Mengungkap Misteri: Mengapa Jutaan Peserta BPJS PBI Dinonaktifkan dan Bagaimana Cara Mengatasinya?

Dipublikasikan 24 Juni 2025 oleh admin
Kesehatan

Isu mengenai juta peserta BPJS PBI dinonaktifkan telah menjadi sorotan publik yang signifikan, memicu berbagai pertanyaan dan kekhawatiran di tengah masyarakat. Bagi banyak keluarga di Indonesia, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah tulang punggung akses mereka terhadap layanan kesehatan esensial. Ketika kabar penonaktifan jutaan peserta ini mencuat, wajar jika timbul kebingungan dan kegelisahan. Artikel ini hadir untuk mengupas tuntas mengapa penonaktifan ini terjadi, apa dasar hukumnya, bagaimana dampak yang ditimbulkan, serta langkah-langkah konkret yang bisa ditempuh bagi mereka yang terdampak. Kami akan memandu Anda memahami seluk-beluk kebijakan ini agar Anda tidak lagi merasa bingung dan dapat mengambil tindakan yang tepat.

Mengungkap Misteri: Mengapa Jutaan Peserta BPJS PBI Dinonaktifkan dan Bagaimana Cara Mengatasinya?

Fenomena Penonaktifan: Angka dan Reaksi Awal

Pada pertengahan Juni 2025, berita mengenai penonaktifan sekitar 7,3 juta peserta BPJS PBI oleh Kementerian Sosial (Kemensos) mengejutkan banyak pihak. Angka yang tepat adalah 7.397.277 peserta PBI JKN, sebuah jumlah yang masif dan tentu saja menimbulkan riak besar di tengah masyarakat. Menteri Sosial, Saifullah Yusuf, menjelaskan bahwa langkah ini merupakan hasil dari proses pemadanan data yang ketat menggunakan basis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, turut angkat bicara, menegaskan bahwa penonaktifan ini tidak serta-merta mengurangi alokasi nasional PBI JKN yang telah ditetapkan, yaitu sekitar 96,8 juta jiwa. “Itu diganti dengan yang baru. Orangnya bisa ganti, tetapi jumlahnya kan masih tetap,” jelas Ghufron, menenangkan kekhawatiran bahwa kuota bantuan akan berkurang. Namun, ia juga mengakui adanya risiko bagi peserta yang tidak proaktif mengecek status kepesertaan mereka, yang bisa saja tiba-tiba dinonaktifkan tanpa menyadarinya.

Mengapa Mereka Dinonaktifkan? Akar Masalah dan Dasar Hukum

Penonaktifan 7,3 juta peserta BPJS PBI bukanlah keputusan tanpa dasar. Kebijakan ini berlandaskan pada dua regulasi utama: Surat Keputusan (SK) Menteri Sosial Nomor 80 Tahun 2025 dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).

Sebelumnya, penetapan peserta PBI JKN sebagian besar mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Namun, dengan diberlakukannya Inpres No. 4 Tahun 2025, mulai Mei 2025, basis data yang digunakan untuk penetapan peserta PBI beralih sepenuhnya ke DTSEN. Peralihan ini bertujuan untuk meningkatkan akurasi dan ketepatan sasaran penyaluran bantuan sosial, termasuk iuran JKN bagi masyarakat miskin dan rentan miskin.

Secara rinci, dari total 7,39 juta peserta yang dinonaktifkan, terdapat dua kategori utama:

  1. Sekitar 5 juta peserta tidak tercatat dalam basis data DTSEN atau ditemukan anomali data yang membuat mereka tidak lagi memenuhi kriteria.
  2. Sisanya, sekitar 2,3 juta peserta, terbukti melalui uji petik atau ground checking berada pada desil 6 hingga 10. Ini berarti mereka dinilai sudah memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik dan tidak lagi termasuk dalam kriteria penerima bantuan iuran pemerintah, yang idealnya mencakup desil 1 hingga 5.

Tujuan utama dari pembaruan data secara berkala oleh Kementerian Sosial ini adalah untuk memastikan bahwa bantuan iuran JKN benar-benar diterima oleh mereka yang paling membutuhkan, mencegah terjadinya salah sasaran, dan mengoptimalkan penggunaan anggaran negara.

Lebih dari Sekadar PBI: Gambaran Umum Peserta JKN Non-Aktif

Fenomena penonaktifan 7,3 juta peserta PBI ini menambah daftar panjang peserta JKN yang berstatus non-aktif. Data menunjukkan bahwa jumlah peserta JKN yang non-aktif terus meningkat dari tahun ke tahun. Per Maret 2025, total peserta non-aktif telah mencapai 56,8 juta jiwa, naik signifikan dari 55,4 juta jiwa pada akhir 2024 dan 53,8 juta jiwa pada 2023. Bahkan pada 2022, angkanya masih di 44,4 juta jiwa.

