Warga Yogyakarta, ada kabar penting yang perlu kita perhatikan bersama. Kasus leptospirosis di Kota Jogja melonjak secara signifikan, dan ini tentu menjadi perhatian serius bagi Dinas Kesehatan DIY dan seluruh masyarakat. Penyakit yang ditularkan oleh bakteri dari urine tikus ini telah merenggut beberapa nyawa, sehingga kewaspadaan dan tindakan cepat sangat diperlukan. Yuk, kita bedah lebih dalam agar kita semua bisa melindungi diri dan keluarga dari ancaman penyakit ini.
Lonjakan kasus leptospirosis di Kota Jogja mengharuskan warga lebih waspada dan segera bertindak sesuai imbauan Dinkes DIY.
Lonjakan Kasus yang Mengkhawatirkan di Yogyakarta
Angka penderita leptospirosis di Kota Jogja menunjukkan peningkatan yang cukup mencemaskan. Hingga Juli 2025, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat ada 19 kasus leptospirosis, dengan enam di antaranya berakhir dengan kematian. Angka ini melonjak tajam dibandingkan tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan:
- Semester I 2025: 19 kasus, 6 kematian (Tingkat fatalitas kasus: 31%)
- Semester I 2024: 10 kasus, 2 kematian (Tingkat fatalitas kasus: 20%)
Ini berarti ada kenaikan kasus hampir 100% dan kematian naik 200% dalam kurun waktu satu tahun! Kasus-kasus ini tersebar di 11 dari 14 kemantren (kecamatan) di Kota Jogja, menunjukkan bahwa penyakit ini bisa menyerang siapa saja dan di mana saja. Beberapa kemantren dengan kasus terbanyak antara lain Jetis dan Tegalrejo.
Mengenal Lebih Dekat Leptospirosis: Penyebab dan Gejala
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Leptospira. Bakteri ini umumnya ditularkan melalui air atau tanah yang tercemar air kencing tikus yang terinfeksi. Bayangkan saja, saat kita beraktivitas di genangan air, lumpur, atau tanah basah yang sudah terkontaminasi, bakteri ini bisa masuk ke tubuh kita melalui luka terbuka, goresan, atau bahkan selaput lendir seperti mata, hidung, dan mulut.
Yang membuat penyakit ini berbahaya adalah gejalanya yang seringkali mirip dengan penyakit lain seperti demam biasa atau flu. Gejala awal yang perlu diwaspadai antara lain:
- Demam tinggi atau panas
- Pusing
- Mual dan muntah
- Nyeri otot
- Tubuh terasa lesu atau lemas
Seringkali, masyarakat mengira ini hanya masuk angin atau kelelahan biasa, lalu hanya mengonsumsi obat warung. Padahal, jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, leptospirosis bisa berkembang menjadi parah dan menyerang organ penting seperti ginjal, hati, paru-paru, hingga menyebabkan gagal ginjal dan kematian. Salah satu tanda parah adalah mata menguning, mirip seperti gejala hepatitis.
Siapa Saja yang Berisiko Tertular?
Penularan leptospirosis sangat berkaitan erat dengan perilaku dan lingkungan. Di perkotaan, masalah persampahan dan kebersihan got atau gorong-gorong menjadi pemicu utama. Sementara di pedesaan, sektor pertanian seringkali menjadi area berisiko tinggi.
Beberapa kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi tertular penyakit ini antara lain:
- Petani dan pekerja perkebunan: Karena sering berinteraksi langsung dengan tanah dan air di sawah.
- Petugas kebersihan atau pengumpul sampah: Lingkungan kerja yang rentan terhadap tikus dan kotoran.
- Pehobi memancing (mancing mania): Kontak langsung dengan air sungai atau kolam yang mungkin tercemar urine tikus.
- Pemilik hewan peliharaan (pet lovers): Hewan seperti anjing, sapi, kambing, atau domba juga bisa terinfeksi dan menyebarkan bakteri melalui urinenya.
- Mereka yang beraktivitas di alam bebas: Seperti camping atau kegiatan lain yang melibatkan kontak dengan air atau tanah yang berpotiko.
Lingkungan tempat tinggal yang kumuh, banyak sampah terbuka, serta rumah yang kurang layak huni juga menjadi faktor pemicu penyebaran bakteri ini.
Upaya Gencar Dinkes DIY dan Pemkot Jogja dalam Penanggulangan
Melihat kasus leptospirosis di Kota Jogja melonjak, Dinas Kesehatan DIY dan Pemerintah Kota Yogyakarta tidak tinggal diam. Berbagai upaya pencegahan dan pengendalian sudah digencarkan, melibatkan kolaborasi lintas sektor.
Kepala Dinkes DIY, Pembajun Setyaningastutie, menekankan pentingnya kolaborasi semua stakeholder untuk pencegahan dan pengendalian penyakit ini. Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Lana Unwanah, menjelaskan berbagai langkah konkret yang diambil:
- Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan Disinfeksi Lingkungan: Setiap kasus, terutama yang berujung pada kematian, langsung ditindaklanjuti dengan PE dan penyemprotan disinfektan di lingkungan sekitar pasien. Ini dilakukan bekerja sama dengan Dinas Pertanian dan Pangan.
- Perang Tikus dan Uji Sampel: Sebagai upaya deteksi dini, Dinkes Kota Jogja bekerja sama dengan Balai Besar Laboratorium Kesehatan Masyarakat (BBLabkesmas) memasang 100 jebakan tikus di rumah pasien dan 50 rumah di sekitarnya. Dari 100 jebakan, 10 tikus berhasil ditangkap. Ginjal tikus-tikus ini akan diuji untuk memastikan keberadaan bakteri Leptospira. Beberapa sampel tanah di wilayah Kota Jogja juga menunjukkan hasil positif Leptospira.
- Edukasi dan Promosi Kesehatan: Promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) digiatkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Masyarakat diimbau untuk menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti sepatu bot dan sarung tangan saat beraktivitas di tempat basah atau becek, serta mencuci tangan dan kaki dengan sabun setelahnya.
- Peningkatan Kapasitas Tenaga Medis: Dokter dan perawat di puskesmas, klinik, hingga rumah sakit mendapatkan update pengetahuan tentang leptospirosis, khususnya mengenai deteksi dini gejala klinis dan tata laksana yang tepat. Ini penting agar tidak ada lagi keterlambatan diagnosis.
- Surat Edaran (SE) Kewaspadaan: Wali Kota Yogyakarta telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 100.3.4/2407 Tahun 2025 tentang Kewaspadaan Kejadian Leptospirosis dan Hantavirus. Ya, selain leptospirosis, warga juga diminta waspada terhadap hantavirus yang gejalanya mirip dan juga ditularkan oleh hewan pengerat.
- Vaksinasi Hewan Peliharaan: Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta menganjurkan vaksinasi leptospirosis untuk hewan peliharaan seperti anjing, sapi, kambing, dan domba, sebagai langkah pencegahan.
Simak ulasan lengkapnya dalam artikel terkait: dinkes dan lapas
Meskipun kasus leptospirosis di Kota Jogja melonjak, Kota Yogyakarta belum dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Hal ini karena kasus-kasus yang ada umumnya disebabkan oleh keterlambatan penanganan, bukan penyebaran yang tidak terkendali.
Mari Bertindak: Cegah Leptospirosis Bersama!
Lonjakan kasus leptospirosis di Kota Jogja ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk meningkatkan kewaspadaan. Dinkes DIY dan Pemkot Jogja sudah mengambil langkah-langkah, kini giliran kita sebagai masyarakat untuk berpartisipasi aktif.
Ingat, pencegahan leptospirosis dimulai dari lingkungan kita sendiri. Jagalah kebersihan rumah dan lingkungan sekitar dari sampah yang bisa menjadi sarang tikus. Terapkan PHBS dalam kehidupan sehari-hari. Dan yang paling penting, jika Anda atau orang terdekat mengalami gejala demam, pusing, nyeri otot, atau bahkan mata menguning setelah beraktivitas di lingkungan berisiko, segera periksa ke fasilitas kesehatan terdekat. Jangan tunda, karena penanganan cepat bisa menyelamatkan nyawa! Mari bersama menjaga Kota Jogja tetap sehat dan aman dari ancaman leptospirosis.
FAQ
Tanya: Apa itu leptospirosis dan bagaimana cara penularannya?
Jawab: Leptospirosis adalah infeksi bakteri Leptospira yang umumnya ditularkan melalui urine hewan yang terinfeksi, terutama tikus.
Tanya: Mengapa kasus leptospirosis di Kota Jogja melonjak tajam?
Jawab: Lonjakan kasus ini mengkhawatirkan karena peningkatan signifikan dalam jumlah penderita dan kematian dibandingkan tahun sebelumnya, yang tersebar di banyak wilayah Kota Jogja.
Tanya: Apa saja gejala umum leptospirosis yang perlu diwaspadai?
Jawab: Gejala leptospirosis dapat bervariasi, namun penting untuk segera mencari pertolongan medis jika mengalami demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, dan mata merah.
Tanya: Bagaimana cara mencegah penularan leptospirosis?
Jawab: Pencegahan meliputi menjaga kebersihan lingkungan, menghindari kontak dengan air atau tanah yang terkontaminasi urine hewan, serta segera membersihkan luka jika terpapar.