Hentikan Arus Keluar Perusahaan dari Inggris: Desakan Mendesak untuk Pemerintah

Dipublikasikan 9 Juli 2025 oleh admin
Finance

Yogyakarta, zekriansyah.com – London, Inggris – Isyarat bahaya berkedip terang di jantung finansial Inggris, London. Sebuah laporan terbaru dari Konfederasi Industri Inggris (CBI), kelompok bisnis terkemuka di sana, memperingatkan bahwa arus keluar perusahaan dari Bursa Efek London (London Stock Exchange/LSE) telah mencapai titik kritis. Jika tidak segera diatasi, dampaknya bisa sangat serius bagi ekonomi Inggris secara keseluruhan.

Hentikan Arus Keluar Perusahaan dari Inggris: Desakan Mendesak untuk Pemerintah

Ilustrasi: Kekhawatiran arus keluar perusahaan dari London Stock Exchange (LSE) kian nyata, mendorong desakan mendesak pada pemerintah Inggris untuk menahan eksodus bisnis.

Artikel ini akan membahas mengapa banyak perusahaan memilih hengkang dari Inggris, apa saja dampaknya, dan langkah-langkah mendesak yang didesak agar segera diambil pemerintah. Jika Anda peduli dengan stabilitas ekonomi global, atau sekadar ingin memahami fenomena ini dengan bahasa yang mudah, Anda berada di tempat yang tepat. Mari kita selami lebih dalam!

Mengapa Banyak Perusahaan Pergi dari Inggris?

Sejak tahun 2016, ada 213 perusahaan yang meninggalkan London Stock Exchange. Angka ini terus meningkat, dengan 88 perusahaan pergi tahun lalu dan 70 perusahaan sudah hengkang tahun ini. Ini bukan sekadar angka, melainkan cerminan dari beberapa masalah mendalam yang membuat Inggris kurang menarik bagi perusahaan dan investor.

Berikut beberapa alasan utamanya:

  • Regulasi dan Valuasi Pasar yang Berbeda: Banyak perusahaan merasa regulasi di Inggris terlalu ketat atau memberatkan dibandingkan pasar lain, terutama Amerika Serikat. Selain itu, mereka seringkali bisa mendapatkan valuasi (penilaian harga) yang lebih tinggi di bursa efek luar negeri.
    > “Houston, kita punya masalah,” ujar Rupert Soames, Ketua CBI, menggambarkan kekhawatiran luas tentang arus keluar perusahaan, terutama ke AS.
  • Akuisisi oleh Perusahaan Swasta: Banyak perusahaan publik di Inggris dibeli oleh perusahaan swasta. Pembeli swasta seringkali bersedia membayar lebih tinggi dan menawarkan gaji eksekutif yang lebih besar, serta tunduk pada pengawasan dan regulasi yang lebih sedikit.
  • Investor Lokal yang Enggan Berinvestasi: Investor Inggris, termasuk dana pensiun besar, cenderung enggan menanamkan modalnya di saham-saham perusahaan Inggris. Ironisnya, industri investasi Inggris hanya menginvestasikan 4% dari asetnya di perusahaan publik Inggris, turun drastis dari 40% tiga dekade lalu.
  • Pajak yang Kurang Kompetitif: Bursa Efek New York (NYSE) tidak mengenakan pajak atas penjualan dan pembelian saham, berbeda dengan London yang membebankan bea materai 0,5%. Ini saja sudah membuat London kurang menarik.
  • Perubahan Kebijakan Pajak untuk Individu Kaya: Penghapusan status ’non-dom’ (domisili tidak tetap) dan pengenaan pajak warisan pada aset luar negeri yang disimpan di dana perwalian lepas pantai, membuat Inggris menjadi salah satu negara termahal untuk orang kaya. Ini memicu “eksodus jutawan” yang berdampak pada investasi.
  • Faktor Lain: Beberapa perusahaan juga pindah ke negara-negara Uni Eropa pasca-Brexit, atau mencari akses ke kumpulan investor yang lebih besar dan kedekatan dengan pasar penting.

Beberapa nama besar yang telah meninggalkan atau dikabarkan sedang mempertimbangkan hengkang meliputi:

  • ARM Holdings: Perusahaan teknologi yang dulunya “permata mahkota” Inggris, kini terdaftar di New York.
  • Just Eat dan Deliveroo: Telah pindah atau diakuisisi.
  • Flutter (induk Paddy Power): Memilih fokus ke pasar AS.
  • BHP: Raksasa pertambangan ini menuju Australia.
  • TUI: Perusahaan perjalanan raksasa.
  • Revolut dan Wise: Perusahaan fintech yang dikabarkan berencana listing di New York.
  • Shell dan Astra Zeneca: Rumor tentang masa depan mereka di London terus beredar.

