Iran Mendesak Bank Pembangunan BRICS: Jalur Keanggotaan Baru Harus Lebih Mudah!

Dipublikasikan 11 Juli 2025 oleh admin
Finance

Dalam dunia yang terus berubah, aliansi ekonomi seperti BRICS semakin memainkan peran penting. Baru-baru ini, sebuah seruan menarik datang dari Iran dalam pertemuan penting BRICS di Brasil. Mereka mendesak agar Bank Pembangunan Baru (NDB) BRICS mempermudah mekanisme penerimaan anggota baru. Mengapa desakan ini muncul dan apa dampaknya bagi masa depan kerja sama finansial antarnegara? Mari kita selami lebih dalam.

Iran Mendesak Bank Pembangunan BRICS: Jalur Keanggotaan Baru Harus Lebih Mudah!

Ilustrasi untuk artikel tentang Iran Mendesak Bank Pembangunan BRICS: Jalur Keanggotaan Baru Harus Lebih Mudah!

Mengapa Iran Mendesak Perubahan?

Desakan dari Iran ini bukan tanpa alasan. Dalam forum keuangan BRICS yang baru saja digelar di Rio de Janeiro, Brasil, delegasi Bank Sentral Iran, yang dipimpin Deputi Gubernur Asghar Abolhasani, secara tegas menyuarakan perlunya penyederhanaan mekanisme penerimaan anggota baru di Bank Pembangunan Baru (NDB). Tujuannya jelas: memperkuat kerja sama finansial dan pembiayaan pembangunan berkelanjutan di antara negara-negara anggota.

NDB sendiri, yang didirikan oleh negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan), memang dirancang sebagai alternatif dari lembaga keuangan tradisional seperti IMF dan Bank Dunia. Wakil Menteri Keuangan Indonesia, Thomas Djiwandono, juga menyoroti bahwa NDB berkomitmen menghormati kedaulatan negara anggota dan fokus pada pembiayaan proyek-proyek pembangunan tanpa intervensi yang berlebihan. Ini menjadi daya tarik besar bagi negara-negara yang ingin lebih mandiri dalam pembangunan ekonominya.

BRICS: Kekuatan Baru di Panggung Global

Sebagai aliansi ekonomi yang terus berkembang, BRICS kini beranggotakan 10 negara, termasuk Indonesia yang baru bergabung awal Januari 2025. Anggota lainnya adalah Brasil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan, Iran, Uni Emirat Arab, Ethiopia, dan Mesir.

Di bawah keketuaan Brasil, KTT BRICS ke-17 di Rio de Janeiro mengusung tema penting: ‘Memperkuat Kerja Sama Global Selatan untuk Tata Kelola yang Lebih Inklusif dan Berkelanjutan’. Tema ini sejalan dengan visi Indonesia yang sejak lama menggaungkan kerja sama Selatan-Selatan. Perdana Menteri Tiongkok, Li Qiang, bahkan menyerukan agar BRICS menjadi pelopor dalam memajukan reformasi tata kelola global. Tujuannya adalah membangun sistem ekonomi dunia yang lebih seimbang, inklusif, dan mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan unilateral.

Tantangan Internal dan Dinamika BRICS

Meski memiliki ambisi besar, BRICS juga menghadapi tantangan internal yang tidak kecil. Salah satu contohnya adalah perbedaan pandangan mengenai dedolarisasi, yaitu upaya mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam transaksi global. India, misalnya, terlihat hati-hati dalam menyikapi wacana ini, bahkan memperkuat kerja sama dagang dengan Amerika Serikat untuk menghindari ancaman tarif dari Presiden Donald Trump.

Selain itu, ketidakhadiran beberapa pemimpin kunci seperti Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin di KTT BRICS Rio de Janeiro memicu spekulasi dan keraguan akan soliditas kelompok ini. Meskipun demikian, BRICS tetap menunjukkan sikap tegas terhadap isu-isu global. Dalam deklarasi Rio de Janeiro, para pemimpin BRICS secara kolektif mengecam serangan militer terhadap Iran dan operasi militer di Gaza, menyebutnya sebagai pelanggaran hukum internasional dan Piagam PBB. Namun, ada nuansa perbedaan sikap di antara anggota baru dan lama terkait isu-isu sensitif ini, menunjukkan dinamika internal yang kompleks.

Masa Depan NDB dan Harapan “Global South”

New Development Bank (NDB), sebagai lengan finansial BRICS, diharapkan menjadi tulang punggung pembiayaan bagi proyek-proyek pembangunan berkelanjutan di negara-negara Global South. Dengan modal awal US$100 miliar, NDB menawarkan jalur pembiayaan yang berbeda dari lembaga konvensional, lebih menghormati kedaulatan dan kebutuhan spesifik negara berkembang. Indonesia, sebagai anggota baru, berharap dapat memanfaatkan akses ini untuk mendukung proyek infrastruktur dan pembangunan nasional.

Selain itu, diskusi tentang sistem pembayaran terintegrasi, penggunaan mata uang lokal, hingga eksplorasi mata uang digital menjadi agenda penting yang terus didorong oleh anggota seperti Iran dan Tiongkok. Ini adalah langkah konkret BRICS untuk mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan yang didominasi oleh satu mata uang, serta membangun arsitektur keuangan global yang lebih adil dan inklusif.

Kesimpulan

Pada akhirnya, desakan Iran untuk mempermudah keanggotaan di Bank Pembangunan Baru BRICS adalah cerminan dari ambisi besar aliansi ini. Mereka ingin menjadi kekuatan penyeimbang yang nyata, menawarkan alternatif bagi negara-negara berkembang untuk membangun kemandirian finansial dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Meskipun diwarnai berbagai dinamika dan tantangan internal, BRICS terus berupaya memperkuat posisinya di panggung global. Dengan langkah-langkah strategis dalam keuangan, tata kelola, dan kerja sama, BRICS berharap dapat mewujudkan tatanan dunia yang lebih adil dan multipolar di masa depan.