Yogyakarta, zekriansyah.com – Dunia investasi saham selalu penuh kejutan, apalagi untuk saham-saham pendatang baru atau yang biasa disebut emiten IPO (Initial Public Offering). Ada yang langsung terbang tinggi begitu melantai di bursa, tapi tak sedikit pula yang justru anjlok di hari pertama perdagangannya. Fenomena ini sering membuat investor bingung, bahkan rugi jika tidak memahami seluk-beluknya.
Ilustrasi: Dua grafik saham dengan arah berlawanan, satu menanjak tajam, satu lagi terjun bebas, mencerminkan nasib kontras emiten baru di bursa.
Nah, artikel ini akan mengajak Anda menyelami kisah dua emiten yang baru saja melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis, 10 Juli 2025, dengan nasib yang sangat bertolak belakang. Dari sini, kita bisa belajar banyak tentang apa saja yang memengaruhi pergerakan harga saham, terutama bagi perusahaan yang baru masuk pasar. Yuk, simak sampai tuntas agar investasi Anda makin cerdas!
CHEK: Emiten Kesehatan yang Langsung Melejit
Pada hari itu, PT Diastika Biotekindo Tbk (CHEK), sebuah emiten yang bergerak di sektor kesehatan, menjadi sorotan. Bagaimana tidak, di hari pertamanya tercatat di BEI, saham CHEK langsung melesat hingga menyentuh batas Auto Reject Atas (ARA)!
Saham CHEK naik 34,38% ke harga Rp 172 per lembar, dari harga penawaran perdana sebesar Rp 128 per lembar. Ini berarti, investor yang berhasil mendapatkan saham CHEK di harga IPO langsung untung besar di hari pertama. Perusahaan ini melepas 815 juta saham baru dan berhasil meraup dana segar hingga Rp 104,32 miliar dari IPO.
Direktur Utama PT Diastika Biotekindo Tbk, FX Yoshua Raintjung, mengungkapkan optimismenya terhadap prospek perusahaan.
“Saya optimistis dengan prospek Industri Kesehatan saat ini. Pasar alat kesehatan dan diagnostik molekuler di Indonesia tumbuh pesat pasca-COVID dan seiring tren personalisasi pengobatan,” kata Yoshua.
Ia juga menambahkan bahwa pemerintah mendukung penggunaan produk lokal (TKDN) dan industri substitusi impor, yang menjadi peluang besar bagi CHEK. Dana IPO ini rencananya akan digunakan untuk mendukung operasional perusahaan, termasuk pembelian barang dagangan, biaya angkut, biaya kantor, hingga berpartisipasi dalam proyek pengadaan Kementerian Kesehatan.
PMUI: Emiten Telekomunikasi yang Anjlok di Hari Pertama
Berbanding terbalik dengan CHEK, nasib PT Prima Multi Usaha Indonesia Tbk (PMUI) justru kurang mujur. Emiten yang bergerak di bidang perdagangan telekomunikasi ini juga mencatatkan sahamnya pada hari yang sama, namun justru melemah hingga Auto Reject Bawah (ARB), alias anjlok mentok!
Saham PMUI turun 15% ke harga Rp 153 per lembar, dari harga penawaran perdana Rp 180 per lembar. Perusahaan ini melepas 1,16 miliar saham atau setara 20% dari modal disetor, meraup dana segar Rp 208,8 miliar.
Direktur Utama Prima Multi Indonesia, Agus Susanto, menyatakan IPO ini merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kapasitas pendanaan dan tata kelola perusahaan.
“IPO adalah bagian dari strategi kami untuk meningkatkan kapasitas pendanaan dan mendorong tata kelola perusahaan ke tingkat yang lebih baik lagi,” jelas Agus.
Namun, alokasi dana IPO PMUI ini cukup menarik perhatian:
- Sekitar 44,39% untuk pembelian persediaan.
- Sekitar 29,27% untuk memberikan pinjaman kepada anak usaha, PT Graha Prima Mentari Tbk.
- Sekitar 26,34% akan digunakan untuk pembelian tanah dan bangunan milik pihak afiliasi, yakni Agus Susanto sendiri yang merupakan direktur utama sekaligus pemegang saham utama.
Kisah PMUI ini juga sempat diwarnai drama, di mana sempat beredar kabar bahwa IPO-nya nyaris batal H-24 jam sebelum pencatatan, meskipun kemudian dibantah oleh BEI.