Dari total peserta non-aktif tersebut, sebagian besar, yakni 41,5 juta jiwa, merupakan hasil mutasi kepesertaan. Namun, sisanya disinyalir akibat tunggakan iuran. Penonaktifan PBI ini berpotensi menambah jumlah peserta non-aktif, terutama bagi mereka yang sebelumnya PBI namun kini beralih menjadi peserta mandiri dan enggan membayar iuran.

Penting untuk dipahami bahwa status “non-aktif” tidak selalu berarti tidak bisa mengakses layanan kesehatan sama sekali. Seperti yang dijelaskan oleh Dirut BPJS Kesehatan, jika kepesertaan non-aktif karena menunggak iuran atau tidak ada yang membiayai, pemerintah daerah seringkali memiliki program Universal Health Coverage (UHC) prioritas. Artinya, peserta yang non-aktif tetap bisa mengakses rumah sakit melalui skema ini, meskipun memerlukan proses pengaktifan kembali atau penyesuaian status menjadi peserta mandiri.

Jangan Panik! Cara Cek Status Kepesertaan BPJS PBI Anda

Mengingat banyaknya peserta yang dinonaktifkan, sangat penting bagi masyarakat untuk proaktif mengecek status kepesertaan BPJS Kesehatan mereka. Jangan menunggu sampai sakit atau membutuhkan layanan medis baru menyadari status non-aktif. BPJS Kesehatan telah menyediakan berbagai kanal yang memudahkan pengecekan:

1. Melalui Aplikasi Mobile JKN (Super App)

Ini adalah cara paling mudah dan direkomendasikan karena fitur yang lengkap.

  • Unduh aplikasi Mobile JKN melalui Google Play Store (untuk Android) atau App Store (untuk iOS).
  • Masuk menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau nomor peserta Kartu Indonesia Sehat (KIS).
  • Pilih menu “Info Peserta” di halaman utama.
  • Status kepesertaan Anda akan langsung ditampilkan. Jika aktif, akan muncul keterangan “Aktif”.

2. Melalui BPJS Kesehatan Care Center 165

Jika Anda tidak memiliki akses internet atau kesulitan menggunakan aplikasi, Anda bisa menghubungi call center.

  • Hubungi Care Center BPJS Kesehatan di nomor 165.
  • Tekan angka 1 untuk layanan pengecekan status kepesertaan.
  • Masukkan nomor peserta atau NIK Anda.
  • Masukkan tanggal lahir sesuai format yang diminta.
  • Tunggu informasi status kepesertaan Anda disampaikan oleh sistem atau petugas.

3. Melalui Pelayanan Administrasi melalui WhatsApp (PANDAWA)

PANDAWA adalah layanan BPJS Kesehatan melalui WhatsApp yang memudahkan berbagai administrasi, termasuk pengecekan status.

  • Kirim pesan ke nomor PANDAWA: 08118165165.
  • Ikuti instruksi yang diberikan oleh chatbot untuk mengecek status kepesertaan Anda.

4. Melalui Kantor BPJS Kesehatan Terdekat

Untuk bantuan langsung atau jika ada masalah yang lebih kompleks, kunjungi kantor cabang BPJS Kesehatan terdekat.

5. Petugas BPJS SATU di Rumah Sakit

Bagi Anda yang sedang berobat di rumah sakit dan baru mengetahui kepesertaan non-aktif, petugas BPJS SATU (Siap Membantu) di fasilitas kesehatan dapat memberikan informasi dan bantuan awal.

Langkah-Langkah Mengaktifkan Kembali BPJS PBI yang Dinonaktifkan

Pemerintah tidak menutup pintu bagi peserta yang dinonaktifkan namun sesungguhnya masih layak menerima bantuan. Ada mekanisme reaktivasi yang bisa ditempuh. Dirut BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menjabarkan tiga syarat utama agar peserta PBI JKN bisa kembali aktif:

  1. Dinonaktifkan kepesertaannya pada bulan Mei 2025. Ini adalah kriteria utama yang menunjukkan bahwa penonaktifan Anda terkait dengan kebijakan peralihan DTSEN.
  2. Pemerintah daerah setempat atau Kementerian Sosial memverifikasi bahwa memang benar peserta tersebut masuk kategori miskin atau hampir miskin. Proses verifikasi lapangan akan dilakukan untuk memastikan kelayakan.
  3. Jika yang bersangkutan memiliki penyakit kronis atau masuk kategori emergency (gawat darurat) yang memerlukan penanganan segera, maka status peserta PBI JKN yang dinonaktifkan tersebut bisa langsung aktif. Ini adalah prioritas kemanusiaan.

