Yogyakarta, zekriansyah.com – Perjalanan ke luar angkasa selalu menyimpan pesona sekaligus tantangan yang luar biasa. Bayangkan, meninggalkan Bumi yang akrab, melayang di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), dan kemudian kembali lagi. Belum lama ini, dunia dibuat terpukau oleh kisah kepulangan para astronot NASA dari ISS, sebuah perjalanan yang tidak hanya menguji ketahanan fisik dan mental, tetapi juga membuka lembaran baru dalam eksplorasi antariksa.
Kembalinya astronot NASA dari ISS usai misi menegangkan di luar angkasa, soroti tantangan fisik-mental dan kolaborasi internasional dalam eksplorasi angkasa.
Artikel ini akan membawa Anda menyelami pengalaman mendebarkan para astronot NASA saat kembali ke Bumi, menyingkap dampak perjalanan luar angkasa pada tubuh mereka, dan melihat sekilas ambisi NASA untuk kembali menjejakkan kaki di Bulan. Mari kita ikuti kisah mereka!
Dua Misi Pulang ke Bumi: Kisah Heroik dari ISS
Baru-baru ini, ada dua kelompok astronot yang berhasil kembali ke Bumi setelah menjalani misi panjang di ISS. Kedua kepulangan ini punya ceritanya masing-masing, yang menunjukkan betapa kompleks dan penuh kejutan dunia antariksa itu.
Baca juga: Empat Astronot Lintas Negara Kembali ke Bumi Usai Misi Penting di ISS
Perjalanan Crew-10: Lima Bulan di Orbit
Pada 9 Agustus 2025, empat astronot dari misi SpaceX Crew-10 sukses mendarat di Samudra Pasifik, dekat pantai California, AS. Mereka adalah Anne McClain dan Nichole Ayers dari NASA, Takuya Onishi dari JAXA (Jepang), serta Kirill Peskov dari Roscosmos (Rusia). Setelah hampir lima bulan bertugas di ISS, kapsul Crew Dragon “Endurance” membawa mereka pulang dengan selamat.
Selama di ISS, tim ini sibuk dengan berbagai eksperimen ilmiah, mulai dari mempelajari pertumbuhan tanaman hingga efek gaya berat mikro pada mata manusia. Misi ini adalah bukti nyata keberhasilan kolaborasi internasional dalam eksplorasi luar angkasa.
‘Terjebak’ Sembilan Bulan: Kisah Butch Wilmore dan Suni Williams
Kisah kepulangan yang tak kalah dramatis datang dari dua astronot NASA, Butch Wilmore dan Suni Williams. Mereka mendarat di perairan lepas pantai Florida pada 18 Maret 2025, setelah “terdampar” di ISS selama sembilan bulan. Awalnya, misi mereka hanya direncanakan selama delapan hari!
Mengapa bisa begitu lama? Wahana Boeing Starliner yang membawa mereka ke ISS mengalami masalah teknis, termasuk kebocoran gas helium dan gangguan sistem pendorong. NASA memutuskan tidak mengambil risiko dan mengizinkan mereka pulang dengan kapsul SpaceX Dragon.
Selama “terjebak” di ISS, Butch dan Suni tidak diam. Mereka melakukan banyak eksperimen, spacewalk (bahkan Suni memecahkan rekor sebagai perempuan yang terlama berjalan di luar stasiun), dan bahkan menggunakan hak pilih dalam Pemilu AS dari orbit. Mereka juga berolahraga dua jam lebih setiap hari untuk menjaga kebugaran di lingkungan tanpa gravitasi.
Astronot Suni Williams mengungkapkan perasaannya saat itu:
“Kondisi ini membuka pintu untuk membuat saya bisa berpikir sedikit berbeda. Ini satu-satunya planet yang kita miliki dan kita harus menjaganya.”
Kepulangan mereka disambut haru dan sukacita, bahkan ada sekelompok lumba-lumba yang berenang mengelilingi kapsul mereka saat mendarat di laut, seolah ikut menyambut.
