Astronot NASA dan Roscosmos Amati Dampak Perubahan Tubuh di Luar Angkasa: Apa Saja yang Terjadi pada Mereka?

Dipublikasikan 13 Agustus 2025 oleh admin
Pendidikan Dan Pengetahuan Umum

Yogyakarta, zekriansyah.com – Bayangkan saja hidup di tempat di mana gravitasi hampir tidak ada. Kedengarannya seru, kan? Bisa melayang bebas, tanpa beban! Tapi, di balik kesan keren itu, ada tantangan besar yang harus dihadapi oleh tubuh manusia. Para astronot NASA dan kosmonot Roscosmos yang bertugas di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) tahu betul ini. Mereka tak henti-hentinya melakukan penelitian mendalam untuk mengamati dan memahami bagaimana tubuh manusia beradaptasi—atau mungkin malah bermasalah—di lingkungan mikrogravitasi yang ekstrem.

Astronot NASA dan Roscosmos Amati Dampak Perubahan Tubuh di Luar Angkasa: Apa Saja yang Terjadi pada Mereka?

Astronot NASA dan Roscosmos di Stasiun Luar Angkasa Internasional tengah menjalani riset mendalam mengenai dampak fisiologis dari mikrogravitasi, termasuk atrofi otot dan kehilangan tulang, untuk menghadapi tantangan misi luar angkasa jangka panjang.

Artikel ini akan mengajak Anda menyelami berbagai perubahan tubuh yang dialami para penjelajah antariksa ini, mulai dari otot yang melemah hingga sistem kekebalan yang terganggu. Memahami hal ini bukan hanya sekadar rasa ingin tahu, tapi juga sangat krusial untuk merancang misi luar angkasa jangka panjang di masa depan, termasuk perjalanan ambisius ke Mars!

Otot dan Tulang: Ketika Gravitasi Tak Ada

Di Bumi, setiap langkah, setiap gerakan, bahkan sekadar berdiri diam, otot dan tulang kita bekerja keras melawan gravitasi. Nah, di luar angkasa, kondisi ini sirna. Tanpa beban gravitasi, otot dan tulang tidak lagi mendapatkan tekanan yang diperlukan untuk tetap kuat.

Dampak yang paling jelas adalah penurunan massa otot (atrofi otot) dan pengeroposan tulang. Dalam beberapa minggu saja di luar angkasa, astronot bisa kehilangan hingga 20% massa otot, terutama di bagian kaki dan punggung. Sementara itu, kepadatan tulang bisa berkurang sekitar 1-2% per bulan, sebuah angka yang setara dengan penuaan tulang selama setahun di Bumi. Ini meningkatkan risiko osteoporosis dan patah tulang.

Untuk memerangi efek ini, para astronot diwajibkan menjalani latihan fisik intensif setidaknya dua jam setiap hari, menggunakan treadmill, sepeda statis, dan alat angkat beban khusus. Namun, setelah kembali ke Bumi, proses pemulihan masih panjang. Massa otot mungkin pulih dalam hitungan bulan, tetapi massa tulang bisa memakan waktu bertahun-tahun untuk kembali normal—dan bahkan strukturnya mungkin tidak akan pernah sama persis seperti sebelumnya. Contoh nyata terlihat pada Astronot NASA Sunita Williams dan Barry ‘Butch’ Wilmore yang setelah sembilan bulan terjebak di ISS, membutuhkan bantuan serius untuk bisa berdiri tegak saat kembali ke Bumi.

Pelajari lebih lanjut tentang astronot nasa: kisah di sini: astronot nasa: kisah.

Jantung dan Sirkulasi Darah: Pergeseran Cairan Tubuh

Di Bumi, gravitasi menarik cairan tubuh ke bawah. Di luar angkasa, tanpa tarikan ini, cairan tubuh cenderung bergeser ke bagian atas. Akibatnya, wajah astronot bisa terlihat bengkak sementara kaki mereka mengecil.

Pergeseran cairan ini juga memengaruhi jantung. Jantung tidak perlu bekerja sekeras di Bumi, sehingga ukurannya bisa sedikit mengecil dan bentuknya cenderung membulat, menjadikannya kurang efisien dalam memompa darah. Sirkulasi darah pun melambat, dan produksi sel darah merah menurun. Kondisi ini meningkatkan risiko aritmia (detak jantung tidak normal) dan trombosis (pembekuan darah).

Saat kembali ke Bumi, astronot sering mengalami hipotensi ortostatik, yaitu penurunan tekanan darah secara tiba-tiba saat berdiri, yang bisa menyebabkan pusing atau bahkan pingsan. Untuk mengatasi masalah ini, penelitian terus dilakukan. Misalnya, Kosmonot Roscosmos Sergey Ryzhikov dan Alexey Zubritsky mempelajari sistem mikrosirkulasi dengan sensor, sementara Teknisi Penerbangan NASA Don Pettit memantau peredaran darah Astronot JAXA Takuya Onishi menggunakan teknologi Ultrasound. Pakaian antariksa bertekanan negatif juga dikembangkan untuk membantu menarik cairan tubuh ke kaki, mencegah tekanan berlebih pada kepala dan mata.

