Kebiasaan Main Makan Sambil Nonton? Hati-hati, Bisa Tingkatkan Risiko Depresi!

Dipublikasikan 17 Agustus 2025 oleh admin
Kesehatan

Yogyakarta, zekriansyah.com – Pernahkah Anda sadar, betapa seringnya kita makan sambil mata terpaku pada layar handphone atau televisi? Mungkin bagi sebagian besar dari kita, ini adalah pemandangan yang sangat lumrah. Entah itu saat sarapan terburu-buru, makan siang di kantor, atau bersantai menikmati makan malam, rasanya ada yang kurang jika tidak ditemani tontonan atau scroll media sosial.

Kebiasaan Main Makan Sambil Nonton? Hati-hati, Bisa Tingkatkan Risiko Depresi!

Kebiasaan makan sambil bermain gawai atau menonton televisi dapat meningkatkan risiko depresi karena mengganggu pemrosesan emosi dan praktik makan yang sadar.

Namun, siapa sangka kebiasaan sederhana yang terlihat sepele ini ternyata menyimpan potensi bahaya serius bagi kesehatan mental kita? Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa individu yang konsisten merasa perlu menonton sesuatu saat makan, tiga kali lebih mungkin menunjukkan gejala depresi. Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa kebiasaan ini berbahaya, bagaimana ia berkaitan dengan pola makan lain yang merugikan, serta langkah-langkah praktis untuk menjaga diri Anda dari risiko depresi dan gangguan kecemasan.

Mengapa Kebiasaan ‘Main Makan’ Berbahaya?

Kebiasaan makan yang disertai distraksi digital, seperti main HP saat makan atau makan sambil nonton, mungkin terasa seperti cara nyaman untuk melepas penat. Namun, di balik kenyamanan sesaat itu, ada dampak yang tak kalah serius.

Distraksi Emosional yang Menyesatkan

Menurut Wenika, seorang psikolog di Surabaya, kebiasaan ini bisa jadi indikator awal dari masalah kesehatan mental yang lebih dalam. Para peneliti meyakini bahwa ini adalah bentuk distraksi emosional. Seseorang secara tidak sadar menghindari kesendirian dengan pikiran atau emosinya sendiri saat makan. Daripada menikmati makanan dengan penuh kesadaran dan berinteraksi dengan lingkungan, individu ini justru mengandalkan konten digital untuk mengisi kekosongan emosional atau mental. Ini menjadi cara untuk lari dari perasaan atau pikiran yang mungkin tidak nyaman.

Dampak Jangka Panjang pada Otak dan Perasaan

Dalam jangka panjang, pola makan yang disertai distraksi digital ini dapat mengurangi kemampuan otak untuk mengaitkan makanan dengan kenyamanan, koneksi sosial, atau rutinitas. Akibatnya, perasaan kesepian bisa semakin memburuk, karena momen makan yang seharusnya menjadi kesempatan untuk relaksasi atau interaksi justru terdistraksi. Hal ini juga bisa menjerumuskan kita pada siklus berbahaya: emosi negatif memicu Anda untuk makan berlebihan, lalu Anda menyalahkan diri sendiri, stres bertambah, dan Anda kembali makan banyak-banyak.

Lebih dari Sekadar “Main Makan”: Pola Makan Buruk Lain yang Mengintai Kesehatan Mental

Tidak hanya main HP saat makan, beberapa kebiasaan makan lain juga punya kaitan erat dengan risiko depresi dan gangguan kecemasan.

Stress Eating: Ketika Emosi Menguasai Nafsu Makan

Pernahkah Anda makan banyak sekali saat sedang stres atau sedih, padahal sebenarnya tidak lapar? Ini disebut stress eating atau emotional eating. Saat stres, tubuh kita melepaskan hormon kortisol. Nah, peningkatan hormon ini bisa meningkatkan nafsu makan dan rasa lapar, terutama untuk makanan tinggi gula dan lemak. Kita jadi cenderung memilih junk food seperti es krim, kue, cokelat, keripik, atau pizza, alih-alih makanan bergizi.

Jika dibiarkan, stress eating bisa menyebabkan penumpukan kalori berlebih, kenaikan berat badan, obesitas, hingga meningkatkan risiko diabetes dan hipertensi. Bahkan, pada sebagian orang, stress eating bisa memicu gangguan makan serius seperti binge eating disorder.

Jadwal Makan Tidak Teratur dan Jenis Makanan yang Perlu Diwaspadai

Selain stress eating, pola makan tidak teratur juga berdampak besar pada kesehatan mental.

  • Menunda Waktu Makan: Sebuah studi menunjukkan bahwa sering menunda waktu sarapan (setelah jam 9 pagi) dan makan malam (lewat jam 8 malam) dapat meningkatkan risiko depresi dan kecemasan secara signifikan. Ini mungkin karena gangguan pada ritme sirkadian atau siklus tidur kita, yang pada akhirnya memengaruhi metabolisme dan suasana hati. Sebaliknya, membatasi waktu makan dalam 12 jam setiap hari (misalnya, hanya makan dari jam 9 pagi sampai 9 malam) bisa menurunkan risiko kecemasan dan depresi.
  • Makanan Tinggi Indeks Glikemik: Makanan seperti nasi putih, roti putih, kerupuk, dan makanan panggang bisa menyebabkan fluktuasi gula darah yang drastis. Lonjakan dan penurunan gula darah yang cepat ini telah dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi dan kecemasan.
  • Makanan Olahan, Tinggi Gula, Lemak, dan Garam: Penelitian menunjukkan bahwa pola makan yang didominasi makanan olahan, serta makanan tinggi gula, lemak jenuh, dan garam, dapat meningkatkan risiko depresi hingga 58%. Makanan-makanan ini bisa mengganggu bakteri usus dan memengaruhi kimia otak kita, termasuk produksi hormon serotonin yang berperan dalam suasana hati. Bahkan, ketergantungan kafein juga bisa menyebabkan kegelisahan dan susah konsentrasi.