Jika Anda memenuhi syarat di atas, berikut adalah tahapan untuk mengajukan pengaktifan kembali status kepesertaan BPJS PBI Anda:

  1. Melapor ke Dinas Sosial Setempat: Bawa dokumen-dokumen penting seperti Kartu JKN-KIS, Kartu Keluarga (KK), dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Anda.
  2. Verifikasi Data: Dinas Sosial akan melakukan verifikasi data Anda di lapangan. Jika data Anda valid dan Anda termasuk kategori masyarakat miskin atau rentan miskin, Dinas Sosial akan mengusulkan Anda ke Kementerian Sosial.
  3. Pengusulan ke Kementerian Sosial: Pengusulan ini dilakukan melalui aplikasi Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG) pada menu PBI JK dengan sub-menu reaktivasi.
  4. Aktivasi Kembali: Jika Anda lolos verifikasi oleh Kementerian Sosial, BPJS Kesehatan akan mengaktifkan kembali status kepesertaan Anda. Anda kemudian dapat kembali mengakses layanan kesehatan.

Penting: Menurut Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 21 Tahun 2019 Pasal 8, status kepesertaan PBI yang telah dinonaktifkan dapat diaktifkan kembali dalam waktu paling lama enam bulan sejak tanggal penetapan penghapusan. Jika sudah lebih dari enam bulan, Anda tetap harus mengajukan permohonan ke Dinas Sosial agar dapat didaftarkan kembali ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai langkah awal untuk masuk kembali ke DTSEN.

Suara dari Berbagai Sudut: Tantangan dan Harapan

Keputusan penonaktifan massal ini tidak luput dari kritik dan masukan dari berbagai pihak.

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menyoroti perlunya sosialisasi yang lebih gencar dan jauh hari. Menurutnya, tidak semua masyarakat memiliki pemahaman yang baik dan kesadaran untuk rutin memeriksa status kepesertaan mereka. Hal ini berpotensi merugikan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan mendesak namun tidak tahu bahwa kepesertaannya sudah dinonaktifkan. Timboel juga menambahkan bahwa proses reaktivasi kepesertaan, meskipun sudah ada aplikasi SIKS-NG, masih dirasa cukup sulit bagi sebagian besar masyarakat.

Senada dengan itu, Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Nasional Demokrat, Nurhadi, menekankan pentingnya akurasi data. Ia mempertanyakan validitas data yang digunakan untuk menonaktifkan jutaan peserta dan meminta pemerintah untuk tidak gegabah dalam mengambil keputusan yang berdampak langsung pada hak dasar warga negara. Nurhadi mendorong Kemensos dan BPJS Kesehatan untuk segera membuka kanal pengaduan yang responsif, transparan, dan mudah diakses, agar masyarakat yang keberatan atau terdampak dapat segera mengajukan keberatan dan mendapatkan solusi. “Jangan sampai ada warga tidak mampu terlempar dari sistem perlindungan sosial hanya karena ketidakhadiran mereka dalam database,” tegasnya.

Pemerintah, melalui BPJS Kesehatan dan Kementerian Sosial, menyatakan bahwa sosialisasi dan notifikasi kepada peserta yang terdampak masih terus dilakukan, salah satunya dengan mengirimkan notifikasi langsung. Namun, tantangan besar tetap ada dalam memastikan informasi ini sampai kepada seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang berada di pelosok atau kurang melek teknologi.

Kesimpulan: Proaktif demi Hak Kesehatan Anda

Penonaktifan jutaan peserta BPJS PBI adalah bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan sistem jaminan kesehatan yang lebih tepat sasaran dan berkelanjutan. Meskipun menimbulkan gejolak, kebijakan ini didasari oleh keinginan untuk memastikan bahwa bantuan iuran hanya diterima oleh mereka yang benar-benar membutuhkan, sesuai dengan basis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

Pesan krusial dari insiden ini adalah pentingnya keproaktifan setiap individu untuk secara rutin memeriksa status kepesertaan BPJS Kesehatan mereka. Manfaatkan aplikasi Mobile JKN, Care Center 165, atau layanan PANDAWA untuk memastikan status Anda tetap aktif. Jika Anda termasuk dalam kelompok yang dinonaktifkan namun merasa masih layak, jangan ragu untuk segera menghubungi Dinas Sosial setempat dan mengikuti prosedur reaktivasi yang telah ditetapkan.

Program JKN adalah hak dasar setiap warga negara untuk mendapatkan akses layanan kesehatan yang layak. Dengan pemahaman yang benar dan tindakan yang tepat, kita dapat memastikan bahwa hak ini tetap terlindungi, serta sistem jaminan kesehatan nasional dapat berjalan optimal demi kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia.