Yogyakarta, zekriansyah.com – Insiden tragis yang menimpa Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang tewas di Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, masih menyisakan duka mendalam dan berbagai pertanyaan di tengah masyarakat. Ali Musthofa, pemandu atau guide yang mendampingi Juliana, kini menjadi sorotan publik dan sasaran kemarahan warganet. Dituding lalai dan menyebabkan kematian Juliana, Ali Musthofa akhirnya angkat bicara untuk meluruskan kronologi kejadian sebenarnya.
Ilustrasi: Ali Musthofa, sang pemandu, memberikan kesaksian di tengah heningnya Rinjani, mengurai kronologi sebenarnya di balik musibah yang merenggut nyawa pendaki asal Brasil.
Artikel ini akan mengupas tuntas penjelasan Ali Musthofa, menjawab tudingan yang beredar, serta memberikan gambaran utuh mengenai insiden nahas tersebut agar pembaca memahami duduk perkara secara jelas dan tidak simpang siur. Mari kita telusuri fakta-fakta dari sudut pandang Ali.
Kronologi Versi Ali Musthofa: Dari Penjemputan hingga Insiden Nahas
Ali Musthofa menceritakan awal mula pertemuannya dengan Juliana Marins hingga insiden tragis yang terjadi. Ia menjemput Juliana bersama rombongan lainnya pada Kamis, 19 Juni 2025 malam. Total ada enam orang dalam rombongan tersebut, termasuk Juliana.
Sehari sebelum pendakian, Ali mengaku sudah memberikan briefing lengkap kepada rombongan. Mereka dibekali pengetahuan mengenai rute pendakian hingga medan di Gunung Rinjani yang terkenal ekstrem. Ali juga memastikan Juliana Marins dalam kondisi sehat dan sudah menjalani pemeriksaan medis (medical check-up) sebelum mendaki.
Pendakian dimulai pada Jumat, 20 Juni 2025, sekitar pukul 07.00 WITA. Rombongan berangkat dari penginapan menuju pos registrasi di Resort Sembalun, Kabupaten Lombok Timur. Menurut Ali, perjalanan dari Jumat pagi hingga Sabtu berjalan lancar tanpa kendala berarti.
Kejadian nahas terjadi ketika rombongan dalam perjalanan menuju puncak Gunung Rinjani, tepatnya di kawasan Cemara Nunggal. Juliana Marins yang posisinya berada di paling belakang tiba-tiba menghilang. Ali baru menyadari korban jatuh setelah melihat sorotan senter yang dibawa Juliana mengarah ke tebing.
“Kejadiannya pada Sabtu pagi, saya taruh tas dan mencari dia dan lihat posisi senter di tebing,” kata Ali.
Ali membantah tudingan yang menyebut ia meninggalkan Juliana. Ia menjelaskan bahwa dirinya menyarankan Juliana untuk beristirahat sejenak, sementara ia berjalan tiga menit lebih dulu bersama rombongan lainnya.
“Sebenarnya saya tidak meninggalkannya (Juliana), tetapi saya menunggu tiga menit lebih dulu,” kata Ali Musthofa.
“Setelah sekitar 15 atau 30 menit, Juliana tidak muncul. Saya mencarinya di tempat peristirahatan terakhir, tetapi saya tidak menemukannya. Saya bilang saya akan menunggunya lebih dulu, saya menyuruhnya untuk beristirahat.”
“Saya sadar ketika saya melihat cahaya senter di jurang sedalam sekitar 150 meter dan mendengar suara Juliana meminta pertolongan. Saya bilang saya akan menolongnya.”
Juliana Marins diketahui terjatuh ke jurang sedalam ratusan meter. Posisinya sempat terekam drone milik pendaki lain yang menunjukkan Juliana masih bisa bergerak dan berteriak meminta tolong. Namun, takdir berkata lain. Juliana dinyatakan meninggal dunia dan jenazahnya berhasil dievakuasi petugas pada Rabu, 25 Juni 2025 malam, sebelum diterbangkan ke negara asalnya.
Terkena Blacklist dan Pemeriksaan Polisi: Apa Kata Pihak Berwenang?
Buntut tewasnya Juliana Marins, Ali Musthofa harus berurusan dengan pihak berwajib. Ia dipanggil Polres Lombok Timur guna dimintai keterangan.
“Masih dalam tahap pemeriksaan untuk mengumpulkan keterangan saksi,” ucap Kapolres Lombok Timur, AKBP I Komang Sarjana.
Selain Ali, ada warga negara asing lain yang turut dimintai keterangan. AKBP Komang juga membuka peluang akan memanggil pihak Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) untuk dimintai klarifikasi.
Sebagai tindak lanjut sementara, Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), Yarman, memutuskan untuk memasukkan nama Ali Musthofa dalam daftar hitam (blacklist) sementara waktu. Artinya, Ali untuk sementara tidak diperkenankan mendampingi pendakian ke Gunung Rinjani selama proses penyelidikan berlangsung.
