Yogyakarta, zekriansyah.com – Penyakit malaria, musuh lama yang seringkali diremehkan, masih menjadi tantangan serius bagi kesehatan masyarakat di Indonesia. Bayangkan saja, di tengah kemajuan teknologi dan kesehatan, masih ada puluhan ribu saudara-saudari kita yang berjuang melawan penyakit ini setiap tahun. Itulah mengapa Komisi Penilaian Eliminasi Malaria Nasional tak tinggal diam. Mereka kini sedang gencar-gencarnya mendorong percepatan penanganan malaria di seluruh negeri, dengan perhatian khusus tertuju pada wilayah yang paling membutuhkan: Tanah Papua.
Komisi Malaria Nasional genjot percepatan penanganan di Papua, wilayah dengan 90% kasus malaria nasional, demi tercapainya eliminasi penyakit mematikan ini.
Artikel ini akan mengajak Anda menyelami mengapa percepatan ini sangat krusial, strategi apa saja yang sedang digalakkan, dan bagaimana kita semua bisa berkontribusi mewujudkan Indonesia bebas malaria. Mari kita simak lebih lanjut!
Mengapa Papua Jadi Prioritas Utama dalam Eliminasi Malaria?
Ketika berbicara tentang malaria di Indonesia, data menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen kasus justru berasal dari wilayah Papua. Angka ini tentu bukan main-main. Bahkan, di Papua Pegunungan, tercatat ada sekitar 38.000 kasus malaria pada tahun 2024. Ini adalah angka yang sangat tinggi dan membutuhkan tindakan cepat.
Kasus Tinggi, Namun Potensi Eliminasi Ada
Ketua Komisi Penilaian Eliminasi Malaria Nasional, dr. Ferdinan J. Laihad, menjelaskan bahwa Tanah Papua memang unik. Penduduknya tersebar, lingkungannya bervariasi, dan iklimnya berbeda-beda. Ini semua membuat penyakit tropis seperti malaria menjadi endemik dan sulit dikendalikan. Namun, dr. Ferdinan optimis bahwa kasus malaria di sana sebenarnya bisa diselesaikan.
“Walaupun tinggi kasus malarianya, sebenarnya bisa diselesaikan termasuk di Kabupaten Jayawijaya yang curah hujannya cukup tinggi,” ujarnya. Ini menunjukkan bahwa dengan perhatian khusus dan penanganan ekstra, harapan untuk eliminasi malaria di Papua Pegunungan sangatlah besar.
Nyamuk dan Migrasi Penduduk: Tantangan Ganda
Ada fakta menarik yang mungkin membuat Anda sedikit terkejut. Sebenarnya, wilayah Papua Pegunungan yang dingin dan berada di ketinggian seharusnya memiliki kasus malaria yang rendah. Mengapa? Karena nyamuk pembawa malaria, Anopheles betina, tidak dapat berkembang biak dengan baik di suhu dingin. Ini berbanding terbalik dengan daerah dataran rendah seperti Timika atau Waropen yang berawa dan lebih hangat, di mana kasus malaria memang tinggi.
Lalu, apa masalahnya di Papua Pegunungan? Ternyata, persoalannya adalah mobilitas penduduk. Masyarakat yang datang dari Jayapura atau kabupaten pesisir lainnya seringkali membawa bibit malaria. Ketika mereka kembali ke daerah pegunungan seperti Jayawijaya, penyakit itu bisa menyebar. Ini menjadi salah satu tantangan besar dalam upaya pencegahan dan penanganan malaria.
Strategi Jitu untuk Percepatan Penanganan Malaria
Melihat kompleksitas masalah ini, berbagai pihak tidak tinggal diam. Pemerintah dan organisasi kesehatan telah merancang strategi komprehensif untuk mempercepat penanganan malaria.
