Nyaris Tewas di Rinjani: Kisah Mencekam Pendaki Irlandia Selamat dari Jurang 200 Meter

Dipublikasikan 27 Juni 2025 oleh admin
Hiburan dan Lifestyle

Kabar meninggalnya Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang terjatuh di Gunung Rinjani, Lombok, beberapa waktu lalu, tentu menyisakan duka mendalam. Namun, tahukah Anda bahwa ada kisah serupa yang nyaris berakhir tragis, namun beruntung bisa selamat? Paul Farrell, seorang pendaki asal Irlandia, punya cerita mencekam yang akan membuat kita semua lebih sadar akan bahaya mendaki gunung, terutama di medan yang menantang seperti Rinjani.

Nyaris Tewas di Rinjani: Kisah Mencekam Pendaki Irlandia Selamat dari Jurang 200 Meter

Artikel ini akan membawa Anda menyelami pengalaman Paul Farrell, detik-detik ia nyaris kehilangan nyawa, bagaimana ia berjuang bertahan, hingga pelajaran berharga yang bisa kita petik bersama untuk keselamatan pendakian. Mari kita simak kisahnya agar kita bisa lebih bijak dan berhati-hati saat menjelajahi keindahan alam.

Awal Mula Pendakian: Tantangan Medan Rinjani

Paul Farrell, pria berusia 32 tahun asal Irlandia, memulai petualangan mendakinya di Gunung Rinjani pada Oktober tahun lalu. Ia bersama kelompoknya memulai pendakian dari base camp di pagi hari. Awalnya, rute pendakian terasa cukup mudah.

Namun, tantangan sesungguhnya datang saat mereka mendekati puncak. Medan Gunung Rinjani yang merupakan gunung berapi sangat berbeda dari gunung lain.

“Tanah di sana berbeda, saya melangkah maju satu langkah tapi mundur dua langkah. Karena kami berada di gunung berapi, tanahnya berpasir dan kaki bisa tenggelam,” ungkap Farrell dalam wawancara dengan BBC News Brasil.

Medan berpasir ini membuat setiap langkah terasa berat dan menguras tenaga, menjadi tantangan tersendiri bagi para pendaki.

Detik-detik Mencekam Saat Terjatuh dari Puncak

Setelah berjuang keras dan berhasil mencapai puncak Rinjani, Paul merasa ada kerikil-kerikil kecil yang mengganggu di dalam sepatu ketsnya. Untuk kenyamanan, ia memutuskan untuk melepas sepatu dan sarung tangannya. Saat itulah, bencana tak terduga terjadi.

Tiba-tiba, embusan angin kencang menerbangkan sarung tangannya ke arah jurang. Paul secara refleks berlutut untuk mencoba menggapainya. Nahas, tanah tempat ia berpijak saat itu tiba-tiba runtuh.

“Pada saat itu, saya berlutut. Tanah tempat saya berdiri runtuh begitu saja,” kenang Farrell.

Paul Farrell langsung terjatuh dari tebing curam. Ia terjun bebas sejauh sekitar 200 meter. Dalam kondisi yang sangat menakutkan itu, insting bertahan hidupnya mengambil alih.

“Kecepatan saya jatuh makin cepat, adrenalin terpompa. Saya segera menyimpulkan bahwa saya bisa mati kapan saja,” katanya.

Paul berusaha keras menancapkan kuku dan tangannya ke apa saja yang bisa ia raih untuk memperlambat laju jatuhnya. Hingga akhirnya, ia melihat sebuah batu besar dan berusaha mengarahkan tubuhnya ke arah batu tersebut.

“Saya menabrak batu itu, tetapi untungnya saya berhasil menghentikan laju jatuh,” imbuh Farrell.

Secara ajaib, setelah terjatuh ratusan meter, Paul hanya menderita beberapa luka dan goresan di tubuhnya.

Perjuangan Bertahan di Jurang dan Proses Penyelamatan

Meski berhasil menghentikan laju jatuhnya, Paul Farrell masih berada dalam posisi yang sangat berbahaya di kedalaman jurang 200 meter.

“Meski begitu, saya tidak aman. Di tempat itu, saya bisa terpeleset kapan saja,” ujarnya.

Saat kejadian, hanya ada seorang pendaki perempuan asal Prancis yang berada di dekatnya dan menyaksikan seluruh insiden itu. Paul berteriak sekuat tenaga meminta perempuan itu mencari bantuan dari anggota tim lainnya. Perempuan itu pun berlari kembali ke base camp untuk memberi tahu kejadian tersebut.

