Yogyakarta, zekriansyah.com – Halo, para orang tua dan pembaca setia! Pernahkah Anda mendengar tentang difteri? Penyakit menular yang satu ini mungkin terasa seperti ancaman dari masa lalu, tapi sayangnya, kini kembali mengintai. Kali ini, kita akan membahas peringatan penting dari Direktur Imunisasi Kemenkes, dr. Prima Yosephine, mengenai menurunnya cakupan imunisasi di Indonesia dan bagaimana hal ini membuka pintu bagi difteri merebak lagi. Yuk, kita pahami bersama mengapa imunisasi itu sangat krusial untuk masa depan anak-anak kita.
Direktur Imunisasi Kemenkes ingatkan ancaman difteri kembali merebak seiring penurunan cakupan imunisasi pasca-pandemi COVID-19.
Ancaman Lama yang Kembali Mengintai: Ketika Difteri Merebak Lagi
Penyakit difteri adalah musuh lama yang kini menunjukkan taringnya kembali. Dr. Prima Yosephine Berliana Yumiur Hutapea, Direktur Imunisasi Kemenkes, baru-baru ini menekankan bahwa penyakit menular ini hanya bisa dicegah dengan imunisasi lengkap dan merata. Peringatan ini bukan isapan jempol belaka. Data menunjukkan tren peningkatan kasus difteri di berbagai wilayah Indonesia.
Bayangkan saja, pada tahun 2024, ada 943 kasus suspek difteri di 210 kabupaten/kota di 33 provinsi. Dan yang lebih mengkhawatirkan, hingga Agustus 2025, sudah tercatat 417 kasus suspek di 146 kabupaten/kota di 29 provinsi, dengan 50 Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri di 45 kabupaten/kota! Angka-angka ini adalah “peringatan keras bahwa kita tidak boleh lengah,” ujar dr. Prima.
Mengapa Cakupan Imunisasi Turun?
Penurunan cakupan imunisasi ini menjadi akar masalah mengapa difteri dan penyakit menular lainnya bisa kembali merebak. Selama dua tahun terakhir, terutama sejak pandemi COVID-19 melanda, layanan imunisasi banyak yang terganggu. Dampaknya, ada jutaan anak yang belum mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
Berikut adalah beberapa fakta yang perlu kita ketahui:
- Target Tak Tercapai: Cakupan imunisasi bayi dan balita tahun lalu belum mencapai target minimal 90%. Hingga Juli 2025, capaian imunisasi bayi lengkap baru 41%, dan imunisasi anak sekolah baru 42,6%.
- Anak Zerodose Meningkat: Indonesia kini menempati peringkat keenam dunia dengan jumlah anak zerodose (anak yang belum pernah mendapat imunisasi DPT sama sekali) terbanyak, mencapai 1.356.367 anak pada periode 2019-2023. Angka ini terus meningkat, bahkan hampir 1 juta anak pada tahun 2024.
- Dampak Pandemi: Pandemi COVID-19 membuat banyak orang tua enggan membawa anak ke fasilitas kesehatan, sehingga jadwal imunisasi terlewat dan cakupan menurun drastis. Contohnya, pada 2019 cakupan imunisasi dasar lengkap nasional mencapai 93,7%, namun turun menjadi 84,2% pada 2021.
Dr. Prima menegaskan, “Ketika imunisasi kita melemah, penyakit yang sebelumnya terkendali bisa kembali merebak.” Ini seperti pagar rumah yang mulai rapuh, membuat rumah kita rentan dimasuki tamu tak diundang.
Dampak Nyata Imunisasi yang Melemah
Cakupan imunisasi yang rendah dan tidak merata ini berpotensi menimbulkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Selain difteri, kita juga melihat peningkatan kasus campak, rubela, polio, dan pertusis di berbagai daerah.
Beberapa daerah yang melaporkan KLB difteri antara lain Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Aceh, Sulawesi Selatan, Papua, dan Jawa Timur. Kejadian ini tidak hanya merugikan kesehatan anak-anak, tetapi juga membebani negara dan keluarga dengan biaya pengobatan yang tidak sedikit.
