Terjebak Kontrak Telepon Rp 1 Miliar Lebih, Bisnis UMKM Ini Terancam Bangkrut

Dipublikasikan 3 Juli 2025 oleh admin
Finance

Yogyakarta, zekriansyah.com – Bagi para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), setiap rupiah yang keluar dari kas perusahaan sangat berarti. Namun, bayangkan jika Anda harus membayar lebih dari Rp 1 miliar hanya untuk menyewa lima unit telepon kantor dan perangkat lunaknya selama sepuluh tahun. Kedengarannya gila, bukan? Tapi inilah kenyataan pahit yang dialami oleh ribuan pemilik bisnis kecil di Inggris, yang terjerat dalam kontrak telekomunikasi mahal nan rumit.

Terjebak Kontrak Telepon Rp 1 Miliar Lebih, Bisnis UMKM Ini Terancam Bangkrut

Ilustrasi: Bisnis UMKM di ambang kehancuran akibat jerat kontrak telepon senilai miliaran rupiah.

Artikel ini akan mengupas tuntas praktik bisnis “tak etis” yang membuat UMKM merugi besar, bahkan terancam bangkrut. Jika Anda seorang pengusaha, penting sekali untuk membaca ini agar tidak terjebak dalam masalah serupa yang bisa merenggut kesehatan finansial dan mental Anda.

Kisah Gary Pride: Terjebak Kontrak Telepon Ratusan Juta Rupiah

Gary Pride, seorang desainer grafis yang telah menjalankan bisnisnya selama 19 tahun di Bradford, Inggris, telah melewati berbagai cobaan: resesi ekonomi, kebakaran, hingga ketidakpastian pandemi Covid-19. Namun, yang kini benar-benar membuat bisnisnya di ambang kehancuran adalah tagihan sewa telepon.

“Saya harus membayar £54.432 (sekitar Rp 1,08 miliar) selama 10 tahun hanya untuk menyewa lima unit telepon dan perangkat lunaknya,” ungkap Gary dengan nada putus asa. “Saya merasa hidup saya hancur. Saya sampai tidak menggaji diri sendiri demi bisa membayar tagihan bulanan itu.”

Gary pertama kali menandatangani kontrak dengan perusahaan telekomunikasi 4Com pada tahun 2017. Kontrak tersebut adalah perjanjian sewa selama tujuh tahun dengan perusahaan pembiayaan terpisah untuk menyewa telepon HiHi dan perangkat lunak 4Com. Ia mengklaim biaya sebenarnya dari kontrak itu baru terungkap setelah “promo perkenalan” selama dua tahun dari 4Com berakhir. Tagihan bulanannya melonjak drastis, dari sekitar £200 (Rp 4 juta) menjadi lebih dari £550 (Rp 11 juta) per bulan.

Gary merasa tertipu karena ia tidak sepenuhnya diberi tahu secara lisan mengenai detail perjanjian pembiayaan dan total biaya yang akan ditanggung bisnisnya. Ia bahkan terpaksa menandatangani kontrak baru untuk “upgrade” telepon agar tagihan bulanannya tetap rendah, namun ia tetap harus membayar perjanjian awal. Alhasil, total biaya pembiayaannya membengkak menjadi lebih dari £54.000 (sekitar Rp 1,08 miliar) yang harus dibayar selama 10 tahun, di luar biaya layanan tambahan seperti perawatan dan broadband.

“Saya bisa membeli Range Rover mewah dengan uang yang saya bayarkan untuk telepon itu,” kata Gary, merasa bodoh. Ia juga tidak sanggup membayar £24.584 (sekitar Rp 491 juta) yang diminta perusahaan pembiayaan untuk keluar dari perjanjian lebih awal.

Modus Operandi Perusahaan Telekomunikasi yang Merugikan UMKM

Kisah Gary Pride ternyata bukan satu-satunya. Investigasi BBC menemukan ribuan bisnis kecil di Inggris menghadapi masalah serupa. Para ahli menyebut praktik penjualan yang digunakan oleh berbagai perusahaan ini sebagai “tidak etis”.

Seorang mantan manajer senior 4Com yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan bahwa tidak jarang perusahaan mengikat pelanggan dengan kontrak sewa multi-tahun yang mereka sekesan “upgrade”.

“Mereka tidak hanya ditipu sekali, mereka ditipu lagi dua atau tiga tahun kemudian, dan 4Com berulang kali menerima uang dari kesepakatan yang sama,” ujarnya.

Lebih dari 160 pemilik bisnis kecil telah menghubungi BBC setelah investigasi rahasia tahun lalu. Mereka mengklaim telah disalah-jualkan kontrak telepon dan perjanjian sewa oleh 20 perusahaan telekomunikasi berbeda yang menggunakan perusahaan pembiayaan yang sama. Keluhan umum mereka meliputi:

  • Perbedaan Penjelasan Lisan dan Kontrak Tertulis: Penjelasan sales tidak sesuai dengan isi kontrak.
  • Informasi Biaya Tersembunyi: Tidak diberi tahu tentang detail perjanjian pembiayaan dan biaya tambahan.
  • Tekanan untuk Menandatangani: Didorong keras untuk menandatangani di tempat tanpa waktu untuk membaca kontrak.

