Epidemiolog UGM Ungkap: **Sampah Tak Tertangani Pemicu Lonjakan Leptospirosis** di Musim Kemarau!

Dipublikasikan 20 Agustus 2025 oleh admin
Kesehatan

Yogyakarta, zekriansyah.com – Kasus penyakit Leptospirosis di Kota Yogyakarta dan sekitarnya belakangan ini menunjukkan peningkatan yang cukup mengkhawatirkan. Uniknya, lonjakan ini terjadi di musim kemarau, padahal biasanya penyakit ini identik dengan musim hujan atau banjir. Lantas, ada apa gerangan? Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Bapak Bayu Satria Wiratama, punya jawabannya. Beliau menduga kuat bahwa kondisi ini berkaitan erat dengan masalah sampah tak tertangani yang menjadi sarang penyebaran penyakit mematikan ini. Mari kita selami lebih dalam mengapa hal ini bisa terjadi dan langkah-langkah apa yang bisa kita lakukan untuk melindungi diri dan keluarga.

Epidemiolog UGM Ungkap: **Sampah Tak Tertangani Pemicu Lonjakan Leptospirosis** di Musim Kemarau!

Epidemiolog UGM soroti sampah tak tertangani sebagai pemicu lonjakan kasus leptospirosis di Yogyakarta pada musim kemarau, ancaman kesehatan yang kini ditangani darurat.

Lonjakan Kasus Leptospirosis: Ada Apa dengan Musim Kemarau?

Beberapa waktu lalu, Dinas Kesehatan Kota Jogja melaporkan adanya peningkatan kasus Leptospirosis yang signifikan. Meski belum secara resmi ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), penanganannya perlu dilakukan setara dengan KLB. Menurut Bayu Satria Wiratama, status KLB bukan hanya soal pengumuman, tapi yang terpenting adalah bagaimana Dinas Kesehatan melakukan penanganan secara maksimal.

Biasanya, peningkatan kasus Leptospirosis terjadi saat musim hujan atau setelah banjir, di mana masyarakat lebih banyak kontak dengan air yang terkontaminasi bakteri. Namun, tahun ini ada sesuatu yang berbeda. “Meski begitu, ada sesuatu yang berubah karena pada tahun ini lonjakan kasus justru muncul di musim kemarau,” ungkap Bayu. Data terbaru bahkan menunjukkan sekitar 20 kasus di Kota Yogyakarta, dengan tujuh di antaranya meninggal dunia.

Sampah Menumpuk, Tikus Merajalela: Hubungan Tak Terduga

Lalu, apa kaitannya dengan musim kemarau? Dugaan kuat Bayu adalah penanganan sampah yang belum optimal di Kota Jogja dan sekitarnya. Ini dia kuncinya: penumpukan sampah bisa menjadi “surga” dan tempat berkembang biak yang ideal bagi tikus. Nah, seperti kita tahu, tikus adalah hewan pembawa bakteri Leptospira.

Penyakit Leptospirosis sendiri adalah penyakit zoonosis, artinya menular dari hewan ke manusia. Bakteri Leptospira menyebar melalui urin tikus yang mencemari air atau tanah. Jika kulit kita yang terluka (bahkan luka kecil yang tak terlihat) bersentuhan dengan air atau tanah yang tercemar itu, bakteri bisa masuk ke tubuh. “Kasus bisa naik meski tidak ada hujan atau banjir, karena faktor lingkungan juga sangat berpengaruh,” jelas Bayu. Ini berarti, selama ada tumpukan sampah yang mengundang tikus, risiko penularan tetap tinggi, tak peduli musim apa.

Waspadai Gejala dan Pentingnya Deteksi Dini

Mungkin Anda bertanya-tanya, bagaimana cara mengetahui jika kita terinfeksi Leptospirosis? Gejala penyakit ini seringkali mirip dengan demam berdarah atau chikungunya, sehingga seringkali terlambat didiagnosis. Gejala umumnya meliputi demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, dan mata merah.

Bayu mengimbau, “Kalau demam tidak turun dalam satu-dua hari, apalagi ada riwayat aktivitas di lingkungan berisiko, segera periksa ke fasilitas kesehatan.” Deteksi dini sangat penting untuk penanganan yang cepat dan tepat, demi mencegah komplikasi serius.

Pencegahan Bersama: Bukan Hanya Tugas Dinas Kesehatan

Mengendalikan Leptospirosis bukan hanya tanggung jawab satu pihak. Bayu menekankan bahwa upaya ini memerlukan kerja sama lintas sektor, bukan hanya dari sektor kesehatan. Ia menyebut Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Perdagangan (yang menaungi pasar), dan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPKP) sebagai pihak yang harus turut serta.

Tentu saja, peran serta aktif masyarakat juga sangat krusial. Beberapa langkah pencegahan sederhana yang bisa kita lakukan sehari-hari antara lain:

  • Menjaga kebersihan lingkungan di sekitar rumah dan tempat tinggal.
  • Mengelola sampah rumah tangga dengan baik, pastikan tidak ada tumpukan yang bisa jadi sarang tikus.
  • Menutup makanan dan air minum agar tidak terkontaminasi.
  • Menggunakan alas kaki saat beraktivitas di luar ruangan, terutama di area yang lembap atau berisiko.

“Dengan pemahaman bahwa musim bukan lagi satu-satunya faktor risiko, penting bagi masyarakat untuk memperkuat langkah preventif secara konsisten sepanjang tahun,” kata Bayu.

Kesimpulan

Peningkatan kasus Leptospirosis di Yogyakarta, terutama di musim kemarau, menjadi pengingat penting bagi kita semua. Seperti yang disampaikan epidemiolog UGM, sampah tak tertangani adalah faktor utama yang memicu lonjakan ini, menyediakan tempat ideal bagi tikus pembawa bakteri. Ini menunjukkan bahwa kebersihan lingkungan dan penanganan sampah yang baik adalah kunci utama dalam mencegah penyebaran penyakit. Mari bersama-sama tingkatkan kesadaran dan ambil tindakan nyata untuk menjaga lingkungan kita tetap bersih, sehat, dan aman dari ancaman Leptospirosis dan penyakit lainnya.

FAQ

Tanya: Mengapa lonjakan kasus Leptospirosis terjadi di musim kemarau, bukan musim hujan?
Jawab: Lonjakan di musim kemarau diduga kuat disebabkan oleh sampah tak tertangani yang menjadi sarang bakteri Leptospira.

Tanya: Apa yang dimaksud dengan sampah tak tertangani sebagai pemicu Leptospirosis?
Jawab: Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat menjadi tempat perkembangbiakan bakteri Leptospira, yang kemudian menyebar melalui hewan pengerat seperti tikus.

Tanya: Bagaimana cara melindungi diri dari Leptospirosis terkait masalah sampah ini?
Jawab: Jaga kebersihan lingkungan, hindari kontak langsung dengan sampah, dan segera cuci tangan jika bersentuhan dengan area yang berpotensi terkontaminasi.