalis Utama Pesta Bursa Global

Pemicu utama di balik euforia pasar global belakangan ini adalah meredanya tensi geopolitik di Timur Tengah. Pernyataan mendadak Presiden AS Donald Trump pada Senin (23/6/2025) malam waktu AS, yang mengumumkan tercapainya gencatan senjata antara Iran dan Israel, seketika menyuntikkan optimisme ke pasar. Para investor yang sebelumnya dihantui kekhawatiran akan eskalasi konflik dan dampaknya terhadap ekonomi global, kini bisa bernapas lega.

Respons pasar sangat cepat dan masif. Bursa saham Wall Street, sebagai barometer ekonomi global, langsung terbang tinggi pada perdagangan Selasa (24/6/2025) atau Rabu dini hari waktu AS. Indeks Dow Jones Industrial Average melesat 1,19% ke 43.089,02, S&P 500 menguat 1,11% menjadi 6.092,18, dan Nasdaq Composite melonjak 1,43% ke 19.912,53. Bahkan, Nasdaq 100 mencetak rekor penutupan baru di 22.190,52.

Tidak hanya di AS, bursa saham Eropa juga mengakhiri hari dengan penguatan signifikan. Indeks Stoxx Europe 600 naik 1,2%, DAX Jerman menguat 1,6%, dan CAC 40 Prancis naik 1%. Sentimen positif ini merupakan bekal berharga bagi pasar keuangan Indonesia.

Meredanya ketegangan geopolitik juga berdampak langsung pada harga komoditas. Harga minyak mentah, yang sebelumnya melonjak akibat kekhawatiran gangguan pasokan dari Selat Hormuz (jalur vital 20% pasokan minyak dunia), kini anjlok tajam. Minyak mentah AS ditutup melemah 6%, sementara Brent jatuh 6,1%. Penurunan harga minyak ini, yang sempat merosot lebih dari 7% sehari sebelumnya, menjadi kabar baik bagi sektor-sektor tertentu, seperti maskapai penerbangan, yang sahamnya ikut menguat.

Menurut Jon Brager, manajer portofolio di Palmer Square Capital Management, pasar telah memutuskan bahwa risiko geopolitik ini kini sudah berlalu, dan fokus kemungkinan akan kembali ke tarif dan kebijakan fiskal. Ini menunjukkan pergeseran sentimen investor dari kekhawatiran krisis menjadi peluang pemulihan ekonomi.

Dolar AS Ambles, Rupiah Menguat Signifikan: Sinyal dari The Fed?

Seiring dengan meredanya tensi geopolitik, dolar AS turut mengalami tekanan. Indeks dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama lainnya, mengalami pelemahan sebesar 0,28% ke level 98,16 pada pukul 15:00 WIB (24/6/2025). Pelemahan dolar AS ini menjadi berkah tersendiri bagi mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.

Nilai tukar rupiah berhasil rebound signifikan, ditutup menguat 0,82% ke posisi Rp16.345 per dolar AS kemarin. Penguatan ini sangat kontras dengan kondisi rupiah beberapa waktu sebelumnya yang sempat tertekan. Sepanjang bulan Juni 2025, rupiah pernah melemah hingga Rp16.500 per dolar AS (23/6/2025, 14/5/2025) dan bahkan sempat menyentuh Rp16.800 per dolar AS pada April 2025. Pergerakan ini mengindikasikan adanya pembalikan sentimen positif terhadap aset-aset berdenominasi rupiah.

Salah satu faktor kunci di balik pelemahan dolar AS adalah pernyataan dari anggota Dewan Gubernur The Fed, Michelle Bowman. Ia menyebutkan adanya kemungkinan penurunan suku bunga dalam waktu dekat apabila inflasi tetap terkendali. Sinyal pelonggaran kebijakan moneter dari bank sentral terbesar dunia ini secara langsung menekan nilai dolar AS, menjadikannya kurang menarik bagi investor yang mencari yield tinggi.

Dampak positif dari sentimen ini juga terlihat di pasar obligasi Indonesia. Yield surat utang tenor 10 tahun RI terpantau mengalami penurunan tajam, turun 11,2 basis poin (bps) menjadi 6,70%. Penurunan yield ini, yang berbanding terbalik dengan harga, menunjukkan bahwa investor kembali membeli obligasi RI. Ini adalah indikasi kuat kembalinya kepercayaan investor terhadap pasar keuangan domestik, yang diharapkan dapat membuat ihsg rupiah lanjut nge-gas.

IHSG Bangkit dari Keterpurukan: Sektor dan Saham Penggerak

Di tengah pesta bursa global dan amblesnya dolar, pasar saham Indonesia, khususnya IHSG, menunjukkan performa yang mengesankan. Setelah melanjutkan koreksi dalam empat hari berturut-turut sejak pekan lalu, IHSG akhirnya bergairah pada perdagangan Selasa (24/6/2025), menguat signifikan 1,21% ke posisi 6.869,17. Sepanjang hari, indeks bahkan sempat bertengger di rentang 6.852,11-6.924,97.

Pencapaian ini sangat berarti mengingat IHSG sempat ambles 1,70% ke 6.789,710 pada penutupan sesi I Senin (23/6/2025), dan bahkan sempat jatuh hingga 2% ke level 6.751,86 pada perdagangan pagi hari yang sama, menjadi level terendah sejak 2 November 2021. Rebound ini didorong oleh aksi beli yang masif, dengan nilai transaksi mencapai Rp11,9 triliun yang melibatkan 20,36 miliar saham dalam 1,21 juta kali transaksi. Kapitalisasi pasar pun ikut terkerek naik menjadi Rp12,05 triliun.

Sektor properti menjadi bintang utama dengan terbang tinggi 4,86%. Diikuti oleh bahan baku (2,35%), kesehatan (2,2%), dan konsumer non-primer (1,98%). Saham raksasa properti PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) menjadi salah satu penggerak utama IHSG, naik 7,27% dan berkontribusi 3,33 indeks poin.

Selain properti, saham-saham perbankan berkapitalisasi besar (big caps) juga menjadi penopang utama kebangkitan IHSG:

  • PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyumbang 10,22 indeks poin.
  • PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) 9,25 indeks poin.
  • PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) 9,18 indeks poin.
  • PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) 2,88 indeks poin.

Menariknya, meskipun investor asing secara keseluruhan masih melakukan penjualan bersih sebesar Rp928,88 miliar di seluruh pasar pada Selasa (24/6/2025), mereka tercatat melakukan pembelian bersih di saham-saham pilihan, terutama bank-bank besar. Misalnya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) menjadi pilihan utama dengan net foreign buy Rp66,63 miliar, diikuti oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) sebesar Rp14,46 miliar. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada aksi jual umum, investor asing selektif dalam mengakumulasi saham-saham fundamental kuat yang prospektif di masa depan.

Bayang-bayang Kebijakan The Fed dan Gejolak Politik: Potensi Volatilitas Menghadang

Meskipun sentimen positif mendominasi, pelaku pasar tetap perlu mewaspadai potensi volatilitas yang dapat menghambat laju ihsg rupiah lanjut nge-gas. Beberapa sentimen yang berpotensi memengaruhi pergerakan pasar hari ini dan ke depan antara lain:

  1. Sikap Hawkish Jerome Powell: Berlawanan dengan sinyal pelonggaran dari Michelle Bowman, Ketua The Fed Jerome Powell dalam kesaksian di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR AS (24/6/2025) menyampaikan bahwa pemangkasan suku bunga belum akan dilakukan dalam waktu dekat. Powell menyatakan masih menunggu kepastian mengenai dampak ekonomi dari kebijakan tarif yang sedang dirancang oleh Presiden Trump. Pernyataan ini menunjukkan The Fed tidak terburu-buru dalam melonggarkan kebijakan moneter, yang bisa menjadi sentimen negatif bagi pasar jika ekspektasi penurunan suku bunga terlalu tinggi.

  2. Kekecewaan Trump terhadap Gencatan Senjata: Beberapa jam setelah mengumumkan gencatan senjata, Presiden Trump menyampaikan kekecewaannya. Ia menuduh Israel dan Iran sama-sama telah melanggar perjanjian damai yang baru dibuat. Trump bahkan secara khusus menyoroti Israel yang disebutnya meluncurkan serangan besar ke ibu kota Iran, Teheran, dan mengancam konsekuensi jika hal itu terus berlanjut. Meskipun pasar telah mencoba mengabaikan risiko geopolitik, ketidakstabilan di Timur Tengah yang terus berlanjut, ditambah dengan retorika keras dari Trump, dapat kembali memicu kekhawatiran dan volatilitas.

  3. Ancaman Perang Dagang/Tarif Trump: Selain isu geopolitik, kebijakan tarif yang dicanangkan Trump juga menjadi bayang-bayang. Rencana tarif AS untuk semikonduktor dan industri otomotif, serta komponen otomotif, dapat memicu perang dagang global yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi dunia. Jika ketegangan perdagangan ini meningkat, kepercayaan konsumen dan investasi dapat terganggu, yang pada akhirnya memengaruhi pasar keuangan.

Kombinasi antara sikap hati-hati The Fed dan potensi gejolak politik/perdagangan yang dimotori oleh Trump dapat menciptakan dinamika “tarik-ulur” di pasar. Investor akan terus mencermati setiap pernyataan dan perkembangan, menjadikan pasar bergerak fluktuatif.

Kesimpulan: Momentum Positif dengan Kewaspadaan Tinggi

Pasar keuangan Indonesia, dengan IHSG dan rupiah yang berhasil bangkit dari keterpurukan, memang sedang menikmati momentum positif yang didorong oleh meredanya tensi geopolitik dan sinyal pelemahan dolar AS. Bursa dunia yang berpesta menjadi bekal berharga bagi pasar domestik untuk ihsg rupiah lanjut nge-gas. Sentimen dari potensi penurunan suku bunga The Fed oleh Michelle Bowman juga menambah optimisme.

Namun, laju “nge-gas” ini tidak lepas dari tantangan. Sikap Ketua The Fed Jerome Powell yang masih hawkish dan potensi gejolak baru dari pelanggaran gencatan senjata atau kebijakan tarif Trump, menjadi faktor risiko yang patut diwaspadai. Pasar akan terus diwarnai oleh tarik-ulur sentimen positif dan negatif, menuntut kehati-hatian dan strategi yang adaptif dari para investor.

Pada akhirnya, apakah IHSG dan rupiah akan kian melaju kencang, sangat bergantung pada bagaimana keseimbangan antara sentimen positif dari meredanya ketegangan geopolitik dan potensi risiko dari kebijakan moneter The Fed serta dinamika politik global akan terwujud. Investor disarankan untuk tetap mengikuti perkembangan berita ekonomi dan politik secara cermat, serta mempertimbangkan diversifikasi portofolio untuk menghadapi potensi volatilitas yang mungkin timbul. Momentum memang ada, tetapi kewaspadaan adalah kunci di tengah ketidakpastian global yang masih membayangi.