Pukulan Telak! Investasi Rp1.500 Triliun Gagal Masuk RI, Ini 3 ‘Senjata’ Jokowi yang Meleset

Dipublikasikan 6 Juli 2025 oleh admin
Finance

Yogyakarta, zekriansyah.com – Kabar kurang mengenakkan datang dari sektor investasi. Potensi investasi senilai Rp1.500 triliun ternyata gagal masuk ke Indonesia sepanjang tahun 2024. Angka ini tentu bukan jumlah yang kecil dan menimbulkan pertanyaan besar: ada apa sebenarnya?

Pukulan Telak! Investasi Rp1.500 Triliun Gagal Masuk RI, Ini 3 'Senjata' Jokowi yang Meleset

Ilustrasi: Investasi triliunan rupiah batal masuk, memicu analisis mendalam terhadap strategi ekonomi yang tak berdaya.

Artikel ini akan membahas tuntas mengapa target investasi ini meleset, serta mengulas tiga “senjata” andalan pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang diharapkan bisa menarik investasi, namun sayangnya belum membuahkan hasil optimal. Dengan membaca artikel ini, Anda akan memahami lebih dalam tantangan investasi di Indonesia dan langkah-langkah yang sudah serta akan diambil pemerintah untuk mengatasinya.

Angka Fantastis yang Lolos: Rp1.500 Triliun Investasi Gagal

Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu, mengungkapkan bahwa ada potensi investasi yang sangat besar, mencapai Rp1.500 triliun, yang tidak terealisasi pada tahun 2024. Bahkan, menurutnya, angka ini bisa saja tembus hingga Rp2.000 triliun.

“Persoalan-persoalan seperti ini, perizinan iklim investasi yang tidak kondusif, kebijakan tumpang tindih dan lain-lain, memang harus menjadi catatan dan refleksi kita bersama-sama,” kata Todotua, seperti dikutip dari Antara.

Faktor utama yang menyebabkan melesetnya investasi ini beragam, mulai dari perizinan yang berbelit, iklim investasi yang kurang kondusif, hingga kebijakan yang tumpang tindih. Masalah pungutan liar (pungli) dan ketidakpastian hukum akibat aturan yang sering berubah juga menjadi momok bagi investor.

Mengulik Tiga ‘Jurus’ Jokowi yang Belum Ampuh Tarik Investor

Pemerintah di era Jokowi sebenarnya sudah mengeluarkan berbagai jurus untuk menarik investasi. Namun, beberapa di antaranya dinilai belum efektif. Berikut tiga “senjata” utama yang dimaksud:

1. Omnibus Law (UU Cipta Kerja): Antara Harapan dan Realita Pahit

Tujuan Awal:
Undang-Undang Cipta Kerja, atau yang lebih dikenal dengan Omnibus Law, digagas untuk menyederhanakan regulasi dan mempercepat proses investasi di Indonesia. Diharapkan, UU ini bisa menciptakan kemudahan berusaha, penyederhanaan perizinan, dan meningkatkan daya saing ekonomi.

Yang Terjadi:
Sayangnya, perjalanan UU ini tak mulus. Pada November 2021, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat karena proses pembahasannya dinilai tidak sesuai aturan dan kurang transparan. Meski kemudian pemerintah menerbitkan Perppu yang disetujui DPR menjadi UU pada Maret 2023, polemik ini telanjur menimbulkan ketidakpastian hukum bagi investor.

“Ini sebenarnya merupakan muara dari yang tadi kita diskusikan sebelumnya, masalah regulasi. Regulasinya itu berubah jadi karena itu tadi prosesnya pun terburu-buru,” ucap Peneliti CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet.

Senada, Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menambahkan bahwa putusan MK telah melemahkan kredibilitas hukum UU Cipta Kerja. Bagi investor, kepastian hukum adalah pondasi utama, dan kerangka hukum yang dipertanyakan secara konstitusional tentu meningkatkan risiko investasi.

