Yogyakarta, zekriansyah.com – Kabar duka kembali mengguncang dunia kesehatan, kali ini datang dari Inggris. Seorang bayi mungil harus kehilangan nyawanya akibat batuk rejan, penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi. Tragedi ini bukan hanya sekadar berita, tapi juga menjadi sorotan tajam dan pengingat betapa seriusnya dampak turunnya cakupan vaksinasi terhadap kesehatan anak-anak, terutama bayi yang sangat rentan. Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa batuk rejan begitu berbahaya bagi bayi, bagaimana penurunan vaksinasi berkontribusi pada kasus-kasus tragis ini, dan langkah apa yang bisa kita ambil untuk mencegahnya. Mari kita pahami bersama demi melindungi generasi penerus kita.
Kematian bayi di Inggris akibat batuk rejan menjadi bukti nyata dampak penurunan cakupan vaksinasi terhadap kerentanan anak terhadap penyakit yang seharusnya dapat dicegah.
Memahami Batuk Rejan (Pertusis): Ancaman Serius bagi Bayi
Batuk rejan, atau dalam istilah medis disebut pertusis, adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Penyakit ini bukan batuk biasa; ia sangat menular dan bisa berakibat fatal, terutama bagi bayi dan anak-anak di bawah usia dua tahun.
Gejala Khas dan Perkembangan Penyakit
Awalnya, gejala batuk rejan mungkin mirip flu biasa: pilek, bersin, mata merah, dan batuk ringan. Namun, setelah satu atau dua minggu, gejalanya akan memburuk menjadi batuk keras yang terus-menerus. Batuk ini sering diiringi suara tarikan napas tinggi yang khas, seperti “whoop” atau melengking, karena penderitanya berusaha keras menarik napas setelah serangkaian batuk yang panjang. Pada bayi, batuk ini bahkan bisa menyebabkan apnea (henti napas sementara) dan kulit tampak membiru karena kekurangan oksigen.
Komplikasi yang Mengintai Nyawa Si Kecil
Bagi bayi, terutama yang belum mendapatkan imunisasi lengkap, batuk rejan sangat berbahaya. Komplikasi yang bisa timbul meliputi:
- Pneumonia: Infeksi paru-paru yang parah.
- Dehidrasi dan Penurunan Berat Badan: Akibat muntah setelah batuk dan kesulitan makan.
- Kejang: Karena kurangnya pasokan oksigen ke otak.
- Kerusakan Otak: Kekurangan oksigen dalam waktu lama dapat merusak fungsi otak.
- Kematian: Ini adalah risiko terburuk, seperti yang terjadi pada bayi di Inggris ini.
Ketika Kekebalan Komunitas Melemah: Data Vaksinasi di Inggris
Kematian bayi akibat batuk rejan di Inggris ini terjadi di tengah kondisi tingkat vaksinasi yang menurun drastis. Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA) melaporkan bahwa cakupan imunisasi anak dan ibu hamil kini berada pada level terendah dalam 15 tahun terakhir.
Angka yang Mengkhawatirkan
Data menunjukkan bahwa hampir 1 dari 5 anak SD di Inggris tidak sepenuhnya terlindungi dari penyakit seperti batuk rejan, campak, polio, tetanus, dan difteri. Angka ini menempatkan Inggris jauh di bawah ambang batas 95% yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity). Sebagai contoh:
- Hanya 83,7% anak berusia lima tahun yang telah menerima dua dosis vaksin campak, gondongan, dan rubella (MMR).
- Penerimaan vaksin booster untuk empat penyakit sekaligus (polio, batuk rejan, tetanus, dan difteri) baru mencapai 81,4% pada anak-anak berusia lima tahun.
Penurunan ini bukan hanya terjadi pada anak-anak. Pada tahun 2024 saja, Inggris telah mengonfirmasi 2.793 kasus batuk rejan, dengan lima kematian bayi yang tragis. Ini adalah pengingat bahwa saat cakupan vaksinasi menurun, penyakit yang seharusnya sudah terkendali dapat kembali mengancam.