Dampak Luar Angkasa pada Tubuh Astronot
Berbulan-bulan melayang di ISS tanpa gravitasi Bumi tentu memberi dampak signifikan pada tubuh astronot. Ini bukan sekadar liburan, lho! Tubuh manusia dirancang untuk gravitasi Bumi, sehingga saat di luar angkasa, beberapa perubahan tak terhindarkan terjadi:
- Penyusutan Otot dan Tulang: Tanpa gravitasi, otot tidak bekerja keras menopang tubuh, sehingga bisa menyusut dengan cepat. Kepadatan tulang juga berkurang sekitar 1 persen per bulan, mirip dengan penuaan satu tahun di Bumi.
- Perubahan Tinggi Badan: Tulang belakang bisa mengembang di luar angkasa, membuat astronot menjadi sedikit lebih tinggi. Namun, saat kembali ke Bumi, tulang belakang akan mengempis kembali, seringkali menyebabkan nyeri punggung.
- Masalah Penglihatan: Cairan tubuh cenderung naik ke kepala di mikrogravitasi, menekan mata dan saraf optik. Ini bisa menyebabkan penglihatan kabur atau bahkan perubahan permanen pada beberapa astronot.
- Kulit Menjadi Sensitif: Telapak kaki menjadi rapuh karena tidak menopang berat badan, bahkan kapalan bisa hilang. Beberapa astronot juga mengalami ruam dan kulit sensitif.
- Perubahan Sistem Kardiovaskular dan Imun: Sirkulasi darah melambat, produksi sel darah merah menurun, dan sistem kekebalan tubuh melemah.
Untungnya, sebagian besar efek ini bersifat sementara dan tubuh astronot akan mulai pulih setelah beberapa minggu atau bulan kembali ke Bumi melalui program rehabilitasi intensif.
Melampaui ISS: Visi NASA Menuju Bulan dan Mars
Meskipun ISS menjadi rumah sementara bagi para astronot untuk penelitian dan eksperimen, pandangan NASA tidak berhenti di orbit Bumi. Ada ambisi besar untuk kembali menjejakkan kaki di Bulan dan bahkan melangkah lebih jauh ke Mars.
Program Artemis: Mengembalikan Manusia ke Bulan
NASA sedang gencar dengan Program Artemis, yang bertujuan untuk membawa manusia kembali ke Bulan setelah hampir setengah abad sejak misi Apollo. Program Artemis III direncanakan akan mengirim manusia ke Bulan sekitar tahun 2027. Tujuan ini bukan hanya untuk mengibarkan bendera, tetapi juga untuk membangun kehadiran manusia jangka panjang di Bulan sebagai batu loncatan menuju Mars.
Salah satu tantangan terbesar untuk tinggal lama di Bulan adalah energi. NASA dan Pemerintah AS berencana untuk menempatkan reaktor nuklir di Bulan pada tahun 2030, yang akan menyediakan pasokan energi stabil, jauh lebih efisien daripada tenaga surya.
Tantangan NASA di Era Modern
Perjalanan ke Bulan dan Mars bukanlah tanpa halangan. NASA menghadapi berbagai tantangan, termasuk:
- Pemotongan Anggaran dan Perampingan Pegawai: Ini bisa memperlambat kemajuan misi.
- Persaingan Global: Negara-negara lain seperti China, Rusia, India, dan Jepang juga aktif dalam perlombaan luar angkasa, meningkatkan kompetisi.
- Ketergantungan pada Mitra Swasta: Program Kru Komersial NASA bermitra dengan perusahaan swasta seperti SpaceX dan Boeing, yang terkadang menimbulkan tantangan teknis, seperti yang dialami Butch dan Suni.
Namun, semangat eksplorasi tidak pernah padam. Seperti kata Anne McClain dari Crew-10, “Misi ini bergantung pada orang-orang yang berdedikasi untuk menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri.”
Kesimpulan
Kisah kepulangan para astronot NASA dari ISS ke Bumi adalah pengingat akan ketabahan dan dedikasi luar biasa yang dibutuhkan untuk menjelajahi luar angkasa. Dari pengalaman Crew-10 yang mulus hingga drama sembilan bulan Butch dan Suni, setiap misi adalah langkah maju bagi kemanusiaan.
ISS terus menjadi laboratorium penting di orbit, sementara pandangan NASA sudah tertuju pada misi ambisius ke Bulan dan Mars. Tantangan ada di depan mata, tetapi dengan semangat kolaborasi dan inovasi, masa depan eksplorasi antariksa terlihat semakin cerah. Mari kita nantikan pencapaian-pencapaian luar biasa berikutnya dari para penjelajah Bumi di luar angkasa!