Kenali Tanda-tandanya dan Mulai Bertindak!

Bagaimana Anda tahu jika Anda terjebak dalam kebiasaan makan yang merugikan kesehatan mental? Berikut beberapa tandanya:

  • Merasa ingin makan walau sebenarnya tidak lapar, terutama saat sedang cemas, stres, atau banyak beban pikiran.
  • Menginginkan makanan tertentu (seperti cokelat atau es krim) saat sedang merasa tertekan.
  • Merasa ingin makan karena tidak ada hal lain yang bisa dilakukan.
  • Merasa bahwa makan bisa membuat perasaan menjadi lebih baik, meskipun hanya sesaat.

Jika Anda merasakan tanda-tanda ini, jangan khawatir. Ada banyak langkah yang bisa Anda ambil!

Strategi Jitu Mengatasi Kebiasaan Makan yang Merugikan Kesehatan Mental

Mengubah kebiasaan makan memang butuh waktu dan komitmen, tapi hasilnya akan sangat berharga bagi kesehatan mental Anda.

  1. Sadari dan Pahami Pemicunya: Langkah pertama adalah menjadi lebih sadar. Perhatikan mengapa Anda makan. Apakah karena lapar fisik atau karena emosi? Cobalah membuat jurnal makanan untuk melacak apa yang Anda makan, kapan, dan emosi apa yang Anda rasakan saat itu. Ini akan membantu Anda menemukan pola dan pemicu stress eating Anda.
  2. Alihkan Perhatian: Saat dorongan makan yang tidak sehat muncul, coba alihkan perhatian Anda. Minum segelas air putih, tunda makan selama 10-15 menit, lalu lakukan aktivitas lain seperti:
    • Mengobrol dengan teman atau keluarga.
    • Membaca buku atau majalah.
    • Mendengarkan musik yang menenangkan.
    • Berjalan-jalan sore atau melakukan olahraga ringan seperti yoga.
    • Melakukan meditasi atau latihan pernapasan dalam.
    • Bermain game sejenak, bersih-bersih rumah, atau menulis jurnal.
  3. Pilih Makanan yang Tepat: Ganti makanan olahan dan junk food dengan pilihan yang lebih sehat. Prioritaskan nutrisi seimbang:
    • Perbanyak sayur, buah, ikan, biji-bijian, dan kacang-kacangan.
    • Pilih sumber protein tinggi dan lemak sehat.
    • Batasi asupan gula, garam, dan makanan yang digoreng.
    • Contoh camilan sehat: jeruk mandarin (untuk ngidam manis) atau kacang pistachio (untuk ngidam renyah).
  4. Terapkan Pola Makan Teratur dan Penuh Kesadaran:
    • Tetapkan jadwal makan utama dan patuhi. Usahakan makan di waktu yang sama setiap hari.
    • Makanlah secara perlahan, nikmati setiap suapan, dan fokus pada makanan Anda.
    • Hindari makan sambil bekerja, menonton televisi, atau bermain ponsel. Ini membantu Anda mengenali sinyal kenyang dari tubuh.
  5. Kelola Stres dengan Efektif: Karena stres adalah pemicu utama emotional eating, kelola stres Anda dengan baik.
    • Olahraga rutin dapat menurunkan kadar hormon stres seperti kortisol dan memicu produksi endorfin, hormon peningkat mood.
    • Luangkan waktu untuk me-time dan dekatkan diri dengan alam.
    • Pastikan Anda mendapatkan tidur yang cukup.
    • Pertimbangkan asupan vitamin B kompleks, karena beberapa jenis vitamin B (B3, B6, B9, B12) berperan penting dalam menjaga suasana hati dan memproduksi serotonin.
  6. Jangan Ragu Mencari Bantuan Profesional: Jika Anda merasa kesulitan mengendalikan dorongan untuk makan berlebihan, atau kebiasaan ini sudah menyebabkan gangguan kesehatan seperti obesitas atau gejala depresi, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter, ahli gizi, atau psikolog. Mereka dapat memberikan bantuan dan saran yang tepat sesuai kondisi Anda.

Kesimpulan

Kebiasaan main makan sambil terdistraksi, pola makan tidak teratur, dan pilihan makanan yang kurang tepat, semuanya memiliki benang merah yang erat dengan kesehatan mental kita. Mereka bisa menjadi pemicu atau bahkan memperparah risiko depresi dan gangguan kecemasan.

Namun, kabar baiknya, dengan kesadaran dan langkah-langkah proaktif, kita bisa memutus siklus negatif ini. Mulailah dengan perubahan kecil dalam pola makan Anda hari ini. Nikmati makanan Anda dengan penuh kesadaran, penuhi tubuh dengan nutrisi yang baik, dan kelola stres dengan bijak. Ingat, gaya hidup sehat bukan hanya untuk tubuh, tapi juga untuk pikiran Anda. Investasi pada pola makan sehat adalah investasi pada kebahagiaan dan kesehatan mental jangka panjang Anda.