Yogyakarta, zekriansyah.com – Di dunia sepak bola, tak ada yang lebih menarik dari ‘andai saja’. Sebuah pertanyaan sederhana yang bisa memicu perdebatan panjang di warung kopi hingga forum daring. Bagi para penggemar Manchester United, pertanyaan ini mungkin lebih sering muncul belakangan ini. Terutama saat melihat kondisi klub yang sedang terseok-seok, banyak yang bertanya-tanya: andai tahun lalu Manchester United mendengarkan saran dari para legenda dan pengamat, akankah nasib mereka berbeda jauh? Mari kita selami beberapa momen krusial di mana Setan Merah seolah melewatkan kesempatan emas, yang mungkin kini berujung pada penyesalan mendalam.
Analisis mendalam: Apakah keputusan Manchester United di bursa transfer musim panas lalu, terutama kegagalan merekrut Harry Kane, menjadi akar krisis yang melanda klub saat ini?
Rio Ferdinand dan Dua Blunder Transfer Besar yang Terlewatkan
Legenda Manchester United, Rio Ferdinand, baru-baru ini menyuarakan penyesalan besarnya. Menurutnya, keterpurukan klub pasca-era Sir Alex Ferguson sebenarnya bisa dihindari. Ferdinand meyakini hanya dengan dua rekrutan kunci pada musim panas 2023, nasib Setan Merah bisa sangat berbeda. Sayangnya, klub justru melewatkan kesempatan emas tersebut.
Harry Kane: Striker yang Terlewatkan
Ferdinand tanpa ragu menunjuk kegagalan merekrut Harry Kane sebagai sebuah blunder fatal. Kesempatan itu datang pada musim panas 2023, sebelum sang striker akhirnya pindah ke Bayern Munich.
“Saya pikir jika mereka membayar angka yang diinginkan Spurs, mereka akan mendapatkannya,” kata Rio Ferdinand. “Dan jika kita percaya itu, maka saya pikir jika itu tidak terjadi hanya karena selisih beberapa juta di sana-sini, saya pikir itu adalah keputusan yang mengerikan.”
Bayangkan, seorang striker kelas dunia yang sudah terbukti di Liga Inggris bisa didapatkan, namun urung terjadi hanya karena perbedaan harga. Kini, MU berjuang menemukan ketajaman di lini depan, sementara Kane terus mencetak gol di Jerman.
Duet Impian: Kane dan Declan Rice untuk Perubahan Mentalitas
Namun, pandangan Ferdinand tidak berhenti pada sosok Harry Kane saja. Ia percaya ada satu nama lagi yang bisa menjadi tandem sempurna untuk mengubah mentalitas skuad, yaitu Declan Rice. Kombinasi keduanya diyakini bisa memberikan dampak instan bagi Manchester United.
“Saya sejujurnya berpikir, saya akan mengatakan ini dan saya yakin, jika United pergi dan mendapatkan Declan Rice dan Harry Kane di jendela transfer itu, Man United berada di tempat yang berbeda sekarang,” tegas Ferdinand. “Karena ini kembali ke lingkungan, kedua pemain itu mendorong sebuah lingkungan. Anda mendapatkan dua pemain yang merupakan tipe orang yang rendah hati, para profesional top.”
Rice, yang akhirnya bergabung dengan Arsenal, telah membuktikan dirinya sebagai gelandang jangkar kelas atas yang tak hanya solid dalam bertahan, tetapi juga memiliki visi menyerang dan kepemimpinan. Kehadiran dua pemain seperti ini diyakini Ferdinand bisa mengangkat standar dan mentalitas seluruh tim, sesuatu yang sangat dibutuhkan Manchester United yang sedang terpuruk.
Kisah Cody Gakpo: Saran Legenda yang Tak Didengar
Satu lagi kisah “andai saja” datang dari bursa transfer Januari 2023. Pelatih PSV kala itu, Ruud van Nistelrooy, legenda lain bagi Manchester United, menyarankan bintang mudanya, Cody Gakpo, untuk memilih Old Trafford. Van Nistelrooy percaya MU menawarkan potensi yang lebih besar baginya.