2. Satgas Saber Pungli: Perang Lawan Mafia yang Belum Usai

Tujuan Awal:
Pada Oktober 2016, Presiden Jokowi membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) melalui Perpres Nomor 87 Tahun 2016. Tujuannya jelas: memberantas praktik pungutan liar yang selama ini menjadi “monster” pengganggu investasi di pusat maupun daerah.

Yang Terjadi:
Meski ada Satgas, praktik pungli masih saja merajalela. Ketua Kadin DKI Jakarta, Diana Dewi, pernah menyampaikan bahwa membangun usaha di daerah kerap menghadapi pungli, bahkan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Hal ini membuat biaya usaha membengkak dan menurunkan minat investor.

“Yang kami rasakan ternyata banyak sekali pungli (pungutan liar) di daerah. Kami di daerah tidak seperti di DKI, kebijakan yang dihadapi berbeda dan mereka halalkan, kalau kita istilahnya under table, selalu banyak,” kata Diana.

Terbaru, Satgas Saber Pungli ini bahkan telah dibubarkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada Juni 2025 melalui Perpres Nomor 49 Tahun 2025, karena dinilai sudah tidak efektif.

3. Sistem OSS (Online Single Submission): Digitalisasi Tak Selalu Otomatis Selesaikan Masalah

Tujuan Awal:
Sistem Online Single Submission (OSS) diluncurkan pada 2018 sebagai upaya pemerintah untuk mempercepat dan menyederhanakan proses perizinan usaha dan investasi secara elektronik, di bawah koordinasi Kementerian Investasi/BKPM. Konsepnya adalah “satu pintu” agar investor tidak perlu lagi berbelit-belit mengurus izin.

Yang Terjadi:
Meski sudah didigitalisasi, sistem OSS belum bekerja signifikan. Ekonom Syafruddin Karimi menilai OSS masih tersandera oleh praktik lama yang enggan berubah.

“Pemerintah tampak terlalu percaya bahwa digitalisasi akan otomatis menyelesaikan masalah birokrasi. Padahal, tanpa penyederhanaan proses, integrasi kelembagaan, dan pembenahan perilaku aparatur, sistem secanggih apa pun akan lumpuh di tangan struktur yang tidak mau berubah,” jelasnya.

Artinya, yang dibutuhkan bukan hanya platform digital, melainkan penataan ulang menyeluruh atas tata kelola perizinan dari hulu ke hilir, termasuk mentalitas birokrat.

Apa Langkah Pemerintah Sekarang?

Di bawah kepemimpinan baru, pemerintah, melalui Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, berkomitmen untuk melakukan pembenahan menyeluruh. Salah satu langkah konkret adalah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Revisi ini diharapkan menjadi terobosan untuk mempercepat, mempermudah, dan memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha. Pemerintah juga berencana menerapkan skema “fiktif positif”, di mana izin usaha akan otomatis terbit jika kementerian atau lembaga teknis tidak mengeluarkan keputusan dalam tenggat waktu yang ditentukan. Langkah ini diharapkan memangkas waktu perizinan yang selama ini dikeluhkan.

Pemerintah optimistis target investasi sebesar Rp13.032 triliun hingga tahun 2030 dapat tercapai, demi merealisasikan pertumbuhan ekonomi 8 persen.

Kesimpulan

Gagalnya investasi Rp1.500 triliun masuk ke Indonesia pada 2024 menjadi catatan penting bagi pemerintah. Meski berbagai upaya seperti Omnibus Law, Satgas Saber Pungli, dan sistem OSS telah diluncurkan di era sebelumnya, tantangan seperti ketidakpastian hukum, pungli, dan birokrasi yang berbelit masih menjadi ganjalan.

Kini, dengan komitmen untuk mereformasi birokrasi dan sistem perizinan, termasuk penerapan “fiktif positif”, diharapkan iklim investasi di Indonesia bisa lebih menarik. Kepastian hukum dan kemudahan berusaha adalah kunci utama agar para investor tidak ragu lagi menanamkan modalnya di Tanah Air, demi kemajuan ekonomi Indonesia.