Dampak Arus Keluar Perusahaan bagi Ekonomi Inggris

Arus keluar ini bukan masalah sepele. Ini adalah “tetesan yang menjadi banjir” (a trickle has become a flood) yang berdampak luas:

  • Penyusutan Bursa Efek London: LSE kehilangan daya tariknya sebagai tempat IPO (penawaran umum perdana). Tahun lalu, hanya 23 perusahaan yang memilih London untuk listing pertama kali, jauh di bawah puncak 136 perusahaan pada tahun 2014.
  • Kehilangan Pendapatan Pajak: Sektor jasa keuangan adalah tulang punggung ekonomi Inggris, menyumbang 10% dari seluruh pajak negara. Pendapatan ini sangat penting untuk mendukung rumah sakit dan sekolah. Jika perusahaan terus pergi, pendapatan pajak akan berkurang.
  • Ancaman terhadap Lapangan Kerja: Ribuan pekerjaan di sektor-sektor terkait seperti ritel, perhotelan, jasa hukum, dan barang mewah sangat bergantung pada keberadaan perusahaan-perusahaan ini dan individu-individu kaya yang berinvestasi.
  • Dampak Sosial: Banyak badan amal, institusi budaya, dan olahraga bergantung pada dukungan dan filantropi dari individu dan perusahaan kaya yang kini mulai meninggalkan Inggris.

Solusi yang Mendesak: Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?

CBI dan para ahli mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan konkret. Berikut adalah beberapa usulan utama:

  • Penyederhanaan Regulasi dan Insentif Investasi:
    • Menciptakan regulasi yang lebih ringan dan lingkungan yang lebih ramah bisnis.
    • Memberikan insentif bagi investor untuk menanamkan modal di perusahaan-perusahaan Inggris.
    • Potensi Pemotongan Tunjangan ISA Tunai: Menteri Keuangan Rachel Reeves sedang mempertimbangkan untuk memotong tunjangan untuk tabungan ISA (Individual Savings Accounts) tunai, yang saat ini bebas pajak hingga £20.000 per tahun. Tujuannya adalah mendorong masyarakat untuk lebih banyak berinvestasi di saham dan obligasi.
      > “Dari semua investasi yang pernah diciptakan Tuhan, ISA tunai adalah yang terburuk,” kata Rupert Soames, seraya menambahkan bahwa ada £300 miliar yang disimpan orang di sana yang bisa lebih produktif.
  • Reformasi Pasar Modal:
    • Konsolidasi Dana Pensiun Sektor Publik: Rachel Reeves berencana mengonsolidasikan skema dana pensiun pemerintah daerah menjadi “superfund” yang lebih besar, dengan harapan dapat membuka lebih banyak investasi di aset-aset Inggris.
    • Penyederhanaan Proses IPO: Otoritas Perilaku Keuangan (FCA) telah berupaya menyederhanakan persyaratan listing, dan ada desakan untuk memotong birokrasi guna mendorong investasi.
  • Tinjauan Ulang Kebijakan Pajak:
    • Pajak Bea Materai Saham: Ada seruan untuk meninjau ulang atau bahkan menghapus pajak bea materai 0,5% pada saham, yang dianggap menghambat investasi di pasar Inggris.
    • Kebijakan Pajak untuk Individu Kaya: Meskipun populer di kalangan pemilih, pemerintah perlu menemukan cara untuk menahan eksodus jutawan dengan mempertimbangkan kembali beberapa kebijakan pajak, seperti pembebasan pajak warisan untuk dana perwalian luar negeri.
  • Sikap Terbuka terhadap Gaji Eksekutif:
    • Rupert Soames berpendapat bahwa Inggris perlu “dewasa” tentang masalah ini.
    • > “Jika Anda ingin memiliki perusahaan internasional di sini, Anda harus mengizinkan mereka membayar manajemen apa yang mereka anggap perlu dibayar dan tidak cengeng,” katanya.

Mendorong Masa Depan Ekonomi Inggris yang Lebih Cerah

Arus keluar perusahaan dari Inggris adalah tantangan nyata yang membutuhkan respons cepat dan strategis dari pemerintah. Ini bukan hanya tentang angka-angka di bursa saham, tetapi juga tentang menjaga daya saing ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan memastikan layanan publik yang kuat.

Pemerintah Inggris harus bertindak lebih dari sekadar janji. Mereka perlu mengubah kebijakan pajak, menyederhanakan regulasi, dan menciptakan lingkungan yang benar-benar menarik bagi perusahaan dan investor, baik lokal maupun global. Dengan langkah-langkah yang tepat, Inggris masih bisa mempertahankan posisinya sebagai salah satu pusat keuangan terkemuka dunia dan memastikan kemakmuran bagi semua warganya.