Paul memperkirakan dirinya bertahan di batu itu selama kurang lebih lima hingga enam jam. Selama waktu yang terasa sangat panjang itu, ia merasakan ketakutan yang luar biasa.

“Itu jelas pengalaman yang sangat menakutkan. Saya berdoa kepada Tuhan agar saya bisa keluar dari sana hidup-hidup, atau hanya dengan beberapa tulang yang patah.”
“Sejujurnya, saya rela mematahkan lengan, kaki, atau semua tulang saya untuk keluar dari situasi itu. Jika saya perlu membuat perjanjian dengan Tuhan atau Iblis untuk keluar dari sana hidup-hidup, saya akan melakukannya.”

Tim pendaki lainnya sempat mencoba membuat tali darurat dari pakaian-pakaian yang diikat menyambung untuk mencoba mengangkatnya, namun usaha itu tidak berhasil. Untungnya, setelah penantian yang menegangkan, tim penyelamat profesional tiba di lokasi. Rupanya, tim penyelamat tersebut kebetulan berada di dekat lokasi kejadian karena sedang mengevakuasi korban kecelakaan lain.

Ketika akhirnya berhasil diangkat dan terbebas dari situasi mengerikan itu, Paul Farrell merasa “benar-benar lega”.

“Saya sangat bersyukur dan bersemangat,” ungkapnya. “Saya suka adrenalin dan olahraga ekstrem, tetapi situasi ini hampir membuat saya jera.”

Hikmah di Balik Musibah: Saran untuk Keamanan Pendakian

Berkaca dari pengalaman nyaris tewas yang dialaminya, serta tragedi yang menimpa Juliana Marins, Paul Farrell menyampaikan beberapa pertimbangan dan saran penting untuk meningkatkan keamanan jalur pendakian Gunung Rinjani.

“Pertama-tama, saya ingin berduka cita atas meninggalnya Juliana dan menyampaikan belasungkawa kepada keluarganya.”

Terkait peningkatan keamanan, Farrell menyarankan beberapa hal:

  • Investasi Keamanan: Perlu ada lebih banyak uang yang diinvestasikan untuk meningkatkan keamanan di jalur pendakian.
  • Kenaikan Biaya Masuk: Dana untuk peningkatan keamanan bisa didapatkan dengan menaikkan biaya yang dikenakan untuk mengunjungi lokasi tersebut.
  • Pemandu Lebih Banyak: Memastikan setiap kelompok pendaki memiliki setidaknya dua pemandu. Dengan begitu, salah satu pemandu bisa tetap berada di belakang untuk memberikan dukungan kepada orang-orang yang merasa tidak enak badan atau tertinggal, seperti yang terjadi pada Juliana.

Cara Pandang Baru Setelah Dekat dengan Kematian

Meskipun mengalami trauma mendalam, Paul Farrell tidak kapok untuk mendaki gunung. Ia bahkan dengan tegas menyatakan akan kembali mendaki Gunung Rinjani.

“Tidak diragukan lagi. Tapi saya akan lebih berhati-hati saat mendaki [Gunung Rinjani] kedua kalinya. Mendaki gunung adalah sesuatu yang ingin saya lakukan selama sisa hidup saya, selama saya masih mampu.”

Pengalaman mendekati kematian ini benar-benar mengubah cara pandangnya terhadap kehidupan.

“Sangat jarang orang selamat dari kecelakaan seperti ini, sayangnya. Namun, ketika saya masih hidup setelah mengalami [jatuh di Gunung Rinjani], saya mulai berpikir tentang apa yang benar-benar penting,” kata Farrell.

Ia menambahkan bahwa sejak kecelakaan itu, hubungan spiritualnya menjadi jauh lebih baik. Kini, Paul berusaha menjalani hidup dengan lebih selaras dengan nilai-nilai yang benar-benar penting baginya.

Kesimpulan

Kisah Paul Farrell yang nyaris tewas di Gunung Rinjani adalah pengingat penting bagi kita semua tentang betapa bahayanya medan pegunungan yang ekstrem dan pentingnya persiapan serta kehati-hatian. Keajaiban Paul selamat dari jurang 200 meter menegaskan bahwa setiap pendakian membawa risiko yang harus diwaspadai.

Mari kita ambil pelajaran dari pengalaman Paul dan saran-sarannya untuk meningkatkan keamanan pendakian, demi mencegah terulangnya tragedi. Yang terpenting, selalu utamakan keselamatan dan jangan pernah meremehkan kekuatan alam. Setiap petualangan harus disertai dengan kesadaran penuh akan risiko dan persiapan yang matang.