Contoh lain adalah Richard Jackson, pemilik agen properti di Sheffield. Ia menandatangani perjanjian pembiayaan dengan 4Com pada 2021 yang membebaninya lebih dari £20.000 (sekitar Rp 400 juta) untuk tiga telepon dan perangkat lunak. Ketika ia membutuhkan telepon keempat, 4Com menawari empat handset Yealink baru dengan perjanjian pembiayaan tujuh tahun senilai £40.391 (sekitar Rp 800 juta). Para ahli mengatakan keempat telepon itu bisa dibeli langsung dengan harga kurang dari £2.000 (Rp 40 juta).

Mengapa Kontrak Bisnis Lebih Rentan Penipuan?

Salah satu alasan mengapa bisnis kecil sering terjebak dalam situasi ini adalah perbedaan regulasi antara kontrak konsumen dan kontrak bisnis.

  • Tidak Ada Periode Pendinginan (Cooling-Off Period): Berbeda dengan kontrak konsumen, kontrak bisnis-ke-bisnis di Inggris tidak memiliki periode pendinginan. Artinya, setelah menandatangani, Anda langsung terikat tanpa ada waktu untuk berubah pikiran.
  • Perjanjian Pembiayaan Tidak Teregulasi: Perjanjian sewa-guna usaha (leasing) untuk bisnis sering kali tidak teregulasi secara langsung di bawah pengawasan Otoritas Perilaku Keuangan (Financial Conduct Authority), terutama jika ditandatangani oleh perusahaan terbatas. Ini membuat celah bagi praktik-praktik yang merugikan.
  • Komunikasi yang Buruk: Meskipun badan ombudsman dapat menangani keluhan terkait penjualan sistem telepon, perjanjian pembiayaan seringkali berada di luar yurisdiksi mereka.

Tips Menghindari Jebakan Kontrak Telepon Mahal untuk UMKM

Agar bisnis Anda tidak mengalami nasib serupa Gary Pride, perhatikan tips berikut saat berhadapan dengan kontrak telekomunikasi atau layanan lainnya:

  1. Baca Kontrak dengan Sangat Teliti: Jangan pernah terburu-buru menandatangani. Minta salinan kontrak untuk dibaca di luar tekanan sales. Jika perlu, bawa pulang dan pelajari.
  2. Pahami Perbedaan Sewa dan Beli: Pastikan Anda tahu apakah Anda benar-benar membeli peralatan atau hanya menyewanya. Perhatikan klausul “universal rental agreement” atau “lease purchase” yang bisa menyesatkan.
  3. Hitung Total Biaya Keseluruhan: Jangan hanya terpaku pada biaya bulanan. Kalikan biaya bulanan dengan total bulan dalam kontrak untuk melihat gambaran biaya keseluruhan. Pertimbangkan juga biaya keluar awal jika Anda ingin mengakhiri kontrak lebih cepat.
  4. Bandingkan Penawaran: Jangan hanya bergantung pada satu penyedia. Minta penawaran dari beberapa perusahaan lain dan bandingkan fitur, harga, serta syarat dan ketentuan secara detail.
  5. Waspada Terhadap Promo “Introductory Offer”: Hati-hati dengan penawaran harga sangat murah di awal yang akan melonjak drastis setelah periode promo berakhir. Pastikan Anda tahu harga sebenarnya setelah promo selesai.
  6. Jangan Ragu Bertanya: Jika ada bagian kontrak yang tidak Anda pahami, tanyakan secara detail kepada perwakilan perusahaan. Jika masih ragu, konsultasikan dengan konsultan hukum atau keuangan yang independen.
  7. Simpan Semua Dokumen dan Komunikasi: Catat semua percakapan penting, simpan email, dan salinan kontrak. Ini akan menjadi bukti jika di kemudian hari terjadi perselisihan.

Kesimpulan

Kisah Gary Pride adalah pengingat keras betapa rentannya bisnis kecil terhadap praktik penjualan yang tidak transparan dan kontrak yang rumit. Biaya sewa telepon yang membengkak hingga miliaran rupiah menunjukkan perlunya kehati-hatian ekstra bagi para pemilik UMKM.

Sebagai pengusaha, fokus utama Anda adalah mengembangkan bisnis, bukan terjerat masalah hukum atau finansial akibat kontrak yang menyesatkan. Selalu luangkan waktu untuk memahami setiap detail perjanjian sebelum menandatanganinya. Dengan kewaspadaan dan informasi yang cukup, Anda dapat melindungi bisnis Anda dari kerugian besar dan memastikan setiap investasi benar-benar mendukung pertumbuhan, bukan malah mencekiknya.