Halo, warga Yogyakarta dan sekitarnya! Ada kabar penting yang perlu kita perhatikan bersama. Jumlah korban leptospirosis di Yogyakarta meningkat cukup signifikan belakangan ini, dan ini bukan hal yang bisa kita anggap remeh. Penyakit yang sering disebut “penyakit kencing tikus” ini telah merenggut beberapa nyawa, dan Pemerintah Kota Yogyakarta pun sudah mulai mengambil langkah serius untuk mengatasinya.
Peningkatan tajam kasus leptospirosis di Yogyakarta mengharuskan kewaspadaan ekstra dari masyarakat, pahami gejala dan pencegahannya.
Artikel ini akan membahas tuntas mengapa kasus leptospirosis di Jogja naik, apa saja gejalanya, siapa yang paling berisiko, serta langkah-langkah konkret yang bisa kita lakukan untuk melindungi diri dan keluarga. Yuk, simak baik-baik agar kita semua bisa lebih waspada dan tetap sehat!
Lonjakan Kasus yang Mengkhawatirkan di Kota Gudeg
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta melaporkan adanya peningkatan kasus leptospirosis di Kota Yogyakarta sepanjang semester pertama tahun 2025. Hingga awal Juli, tercatat 19 kasus dengan 6 di antaranya berujung pada kematian. Angka ini jelas mengkhawatirkan jika dibandingkan tahun sebelumnya, di mana pada periode yang sama tahun 2024 hanya ada 10 kasus dengan 2 kematian.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Yogyakarta, Lana Unwanah, menjelaskan bahwa tingkat fatalitas (Case Fatality Rate/CFR) penyakit ini mencapai 31% pada tahun ini, melonjak tajam dari 20% di tahun sebelumnya. “Memang ada kenaikan yang cukup memprihatinkan. Kasus kematian cukup tinggi,” ujar Lana.
Kasus-kasus ini tersebar di 11 dari 14 kemantren (kecamatan) di Kota Yogyakarta. Dua kemantren dengan kasus terbanyak adalah Jetis dan Tegalrejo, masing-masing tiga kasus. Sementara itu, kemantren Keraton, Gondomanan, dan Danurejan menjadi tiga wilayah yang sejauh ini masih bersih dari laporan kasus.
Mengenal Leptospirosis: Si Penyakit dari Kencing Tikus
Mungkin Anda bertanya-tanya, sebenarnya apa sih leptospirosis itu? Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri bernama Leptospira. Bakteri ini umumnya ditularkan melalui air atau tanah yang sudah tercemar air kencing tikus atau hewan lain yang terinfeksi.
Bagaimana bakteri ini masuk ke tubuh kita? Biasanya, bakteri Leptospira bisa menyusup melalui luka terbuka, goresan pada kulit, atau selaput lendir seperti mata, hidung, atau mulut, terutama saat kita beraktivitas di lingkungan yang kotor atau becek. Selain tikus, hewan lain seperti sapi, anjing, atau babi juga bisa menjadi pembawa bakteri ini, meskipun kasus penularan dari mereka lebih jarang. Bakteri ini sangat betah hidup di lingkungan yang lembap, jadi tak heran kalau leptospirosis seringkali melonjak kasusnya saat musim hujan atau terjadi banjir.
Gejala yang Sering Terabaikan, Fatal Akibatnya!
Salah satu alasan mengapa korban leptospirosis di Yogyakarta meningkat dan banyak kasus berujung fatal adalah karena gejala awalnya yang “menipu”. Gejala leptospirosis seringkali tidak spesifik dan mirip dengan penyakit ringan biasa seperti flu atau kelelahan.
Gejala awal yang perlu Anda waspadai meliputi:
- Demam tinggi
- Sakit kepala
- Nyeri otot, terutama di betis dan punggung bawah
- Mual dan muntah
- Mata merah
Seringkali, masyarakat menganggap gejala ini hanya masuk angin biasa, pegal-pegal karena aktivitas berat, atau kelelahan setelah kehujanan. Akibatnya, mereka terlambat memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan. Padahal, jika tidak segera ditangani, leptospirosis bisa berkembang menjadi kondisi yang lebih parah, seperti penyakit Weil.
Pada tahap lanjut, gejala bisa berupa:
- Penyakit kuning (mata dan kulit menguning)
- Pembengkakan pada tangan dan kaki
- Kesulitan buang air kecil
- Perdarahan
- Sesak napas
- Nyeri dada
Yang paling fatal, bakteri ini bisa menyerang organ vital seperti ginjal dan hati. Salah satu kasus meninggal yang terbaru di Kota Yogyakarta adalah seorang pria berusia 59 tahun yang bekerja di bengkel. Ia awalnya hanya merasakan demam dan meriang, namun baru memeriksakan diri setelah kondisi memburuk dan akhirnya meninggal karena gagal ginjal. Padahal, jika penanganan dilakukan sejak awal, penyakit ini bisa disembuhkan dengan antibiotik, dan pasien bisa pulih tanpa perlu cuci darah rutin.
Siapa Saja yang Berisiko Tertular?
Meskipun terdengar menakutkan, penularan leptospirosis tidak selalu berarti Anda harus bekerja di lingkungan yang kotor. Siapa saja bisa berisiko, terutama mereka yang sering bersinggungan dengan air atau tanah yang berpotensi tercemar urine tikus.
Kelompok yang memiliki risiko tinggi antara lain:
- Petani dan pekerja perkebunan: Karena sering beraktivitas di lumpur atau tanah basah.
- Petugas kebersihan, pemilah sampah, dan penggerobak sampah: Lingkungan kerja yang rentan terhadap keberadaan tikus.