Mata dan Otak: Tantangan untuk Indra dan Kognisi

Lingkungan luar angkasa juga memberikan tantangan besar bagi indra dan fungsi kognitif. Pada mata, perubahan tekanan di tengkorak akibat mikrogravitasi dapat mengubah bentuk bola mata, menyebabkan penurunan pandangan atau rabun dekat pada sebagian besar astronot, bahkan meningkatkan risiko katarak. Astronot NASA Mike Fincke dan Zena Cardman melakukan eksperimen khusus untuk mengidentifikasi perubahan anatomi dan fungsi mata ini.

Untuk otak dan keseimbangan, sistem vestibular (alat keseimbangan di telinga bagian dalam) sangat terganggu. Hal ini menyebabkan fenomena yang dikenal sebagai Space Motion Sickness, di mana astronot sering mengalami mual, pusing, dan disorientasi di hari-hari pertama penerbangan. Kesulitan dalam persepsi ruang juga umum terjadi. Selain itu, paparan radiasi kosmik yang lebih tinggi di luar angkasa juga berpotensi merusak otak dan mempercepat timbulnya penyakit seperti Alzheimer. Astronot NASA Jonny Kim menjalani tes khusus untuk memantau adaptasi indra keseimbangan, arah, dan ingatannya di kondisi tanpa bobot, serta mengumpulkan sampel darah dan urin untuk melacak perubahan fungsi otak.

Sistem Kekebalan Tubuh dan Microbiome: Pertahanan yang Melemah

Sistem kekebalan tubuh astronot cenderung melemah di luar angkasa, membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi. Beberapa virus laten seperti herpes dan cacar air bahkan bisa kembali aktif. Gejala seperti ruam kulit juga sering dilaporkan, yang dikaitkan dengan reaksi berlebihan sistem kekebalan tubuh.

Menariknya, dunia mikroorganisme di dalam dan pada tubuh kita, yang disebut microbiome, juga mengalami perubahan signifikan. Penelitian menunjukkan bahwa perjalanan luar angkasa dapat memiliki dampak sementara dan jangka panjang pada microbiome astronot, dan perubahan ini terkait erat dengan perubahan fungsi kekebalan tubuh. Misalnya, microbiome pencernaan sebagian astronot justru menjadi lebih beragam di luar angkasa, mungkin karena variasi makanan yang tersedia di stasiun. Namun, pada kulit, terjadi pengurangan signifikan pada jenis bakteri pelindung yang disebut proteobakteri, yang bisa menjelaskan mengapa kulit astronot menjadi lebih sensitif, kering, dan rentan peradangan.

Dampak Psikologis: Stres dan Isolasi

Selain tantangan fisik, kesehatan mental juga menjadi perhatian serius bagi para penjelajah antariksa. Kehidupan di ruang terbatas, jauh dari rumah, dengan interaksi sosial yang terbatas, dapat menyebabkan tekanan psikologis. Gangguan tidur, kecemasan, dan bahkan depresi adalah masalah yang mungkin muncul. Ritme sirkadian tubuh yang diatur oleh siklus siang dan malam di Bumi, juga terganggu di luar angkasa. Untuk mengatasinya, astronot diberikan jadwal kerja dan tidur yang ketat, serta akses ke teknologi pencahayaan khusus yang membantu mengatur ritme sirkadian mereka, di samping dukungan psikologis yang terus-menerus.

Misi Masa Depan: Memahami Adaptasi demi Keberhasilan

Misi ke luar angkasa adalah salah satu pencapaian terbesar umat manusia, namun juga membawa tantangan medis yang kompleks. Para astronot NASA dan kosmonot Roscosmos beserta tim ilmuwan di Bumi terus bekerja keras mengamati dan memahami setiap detail perubahan tubuh ini. Penelitian yang mereka lakukan sangat krusial untuk merancang strategi dan teknologi baru guna menjaga kesehatan dan keselamatan astronot dalam misi jangka panjang di masa depan, seperti perjalanan ke Mars yang akan memakan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Adaptasi tubuh manusia memang luar biasa, namun ada batasnya. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana tubuh kita bereaksi terhadap kondisi ekstrem di luar angkasa, kita bisa memastikan bahwa eksplorasi kosmik akan terus berlanjut dengan aman dan sukses. Masa depan penjelajahan alam semesta bergantung pada kemampuan kita untuk menjaga kondisi fisik dan mental para pahlawan antariksa ini.

FAQ

Tanya: Apa saja dampak utama perubahan tubuh yang dialami astronot di luar angkasa?
Jawab: Astronot mengalami penurunan massa otot (atrofi otot) dan pengeroposan tulang karena tidak adanya beban gravitasi yang menstimulasi keduanya.

Tanya: Seberapa cepat otot astronot bisa melemah di luar angkasa?
Jawab: Dalam beberapa minggu saja di luar angkasa, astronot bisa kehilangan hingga 20% massa otot, terutama di bagian kaki dan punggung.

Tanya: Mengapa pemahaman dampak perubahan tubuh astronot penting untuk misi luar angkasa jangka panjang?
Jawab: Pemahaman ini krusial untuk merancang strategi pencegahan dan penanganan agar astronot tetap sehat selama misi luar angkasa jangka panjang, termasuk perjalanan ke Mars.