Peran Krusial Vaksinasi Ibu Hamil untuk Perlindungan Bayi
Kasus bayi di Inggris meninggal batuk rejan ini juga menyoroti pentingnya vaksinasi pada ibu hamil. Ibu dari bayi tersebut dilaporkan belum mendapat imunisasi terkait batuk rejan. Padahal, vaksinasi pertusis pada ibu hamil dapat memberikan perlindungan penting bagi bayi sejak dalam kandungan hingga minggu-minggu pertama kehidupannya, sebelum bayi cukup umur untuk menerima dosis vaksin pertamanya. Cakupan vaksinasi pertusis untuk ibu hamil di Inggris hanya sekitar 72,6%, jauh dari target yang diharapkan. Idealnya, vaksinasi ini diberikan antara minggu ke-20 dan ke-32 kehamilan.
Mencegah Tragedi Berulang: Pentingnya Vaksinasi dan Kewaspadaan
Mencegah batuk rejan dan komplikasi fatalnya adalah tanggung jawab bersama. Vaksinasi adalah cara terbaik dan paling efektif untuk melindungi diri dan komunitas kita.
Jadwal Vaksinasi DPT yang Wajib Dipatuhi
Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis/Batuk Rejan, dan Tetanus) adalah vaksinasi dasar yang sangat penting untuk bayi. Di Indonesia, imunisasi dasar DPT diberikan pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Selanjutnya, imunisasi booster diberikan pada usia 18 bulan, 5 tahun, 10–12 tahun, dan bahkan dianjurkan setiap 10 tahun sekali untuk orang dewasa. Dengan mematuhi jadwal ini, kita membangun benteng pertahanan yang kuat terhadap penyakit mematikan ini.
Perlindungan Ganda dari Ibu ke Bayi
Bagi ibu hamil, mendapatkan vaksinasi pertusis pada trimester kedua atau ketiga (idealnya antara minggu ke-20 hingga ke-32) adalah investasi besar untuk kesehatan bayi. Antibodi yang terbentuk dalam tubuh ibu akan ditransfer ke bayi, melindunginya sejak lahir dari risiko batuk rejan yang sangat berbahaya di usia dini.
Gaya Hidup Sehat sebagai Benteng Pertahanan
Selain vaksinasi, praktikkan juga perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Menjaga kebersihan tangan, menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin, serta menghindari kontak dengan orang sakit, dapat membantu mengurangi risiko penularan infeksi pernapasan, termasuk batuk rejan.
Kematian bayi di Inggris akibat batuk rejan adalah pengingat yang menyakitkan akan dampak turunnya cakupan vaksinasi. Mari kita tingkatkan kesadaran dan komitmen untuk melengkapi imunisasi, baik bagi diri sendiri, anak-anak, maupun ibu hamil. Dengan begitu, kita bisa mencegah tragedi serupa terulang dan memastikan masa depan yang lebih sehat bagi semua. Jangan biarkan penyakit yang bisa dicegah merenggut nyawa orang-orang terkasih.
FAQ
Tanya: Mengapa batuk rejan sangat berbahaya bagi bayi?
Jawab: Bayi memiliki sistem kekebalan tubuh yang belum matang sehingga lebih rentan terhadap komplikasi serius dari batuk rejan, seperti pneumonia, kejang, kerusakan otak, bahkan kematian.
Tanya: Bagaimana penurunan cakupan vaksinasi bisa menyebabkan peningkatan kasus batuk rejan?
Jawab: Ketika cakupan vaksinasi menurun, kekebalan kelompok (herd immunity) melemah, membuat bakteri penyebab batuk rejan lebih mudah menyebar dan menginfeksi individu yang tidak divaksinasi, termasuk bayi yang belum bisa divaksin.
Tanya: Apa saja gejala awal batuk rejan yang perlu diwaspadai pada bayi?
Jawab: Gejala awal batuk rejan pada bayi bisa menyerupai flu biasa, seperti pilek, bersin, mata merah, dan batuk ringan, yang kemudian berkembang menjadi batuk parah.