Kunci Melawan Difteri: Imunisasi Lengkap dan Merata
Lalu, apa solusinya? Imunisasi adalah kunci utama! Difteri dapat dicegah dengan imunisasi sejak bayi hingga anak usia sekolah dasar. Jadwalnya pun sudah terstruktur dengan baik:
- Bayi: Imunisasi difteri diberikan dalam 3 dosis primer.
- Balita: Dilanjutkan dengan dosis penguat di bawah usia 2 tahun.
- Anak Sekolah: Serta pada kelas 1, 2, dan 5 SD atau sederajat.
Kemenkes terus berupaya memperkuat program imunisasi nasional. Tema Pekan Imunisasi Dunia 2025 di Indonesia, “Ayo Lengkapi Imunisasi, Generasi Sehat Menuju Indonesia Emas,” adalah wujud komitmen ini. Pemerintah juga telah meluncurkan inovasi seperti Sepekan Mengejar Imunisasi (PENARI) dan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) untuk mengejar ketertinggalan cakupan imunisasi.
Bahkan, pemerintah telah menetapkan imunisasi rutin lengkap sebagai prasyarat pendaftaran masuk Sekolah Dasar melalui SKB 4 Menteri Tahun 2022. Ini menunjukkan keseriusan dalam memastikan setiap anak terlindungi.
Menjawab Tantangan dan Hoaks Seputar Imunisasi
Tantangan dalam meningkatkan cakupan imunisasi tidak hanya soal akses, tetapi juga keraguan masyarakat, hoaks efek samping, hingga isu kehalalan vaksin. Banyak orang tua menolak imunisasi karena khawatir efek samping atau menganggapnya tidak penting.
Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Fatwa Nomor 04 Tahun 2016 telah menegaskan bahwa imunisasi diperbolehkan (mubah) sebagai upaya membangun kekebalan tubuh. Bahkan, bisa menjadi wajib jika tidak imunisasi menyebabkan risiko kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen. Vaksin yang digunakan pun diupayakan halal dan suci.
Peran media dan kita semua sangat penting untuk meluruskan informasi yang keliru dan menangkal hoaks. “Kita harus bersama-sama memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya,” ujar Siprianus Bate Soro dari UNDP.
Mari Bergerak Bersama untuk Indonesia Sehat!
Peringatan dari Direktur Imunisasi Kemenkes, dr. Prima Yosephine, tentang cakupan imunisasi turun dan difteri merebak adalah seruan bagi kita semua. Imunisasi lengkap bukan hanya melindungi anak kita sendiri, tetapi juga membentuk kekebalan kelompok (herd immunity) yang melindungi seluruh masyarakat, terutama mereka yang tidak bisa diimunisasi.
“Pencegahan selalu lebih baik daripada mengobati. Mari pastikan imunisasi sebagai hak anak bangsa dapat terlaksana dengan baik,” tutup dr. Prima. Jangan tunda lagi, segera cek status imunisasi anak Anda di Puskesmas atau Posyandu terdekat. Investasi kesehatan hari ini adalah jaminan generasi emas di masa depan!
FAQ
Tanya: Apa itu difteri dan mengapa kembali menjadi ancaman?
Jawab: Difteri adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri dan dapat dicegah dengan imunisasi lengkap, kini kembali mengintai karena penurunan cakupan imunisasi.
Tanya: Seberapa serius ancaman difteri saat ini di Indonesia?
Jawab: Ancaman difteri sangat serius, terbukti dengan ratusan kasus suspek dan puluhan Kejadian Luar Biasa (KLB) yang tercatat di berbagai wilayah Indonesia.
Tanya: Bagaimana cara mencegah difteri agar tidak merebak lagi?
Jawab: Pencegahan difteri dapat dilakukan dengan memastikan anak mendapatkan imunisasi lengkap dan merata sesuai jadwal yang ditentukan.