“Impian Gakpo adalah Manchester United, ia menjalin kontak dengan Ten Hag sejak Agustus tahun lalu,” ucap Van Nistelrooy. “Saya juga maunya ia ke Man United – bukan cuma karena MU klub saya dan saya cinta mereka. Melainkan juga karena mereka lebih baik dari Liverpool dan menawarkan lebih banyak potensi untuk pemain mereka.”
Namun, Gakpo akhirnya menolak saran sang legenda dan memilih bergabung dengan Liverpool, konon karena rayuan Virgil van Dijk. Realitanya, Gakpo memang sempat kesulitan menunjukkan performa terbaiknya di awal karier bersama The Reds. Andai saja ia mendarat di Manchester United yang memang sangat membutuhkan striker saat itu, ceritanya mungkin akan berbeda.
Peringatan Paul Scholes tentang Casemiro yang Terabaikan
Tidak hanya soal transfer, nasihat dari legenda juga terkadang menyangkut manajemen pemain di lapangan. Paul Scholes, ikon lini tengah Manchester United, pernah mengingatkan klub untuk mengistirahatkan Casemiro pasca-kemenangan besar atas Real Betis di Liga Europa. Scholes merasa Casemiro dan Luke Shaw sudah terlalu banyak bermain dan butuh istirahat.
Namun, Erik ten Hag tetap menurunkan Casemiro di laga akhir pekan berikutnya melawan Southampton. Apa yang terjadi? Casemiro diganjar kartu merah kontroversial, membuatnya absen di empat pertandingan berikutnya. Fans pun ramai menyeret nama Scholes, merasa klub “kualat” karena tidak mendengarkan saran bijak tersebut. Akibatnya, tim harus berjuang tanpa gelandang vitalnya di beberapa laga penting.
Mengapa Saran Para Legenda Sering Terabaikan?
Melihat rentetan kisah di atas, pertanyaan besar muncul: mengapa Manchester United seolah sulit mendengarkan saran, terutama dari para legenda yang notabene sangat mengenal DNA klub? Sejak kepergian Sir Alex Ferguson lebih dari satu dekade lalu, Setan Merah memang seolah kehilangan arah. Mereka telah menghabiskan dana masif untuk belanja pemain, namun banyak rekrutan mahal yang gagal total.
Klub juga menghadapi kritik keras terkait infrastruktur, seperti kondisi Old Trafford yang dinilai tidak terawat, atap bocor, dan fasilitas yang tertinggal dibanding klub lain. Ini menunjukkan adanya masalah yang lebih dalam dalam kebijakan dan prioritas manajemen. Bahkan, di tengah krisis terkini, muncul saran agar klub mempertimbangkan untuk memulangkan Ole Gunnar Solskjaer sebagai pelatih sementara untuk menenangkan skuad, namun hal ini pun masih menjadi perdebatan.
Rendahnya prestasi, finis terburuk dalam setengah abad terakhir, hingga pergantian manajer yang kerap terjadi, semua ini seolah menjadi bukti nyata dari konsekuensi mengabaikan intuisi, pengalaman, dan saran berharga, baik dari dalam maupun luar klub.
Kesimpulan: Belajar dari “Andai Saja”
Kisah “andai tahun lalu Manchester United mendengarkan saran” bukan hanya sekadar nostalgia atau penyesalan. Ini adalah pelajaran berharga tentang pentingnya visi, perencanaan yang matang, dan kemampuan untuk mendengarkan masukan dari berbagai pihak, terutama mereka yang memiliki pemahaman mendalam tentang klub.
Meskipun masa lalu tidak bisa diubah, setiap pengalaman pahit bisa menjadi batu loncatan menuju perbaikan. Untuk kembali ke puncak, Manchester United mungkin perlu tidak hanya melakukan perombakan di lapangan, tetapi juga meninjau kembali cara mereka mengambil keputusan. Semoga, di masa depan, klub kesayangan kita ini bisa lebih bijak dalam mendengarkan, agar tak ada lagi kisah “andai saja” yang berujung pada penyesalan.