- Pecinta aktivitas luar ruangan: Seperti memancing di kali, camping, atau kegiatan lain di alam bebas yang melibatkan kontak dengan air atau tanah lembap.
- Warga yang tinggal di kawasan rawan banjir atau genangan air.
- Siapapun yang memiliki luka terbuka dan terpapar lingkungan yang kotor.
Jadi, kewaspadaan harus ditingkatkan oleh semua lapisan masyarakat, bukan hanya mereka yang bekerja di lingkungan tertentu.
Upaya Pencegahan dan Kewaspadaan Pemerintah Kota Yogyakarta
Melihat peningkatan kasus leptospirosis di Yogyakarta, Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinkes telah mengambil berbagai langkah. Salah satunya adalah melakukan investigasi lapangan dengan mengambil sampel tikus di rumah-rumah warga yang terkena leptospirosis.
- Pengambilan Sampel Tikus: Dinkes bekerja sama dengan Balai Besar Laboratorium Kesehatan Masyarakat (BBLabkesmas) memasang 100 perangkap tikus di rumah pasien dan 50 rumah di sekitarnya. Dari upaya ini, 10 ekor tikus tertangkap dan organ ginjalnya diambil untuk diuji di laboratorium guna memastikan keberadaan bakteri Leptospira.
- Penanganan Lingkungan: Jika hasil uji menunjukkan adanya bakteri, akan dilakukan langkah mitigasi seperti penyemprotan desinfektan atau fumigasi (pengasapan beracun) di area yang tercemar.
- Surat Edaran Kewaspadaan: Wali Kota Yogyakarta telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 100.3.4/2407 Tahun 2025 tentang Kewaspadaan Kejadian Leptospirosis dan Hantavirus. Surat edaran ini mengarahkan semua pihak terkait untuk meningkatkan kewaspadaan dan respons cepat.
- Edukasi dan Pelatihan: Dinkes juga gencar melakukan edukasi kepada masyarakat melalui perangkat desa dan memberikan refresh materi kepada dokter di puskesmas, klinik, hingga praktik mandiri agar lebih sigap dalam mendiagnosis leptospirosis, terutama dengan melakukan anamnesis (wawancara riwayat pasien) yang detail.
Meski ada lonjakan kasus, status Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk leptospirosis di Kota Yogyakarta belum ditetapkan, namun potensi ini terus dikaji dan disiapkan langkah-langkah surveilans.
Lindungi Diri dan Keluarga: Langkah Nyata di Lingkungan Anda
Pencegahan adalah kunci utama untuk menghindari leptospirosis. Berikut adalah beberapa langkah sederhana namun sangat penting yang bisa Anda lakukan:
- Terapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS): Ini adalah dasar dari segala pencegahan penyakit.
- Gunakan Alat Pelindung Diri: Jika Anda harus beraktivitas di area yang becek, berlumpur, atau berpotensi tercemar (misalnya saat bersih-bersih selokan, sawah, atau pascabanjir), selalu gunakan sepatu bot dan sarung tangan.
- Bersihkan Diri Segera: Setelah beraktivitas di luar ruangan atau di lingkungan yang berisiko, segera cuci tangan dan kaki Anda dengan sabun dan air mengalir. Jika ada luka, segera bersihkan dan tutup agar tidak menjadi jalan masuk bakteri.
- Jaga Kebersihan Lingkungan Rumah:
- Rapikan barang-barang atau peralatan yang tidak terpakai agar tidak menjadi sarang tikus.
- Buang sampah pada tempatnya dan tutup rapat agar tidak menarik tikus.
- Pastikan tidak ada genangan air di sekitar rumah.
- Perhatikan Hewan Peliharaan dan Ternak: Jaga kesehatan hewan peliharaan seperti anjing, atau hewan ternak seperti sapi dan kambing. Jika menunjukkan gejala demam atau kuning, segera bawa ke dokter hewan.
- Jangan Remehkan Gejala Awal: Jika Anda atau anggota keluarga mengalami demam, nyeri otot, sakit kepala, atau mata menguning setelah beraktivitas di lingkungan yang berisiko, jangan tunda. Segera periksakan diri ke dokter atau fasilitas layanan kesehatan terdekat. Deteksi dini bisa menyelamatkan nyawa!
Kesimpulan
Peningkatan korban leptospirosis di Yogyakarta adalah alarm bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap kesehatan dan kebersihan lingkungan. Penyakit ini memang serius dan berpotensi fatal, namun dengan pemahaman yang baik mengenai gejala, risiko, serta langkah pencegahan yang tepat, kita bisa melindungi diri dan orang-orang terkasih.
Mari bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan kita, mulai dari rumah hingga area sekitar. Jangan ragu untuk segera mencari pertolongan medis jika merasakan gejala yang mencurigakan. Ingat, kesehatan adalah harta yang paling berharga. Tetap waspada dan sehat selalu, warga Yogyakarta!
FAQ
Tanya: Apa itu leptospirosis dan mengapa disebut penyakit kencing tikus?
Jawab: Leptospirosis adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh bakteri Leptospira, yang dapat menyebar melalui urine hewan yang terinfeksi, termasuk tikus.
Tanya: Apa saja gejala umum leptospirosis yang perlu diwaspadai?
Jawab: Gejala umum meliputi demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, mata merah, dan terkadang muncul ruam.
Tanya: Bagaimana cara penularan leptospirosis dan siapa yang paling berisiko terinfeksi?
Jawab: Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan urine hewan yang terinfeksi atau melalui air dan tanah yang terkontaminasi, terutama berisiko bagi mereka yang bekerja di lingkungan basah atau kotor.