BRIN Kembangkan Pestorita: Inovasi Deteksi Dini Penyakit Zoonosis dari Hewan ke Manusia

Dipublikasikan 1 September 2025 oleh admin
Pendidikan Dan Pengetahuan Umum

Yogyakarta, zekriansyah.com – Pernahkah Anda mendengar tentang penyakit zoonosis? Ini adalah penyakit yang bisa menular dari hewan ke manusia, dan sayangnya, di Indonesia masih banyak kasus yang belum terungkap, terutama yang dibawa oleh tikus. Padahal, hewan pengerat ini bisa membawa penyakit berbahaya seperti pes, leptospirosis, rickettsiosis, hingga hantavirus. Seringkali, gejalanya mirip dengan demam berdarah atau tifus, membuat deteksinya menjadi tantangan besar.

BRIN Kembangkan Pestorita: Inovasi Deteksi Dini Penyakit Zoonosis dari Hewan ke Manusia

BRIN kembangkan Pestorita, inovasi deteksi dini penyakit zoonosis dari hewan ke manusia untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.

Kabar baiknya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tidak tinggal diam! Melalui Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman, BRIN kembangkan Pestorita, sebuah alat revolusioner untuk deteksi dini penyakit zoonosis. Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa inovasi ini sangat penting, bagaimana Pestorita bekerja, dan upaya kolaboratif BRIN dalam menjaga kesehatan kita semua.

Mengapa Deteksi Dini Zoonosis Penting untuk Kesehatan Kita?

Bayangkan saja, Anda merasa demam, lemas, atau mual. Sekilas, mungkin Anda mengira itu hanya flu biasa atau demam berdarah. Namun, bagaimana jika sebenarnya itu adalah penyakit yang ditularkan dari hewan, seperti leptospirosis yang dibawa tikus? Karena gejalanya mirip, seringkali diagnosis awal bisa salah, menunda penanganan yang tepat dan berpotensi memperburuk kondisi.

Penyakit zoonosis bukan hanya ancaman bagi kesehatan individu, tetapi juga bisa memengaruhi stabilitas ekonomi, ketahanan pangan, dan bahkan keanekaragaman hayati. Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN, Indi Dharmayanti, menegaskan bahwa peningkatan frekuensi dan dampak penyakit ini disebabkan oleh banyak faktor, termasuk globalisasi, perubahan lingkungan, dan interaksi manusia-hewan yang semakin intens. Oleh karena itu, kemampuan untuk melakukan deteksi dini zoonosis menjadi sangat krusial agar kita bisa mencegah penyebarannya lebih lanjut dan memberikan penanganan yang cepat.

Pestorita: Harapan Baru dari BRIN untuk Deteksi Cepat

Menjawab tantangan tersebut, periset BRIN Farida D. Handayani dan timnya menciptakan Pestorita. Alat ini dirancang untuk menjadi solusi yang murah, mudah, dan dapat digunakan di fasilitas kesehatan sederhana, bahkan di daerah terpencil sekalipun.

Pengembangan Pestorita melalui jalan yang tidak singkat. Risetnya dirancang dalam peta jalan tiga tahun, mencakup:

  • Pemetaan genetik patogen penyebab zoonosis.
  • Pengembangan PCR lokal (Polymerase Chain Reaction) yang lebih terjangkau.
  • Pembuatan rapid test (RDT) yang praktis.

Farida D. Handayani menjelaskan bahwa tujuan utama riset ini adalah menghasilkan alat deteksi praktis dan terjangkau yang bisa mendukung diagnosis penyakit zoonosis secara luas. Saat ini, tim fokus pada pengembangan deteksi leptospirosis, bahkan membandingkan empat produk RDT IgM yang beredar di Indonesia untuk menemukan yang paling efektif.

“Riset ini upaya menghasilkan alat deteksi praktis dan terjangkau untuk mendukung diagnosis penyakit zoonosis,” ungkap Farida D. Handayani.

Meskipun RDT berbasis antigen masih memerlukan uji lanjut untuk meningkatkan sensitivitas, tim periset juga menyiapkan in-house PCR sebagai pelengkap. Inisiatif ini juga didukung oleh kolaborasi dengan pihak-pihak penting seperti Universitas Amsterdam, PT Konimex, dan laboratorium Leptospira di Salatiga, menunjukkan komitmen kuat BRIN dalam menghasilkan produk lokal berkualitas untuk memperkuat upaya deteksi penyakit zoonosis di Indonesia.

Pendekatan “One Health”: Kunci Penanganan Zoonosis Menyeluruh

BRIN tidak hanya fokus pada pengembangan alat deteksi, tetapi juga memperkuat kolaborasi riset dengan pendekatan One Health. Apa itu One Health? Ini adalah konsep kolaboratif multidisiplin yang mengintegrasikan kebijakan dan upaya kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan lingkungan.

Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN, Indi Dharmayanti, menekankan bahwa pemerintah berkomitmen menangani ancaman penyakit zoonosis dengan strategi ini.

“Riset lintas disiplin menjadi solusi yang cerdas untuk meningkatkan pencegahan, deteksi, dan respons terhadap penyakit zoonosis dan penyakit baru, sehingga dibutuhkan pendekatan terpadu dalam upaya penanganannya,” kata Indi.

Pendekatan ini sangat penting karena wabah penyakit seperti COVID-19, Nipah, flu burung, dan Ebola telah mengingatkan kita akan adanya kesenjangan dalam sistem pemantauan, prediksi, dan pengendalian penyakit zoonosis. Dengan One Health, kita bisa memahami dan memitigasi risiko dengan lebih baik, serta memberikan perlindungan yang lebih baik untuk kesehatan masyarakat, melestarikan keanekaragaman hayati, dan memastikan pembangunan berkelanjutan.

Kolaborasi dan Riset Lanjutan BRIN dalam Mengatasi Zoonosis

Selain Pestorita, BRIN juga aktif dalam berbagai riset BRIN lain untuk mengatasi penyakit zoonosis. Contohnya, BRIN berkolaborasi dengan SIKIA Universitas Airlangga Banyuwangi meneliti deteksi penyakit parasitik dari rodensia (hewan pengerat) di wilayah Banyuwangi menggunakan metode PCR yang sangat sensitif. Mereka menemukan hasil positif untuk trypanosoma lewisi, Helminth Capillaria hepatica, hingga kista taenia dengan angka kejadian tinggi pada tikus yang disampling di area kumuh dan pasar tradisional.

BRIN juga memprioritaskan riset untuk berbagai penyakit zoonosis lain yang ada di Indonesia, termasuk:

  • Rabies: Dengan pendekatan zona dan tahapan (SARE) serta pengembangan early warning system.
  • Antraks: Melalui tata laksana hewan hidup, lingkungan tercemar, dan vaksinasi hewan.
  • Cacing Nematoda Trichuris dan Cacing Cestode Hymenolepis: Parasit pada primata yang juga bersifat zoonosis, terkait erat dengan sanitasi dan higienitas.
  • Protozoa Cryptosporidum: Penyakit parasit yang pernah mewabah akibat kontaminasi jus dan sayuran.

Tak hanya itu, BRIN juga menyusun peta jalan riset resistensi antimikroba dan mengembangkan vaksin serta obat-obatan terkait penyakit zoonosis. Semua upaya ini menunjukkan komitmen kuat BRIN dalam memperkuat penelitian, sistem pengawasan, dan kolaborasi riset baik di tingkat nasional maupun internasional.

Menuju Indonesia yang Lebih Sehat dengan Deteksi Dini

Inovasi seperti Pestorita adalah angin segar dalam upaya kita menghadapi ancaman penyakit zoonosis. Dengan alat yang murah, mudah, dan praktis ini, diharapkan deteksi dini zoonosis dapat dilakukan secara lebih luas dan cepat, terutama di fasilitas kesehatan sederhana.

Upaya BRIN kembangkan Pestorita ini, ditambah dengan pendekatan One Health dan berbagai riset BRIN lainnya, adalah langkah konkret menuju Indonesia yang lebih tangguh dalam menghadapi tantangan kesehatan. Mari kita dukung terus inovasi dan kolaborasi ini, karena kesehatan kita bergantung pada kesiapsiagaan dan langkah proaktif dalam mendeteksi serta mencegah penyakit. Bersama, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat untuk semua!

FAQ

Tanya: Apa itu penyakit zoonosis dan mengapa penting untuk mendeteksinya secara dini?
Jawab: Penyakit zoonosis adalah penyakit yang menular dari hewan ke manusia, dan deteksi dini penting untuk mencegah penyebaran dan penanganan yang tepat agar tidak memperburuk kondisi.

Tanya: Hewan apa saja yang berpotensi menularkan penyakit zoonosis seperti yang disebutkan dalam artikel?
Jawab: Artikel menyebutkan hewan pengerat seperti tikus sebagai pembawa penyakit berbahaya seperti pes, leptospirosis, rickettsiosis, dan hantavirus.

Tanya: Bagaimana cara kerja Pestorita yang dikembangkan oleh BRIN?
Jawab: Pestorita adalah alat revolusioner yang dikembangkan oleh BRIN untuk deteksi dini penyakit zoonosis dari hewan ke manusia.

Tanya: Mengapa gejala penyakit zoonosis seringkali sulit dibedakan dari penyakit lain seperti demam berdarah atau tifus?
Jawab: Gejala penyakit zoonosis seperti demam, lemas, atau mual seringkali mirip dengan penyakit umum lainnya, sehingga diagnosis awal bisa salah dan menunda penanganan yang tepat.