Peran Tenaga Kesehatan dan Ketersediaan Obat
Kabar baiknya, secara teknologi, obat-obatan untuk mengatasi malaria, tuberkulosis (TBC), dan AIDS sudah tersedia lengkap di puskesmas atau rumah sakit. Ini berarti akses terhadap pengobatan sudah ada. Kini, tugas utama adalah bagaimana tenaga kesehatan bisa lebih aktif mencari dan mengobati masyarakat yang terjangkit malaria.
dr. Ferdinan berharap, tenaga kesehatan di delapan daerah di Papua Pegunungan — yaitu Kabupaten Jayawijaya, Nduga, Yalimo, Yahukimo, Tolikara, Pegunungan Bintang, Lanny Jaya, dan Mamberamo Tengah — dapat konsisten dalam upaya ini. Konsistensi adalah kunci untuk memastikan setiap pasien mendapatkan pengobatan yang baik dan bisa sembuh total.
Inisiatif “Presidential Call to End Malaria” (PCEM)
Pemerintah Indonesia juga telah meluncurkan inisiatif nasional yang sangat ambisius bernama Presidential Call to End Malaria (PCEM). Ini adalah bagian dari upaya strategis untuk mencapai eliminasi malaria di seluruh Indonesia. Inisiatif ini bukan hanya program biasa, melainkan ajakan dari Presiden kepada seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama mengisi kesenjangan dalam penanganan malaria.
PCEM melibatkan banyak pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, dunia usaha, media, hingga masyarakat. Bahkan, enam gubernur dari wilayah Papua telah menandatangani komitmen eliminasi malaria sebagai bentuk dukungan nyata.
Penguatan Monitoring dan Evaluasi di Lapangan
Perhimpunan Karya Dharma Kesehatan Indonesia (Perdhaki) juga turut aktif mendorong penguatan sistem monitoring dan evaluasi (monev) program malaria. Ini penting agar program yang dijalankan di tingkat komunitas benar-benar efektif. Alfrida Abi, Koordinator PME Program Malaria Perdhaki, menekankan pentingnya data yang akurat dari lapangan.
Kegiatan seperti pembuatan peta kampung/desa, peta tempat perindukan nyamuk, serta pendataan kepala keluarga oleh para kader malaria menjadi fondasi penting. Data ini membantu mengidentifikasi wilayah rentan dan menargetkan tindakan pencegahan secara tepat. Keterlibatan aktif dan akurasi data dari kader di lapangan sangat krusial untuk keberhasilan program.
Harapan dan Komitmen Bersama
Upaya Komisi Malaria Nasional dorong percepatan penanganan malaria ini merupakan langkah besar menuju cita-cita Indonesia bebas malaria. Meskipun Indonesia bukan negara dengan kasus malaria tertinggi di dunia, kita berada di peringkat ke-32 secara global dan kedua di Asia Tenggara setelah India. Ini menunjukkan bahwa masalah ini masih serius dan membutuhkan komitmen kuat dari semua pihak.
Target Indonesia Bebas Malaria 2030
Pemerintah Indonesia menargetkan Indonesia bebas malaria pada tahun 2030. Untuk mencapai target ini, diperlukan intensifikasi pelaksanaan penanggulangan malaria secara terpadu dan menyeluruh. Memang, beberapa provinsi seperti DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Bali sudah 100% mencapai eliminasi malaria. Namun, provinsi lain seperti Maluku, Papua, dan Papua Barat masih menghadapi tantangan besar.
Ajakan untuk Seluruh Elemen Bangsa
Malaria bukanlah sekadar penyakit biasa; ia dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan baik. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menyadari seriusnya penyakit ini dan berpartisipasi aktif dalam upaya pencegahan.
Dengan semangat kebersamaan dan kerja keras dari Komisi Malaria Nasional, Kementerian Kesehatan, tenaga kesehatan, pemerintah daerah, hingga masyarakat di setiap pelosok, kita bisa bersama-sama mewujudkan mimpi Indonesia yang sehat dan bebas dari malaria. Mari kita dukung penuh percepatan penanganan malaria demi masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang.