Yogyakarta, zekriansyah.com – Pernahkah Anda membayangkan apa jadinya jika luar angkasa didengar? Sebagian besar dari kita mungkin akan langsung membayangkan keheningan mutlak, sebuah kehampaan di mana tak ada satu pun suara yang bisa merambat. Namun, di balik persepsi umum ini, para ilmuwan justru menemukan fakta yang sangat menarik: luar angkasa menyimpan “musik” dan “suara” tersembunyi yang menakjubkan. Berkat teknologi canggih, kini kita bisa sedikit mengintip dan “mendengar” misteri alam semesta. Artikel ini akan membawa Anda menyelami jawaban ilmuwan tentang fenomena suara di luar angkasa dan bagaimana kita bisa mendengarnya.
Ilmuwan berhasil menerjemahkan data kosmik menjadi “simfoni rahasia” alam semesta, mengungkapkan suara tersembunyi di luar angkasa melalui proses sonifikasi.
Mengapa Ruang Angkasa Terasa Hening Bagi Manusia?
Sebelum kita membahas bagaimana ilmuwan bisa “mendengar” luar angkasa, penting untuk memahami mengapa sebenarnya alam semesta terasa begitu hening. Jawabannya terletak pada sifat dasar suara itu sendiri. Suara adalah getaran yang membutuhkan medium, seperti udara, air, atau benda padat, untuk bisa merambat.
Nah, sebagian besar luar angkasa adalah ruang hampa, artinya hampir tidak ada partikel, gas, atau medium lain yang cukup padat untuk menghantarkan gelombang suara. Bahkan di antara galaksi, rata-rata hanya ada kurang dari satu atom per meter kubik. “Kalau tidak ada gas atau medium, tidak ada suara,” jelas Chris Impey, seorang profesor astronomi dari University of Arizona. Jadi, meskipun ada “suara” di galaksi lain, getarannya mustahil sampai ke Bima Sakti karena terhalang oleh kekosongan kosmik yang sangat luas.
Sonifikasi: Ketika Data Kosmik Menjadi “Musik” yang Bisa Didengar
Meskipun ruang hampa membuat suara tidak dapat merambat secara langsung seperti di Bumi, para ilmuwan punya cara cerdik untuk “mendengar” fenomena di luar angkasa. Caranya adalah melalui teknologi yang disebut sonifikasi. Ini adalah proses mengubah data dan gelombang yang dikumpulkan oleh teleskop atau wahana antariksa, yang biasanya berupa visual atau angka, menjadi bunyi yang bisa didengar manusia.
“Ada simfoni sunyi di alam semesta. Mengapa tidak kita ubah agar bisa kita dengar sendiri?” kata Kimberly Arcand dari NASA’s Chandra X-ray Observatory. Metode ini bukan hanya cara kreatif untuk memahami data yang kompleks, tetapi juga membuka pintu bagi pengalaman unik, terutama bagi penyandang tunanetra, untuk “mendengar” jagat raya yang selama ini hanya bisa dilihat. Seperti yang diungkapkan oleh Nic Bonne, astronom tunanetra dari Universitas Portsmouth, Inggris, “Meminta orang untuk hanya menggunakan satu indra saja, itu sama saja dengan membatasi.” Sonifikasi data luar angkasa memungkinkan kita merasakan alam semesta dengan cara yang lebih intuitif dan mendalam.
Berbagai “Suara” yang Berhasil Disonifikasi oleh Ilmuwan
Berkat sonifikasi, kita jadi tahu bahwa berbagai fenomena di luar angkasa memiliki “suara” atau pola getarannya sendiri yang unik.
Dengungan Lubang Hitam yang Misterius
Pada tahun 2003, para ilmuwan menemukan sebuah lubang hitam supermasif di gugus galaksi Perseus yang memuntahkan gas panas. Proses ini menciptakan gelombang tekanan yang mirip dengan gelombang suara. Meskipun frekuensi nada yang dihasilkan sangat rendah—sebuah B flat rendah, 57 oktaf di bawah nada C tengah—dan terlalu rendah untuk bisa didengar manusia secara langsung, data ini berhasil disonifikasi. Rekaman sonifikasi ini menghasilkan suara “dengungan yang menakutkan dan kuat,” memberikan gambaran menarik tentang aktivitas lubang hitam yang lapar. Erin Kara, seorang fisikawan dari MIT, menyebutkan bahwa ini sangat membantu untuk menjelaskan konsep astrofisika yang rumit dengan cara yang lebih mudah dipahami.
“Kicauan” dari Tabrakan Lubang Hitam
Salah satu penemuan paling menarik adalah “suara” dari tabrakan lubang hitam biner. Ketika dua lubang hitam supermasif berputar satu sama lain, mereka memancarkan gelombang gravitasi dengan frekuensi yang semakin tinggi seiring dengan mendekatnya tabrakan. Pada tahun 2015, Observatorium Gelombang Gravitasi Laser Interferometer (LIGO) berhasil mencatat gelombang ini untuk pertama kalinya. Ketika data ini disonifikasi, hasilnya adalah “kicauan pendek yang meninggi” yang memicu rasa ingin tahu masyarakat akan kemungkinan mempelajari astronomi melalui indra pendengaran.
Bisikan Angin di Planet Lain
Bukan hanya fenomena kosmik raksasa, bahkan hembusan angin di planet lain pun bisa “didengar”. Beberapa wahana penjelajah Mars dilengkapi mikrofon khusus yang bisa merekam hembusan angin di Planet Merah. Namun, karena atmosfer Mars yang sangat tipis, frekuensi suaranya menjadi sangat rendah dan berada di luar jangkauan pendengaran manusia. Bayangkan, bagaimana pula suara angin di Venus yang atmosfernya jauh lebih padat? Data yang dikumpulkan oleh wahana BepiColombo juga berhasil diinterpretasikan menjadi suara yang mirip angin, yang sebenarnya merupakan variasi medan magnet planet akibat partikel berkecepatan tinggi dari Matahari.
“Nyanyian” dan “Pekikan” Matahari
Ya, bahkan Matahari kita juga “bersuara”! Wahana antariksa NASA, Parker Solar Probe, berhasil merekam “pekikan bernada tinggi” saat melesat melalui korona luar Matahari. Suara ini disebabkan oleh angin surya yang bergerak cepat setelah terlontar dari Matahari.
Selain itu, melalui studi helioseismologi—ilmu yang mempelajari getaran atau osilasi pada Matahari—para ilmuwan berhasil mengubah data getaran alami Matahari menjadi suara. Matahari menghasilkan gelombang tekanan dari kantong-kantong besar gas panas yang bergerak ratusan ribu mil per jam, membuat atmosfernya bergejolak seperti air mendidih. Jika dikonversikan, suara Matahari sangat keras, sekitar 100 desibel, setara dengan suara konser rock. Namun, karena ruang hampa, kita tidak bisa mendengarnya langsung di Bumi. Data yang disonifikasi menunjukkan Matahari memiliki suara seperti dengungan rendah dan konstan, gemuruh dari erupsi, dan nada tinggi dari osilasi magnetik.
Kesimpulan
Jadi, meskipun luar angkasa secara fisik adalah ruang hampa di mana suara tidak dapat merambat langsung, jawaban ilmuwan melalui teknologi sonifikasi telah membuka dimensi baru dalam memahami alam semesta. Dari dengungan lubang hitam yang misterius, kicauan tabrakan galaksi, bisikan angin di Mars, hingga “nyanyian” dan “pekikan” Matahari, kita kini bisa “mendengar” simfoni kosmik yang selama ini tersembunyi.
Penemuan ini tidak hanya memperkaya pemahaman kita tentang fenomena luar angkasa yang kompleks, tetapi juga menunjukkan bagaimana inovasi ilmiah bisa menjembatani batasan indra manusia. Kita mungkin tidak bisa benar-benar mendengar luar angkasa dengan telinga telanjang, tetapi berkat dedikasi para ilmuwan, kita bisa merasakan dan mengapresiasi keindahan serta misteri alam semesta dengan cara yang belum pernah ada sebelumnya. Mari terus menjelajahi keajaiban luar angkasa bersama!
FAQ
Tanya: Jika luar angkasa adalah ruang hampa, bagaimana ilmuwan bisa mendengar suara atau musik dari sana?
Jawab: Ilmuwan tidak mendengar suara secara langsung, melainkan mengubah data dari gelombang elektromagnetik atau plasma menjadi suara yang bisa kita dengar.
Tanya: Apa jenis “suara” atau “musik” yang bisa didengar dari luar angkasa?
Jawab: Suara yang dihasilkan biasanya berupa gelombang radio, plasma, atau getaran dari fenomena kosmik seperti lubang hitam dan bintang neutron.
Tanya: Apakah suara luar angkasa ini bisa didengar oleh telinga manusia tanpa alat khusus?
Jawab: Tidak, suara dari luar angkasa tidak bisa didengar langsung oleh telinga manusia karena memerlukan konversi data menjadi gelombang suara yang dapat dipersepsikan.