Bukan Hanya CHEK dan PMUI, Ini Kisah Emiten Lainnya
Fenomena “beda nasib” ini bukan kali pertama terjadi. Pada hari yang sama dengan CHEK dan PMUI, ada dua emiten lain yang juga melantai dan bernasib baik:
- PT Merry Riana Edukasi Tbk (MERI): Emiten edukasi milik motivator Merry Riana ini langsung melesat 34,38% dan menyentuh ARA di hari perdananya.
- PT Trimitra Trans Persada Tbk (BLOG): Emiten logistik dengan merek B-Log ini juga naik 24,8% saat pembukaan perdagangan.
Kontras dengan mereka, PMUI menjadi satu-satunya yang “nyungsep”. Contoh lain dari nasib kurang beruntung emiten baru terjadi pada awal 2024, di mana saham PT Asri Karya Lestari Tbk (ASLI) juga langsung anjlok di hari pertama dan terus melemah.
Namun, ada juga kisah-kisah sukses luar biasa dari emiten baru. Tengok saja saham-saham milik konglomerat Prajogo Pangestu seperti PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN). Keduanya “terbang” tinggi tak terbendung setelah IPO, bahkan kapitalisasi pasar BREN sempat menyalip bank besar di BEI. Ini menunjukkan bahwa peluang “cuan” besar dari IPO memang ada.
Mengapa Nasib Emiten Baru Bisa Berbeda Drastis?
Perbedaan nasib yang jauh antara emiten baru ini tentu bukan tanpa alasan. Ada beberapa faktor utama yang bisa memengaruhinya:
-
Fundamental Bisnis dan Prospek Industri:
- CHEK: Bergerak di sektor kesehatan yang prospeknya cerah pasca-pandemi COVID-19, dengan dukungan pemerintah terhadap produk lokal. Kinerja keuangan perusahaan juga menunjukkan pertumbuhan positif.
- PMUI: Meski di sektor telekomunikasi, alokasi dananya yang sebagian besar untuk pembelian persediaan, pinjaman anak usaha, dan pembelian aset dari afiliasi mungkin kurang menarik di mata investor dibandingkan dengan ekspansi yang lebih “langsung” ke pasar.
-
Sentimen Pasar dan Reputasi:
- Nama besar pemilik atau tren sektor tertentu bisa memicu euforia. Merry Riana dengan MERI, atau Prajogo Pangestu dengan CUAN dan BREN, adalah contoh bagaimana “nama besar” bisa mendongkrak sentimen.
- Sektor yang sedang “naik daun” juga bisa jadi magnet. Saat ini, sektor kesehatan dan energi terbarukan sering menjadi incaran.
-
Alokasi Dana IPO yang Transparan dan Produktif:
- Investor cenderung menyukai perusahaan yang menggunakan dana IPO untuk ekspansi bisnis yang jelas, pembelian aset produktif, atau peningkatan kapasitas yang akan berdampak langsung pada pertumbuhan pendapatan di masa depan. Alokasi dana yang terlihat lebih berpihak pada pihak afiliasi bisa menimbulkan tanda tanya.
-
Ketersediaan Saham di Pasar (Free Float) dan Valuasi:
- Jumlah saham yang dilepas ke publik (free float) dan harga IPO yang dianggap wajar atau bahkan murah oleh pasar juga berperan. Jika saham tidak banyak beredar di publik, harganya bisa lebih mudah bergerak naik atau turun. Valuasi yang menarik di awal juga bisa memicu minat beli yang besar.
Kesimpulan
Kisah “beda nasib” dua emiten baru ini menjadi pelajaran berharga bagi para investor. IPO memang bisa menawarkan potensi keuntungan besar dalam waktu singkat, namun risiko kerugiannya juga tak kalah besar. Jangan mudah tergiur hanya karena saham baru “terbang tinggi” atau ikut-ikutan tren tanpa riset mendalam.
Sebelum memutuskan untuk berinvestasi pada saham IPO, sangat penting untuk:
- Pahami betul bisnis perusahaannya: Apa produk atau jasanya? Bagaimana prospek industrinya ke depan?
- Cermati kinerja keuangannya: Apakah perusahaan sehat dan tumbuh?
- Teliti alokasi dana IPO-nya: Untuk apa dana yang dihimpun digunakan? Apakah untuk ekspansi yang produktif atau hal lain yang kurang jelas?
Ingat, investasi saham adalah maraton, bukan sprint. Dengan analisis yang cermat dan pemahaman yang baik, Anda bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan investasi dan meraih keuntungan yang berkelanjutan di pasar modal.