“Iya, kalau blacklist untuk sementara sambil proses berjalan,” kata Yarman.
Yarman menambahkan bahwa pihaknya belum memutuskan berapa lama sanksi blacklist tersebut akan diberlakukan. Ia juga mengungkapkan bahwa dari total 661 guide yang terdaftar di Rinjani, baru sekitar 50 persen yang memiliki lisensi resmi. Status lisensi Ali Musthofa sendiri masih dalam tahap pengecekan.
Tudingan kelalaian terhadap Ali semakin mencuat setelah ayah Juliana Marins, Manoel Marins, dalam wawancara dengan media Brasil menyebut putrinya ditinggalkan sendirian oleh pemandu untuk merokok saat kelelahan.
Upaya Penyelamatan Dramatis dan Tantangan Medan Rinjani
Sebuah video yang beredar di media sosial menunjukkan detik-detik menegangkan saat seorang pria, yang disebut sebagai Ali, mencoba menuruni lereng curam Rinjani menggunakan seutas tali. Terdengar instruksi dari rekannya di atas, “Mundur mundur, slowly slowly.”
Video tersebut diklaim sebagai upaya pertama Ali untuk mencapai lokasi Juliana yang terjatuh, jauh sebelum tim SAR gabungan tiba. Namun, upaya itu disebut gagal karena tali sepanjang 100 meter yang digunakan tidak cukup panjang untuk menjangkau posisi Juliana yang diperkirakan berada di kedalaman 200 meter atau lebih.
Medan Gunung Rinjani yang sangat ekstrem, topografi yang curam, serta cuaca yang kerap berubah-ubah menjadi tantangan besar dalam proses evakuasi. Kondisi ini menghambat tim penyelamat untuk segera menjangkau dan mengevakuasi korban.
Hasil autopsi menunjukkan Juliana meninggal akibat pendarahan pada organ dalam dan patah tulang akibat terjatuh. Ia diperkirakan hanya bertahan hidup selama sekitar 20 menit setelah insiden nahas itu. Fakta ini sekaligus membantah spekulasi yang menyebut Juliana tewas akibat hipotermia karena terlalu lama menunggu bantuan.
Sorotan Publik dan Pentingnya Evaluasi Keselamatan Pendakian
Ali Musthofa mengaku sangat tidak nyaman dengan gelombang kritik dan penilaian sepihak dari warganet yang tidak mengetahui kronologi kejadian secara utuh.
“Banyak yang gak tahu krono ya dan asal angkat bicara. Saya lihat komen-komen ada yang menyalahkan saya,” ungkap Ali.
Tragedi ini tidak hanya menjadi perhatian di Indonesia, tetapi juga menggemparkan Brasil. Bahkan, Ibu Negara Brasil Janja da Silva didampingi Menteri Kesetaraan Ras Anielle Franco, serta Wali Kota Niteroi, Rodrigo Neves, turut hadir di pemakaman Juliana Marins sebagai bentuk belasungkawa. Pemerintah Kota Niteroi bahkan memberikan penghormatan dengan menamai sebuah jalan di Praia do Sossego dengan nama Juliana Marins.
Kasus Juliana Marins menjadi refleksi bersama akan pentingnya kesiapan dan kelengkapan prosedur dalam aktivitas wisata alam, terutama di jalur-jalur ekstrem seperti Gunung Rinjani. Para ahli menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap standar operasional prosedur (SOP) pendakian, lisensi para guide, sistem komunikasi, dan kesiapan logistik. Semua pihak, mulai dari pendaki, guide, hingga pengelola taman nasional, diharapkan dapat bersinergi demi meningkatkan keselamatan dan kenyamanan di masa mendatang.
Kesimpulan
Klarifikasi dari Ali Musthofa, guide yang mendampingi Juliana Marins, memberikan perspektif baru atas insiden tragis di Gunung Rinjani. Ia membantah tuduhan kelalaian dan menjelaskan kronologi dari sudut pandangnya, termasuk upaya awal penyelamatan yang ia lakukan. Terlepas dari berbagai spekulasi dan tudingan, insiden ini telah membuka mata banyak pihak mengenai kompleksitas dan risiko pendakian gunung.
Penting bagi kita untuk memahami bahwa keselamatan adalah prioritas utama dalam setiap aktivitas di alam bebas. Tragedi Juliana Marins menjadi pengingat bagi seluruh pihak—baik pendaki, pemandu, maupun pengelola—untuk terus meningkatkan kesadaran, mematuhi prosedur, dan memastikan kesiapan yang matang. Dengan evaluasi berkelanjutan dan komitmen bersama, diharapkan kejadian serupa tidak terulang di masa depan, sehingga keindahan alam Indonesia dapat dinikmati dengan aman dan nyaman.