Kabar duka meninggalnya Juliana Marins, pendaki asal Brasil di Gunung Rinjani, sempat jadi sorotan publik. Setelah proses evakuasi yang penuh tantangan, kini hasil autopsi jenazah Juliana telah diumumkan. Banyak yang penasaran, apa sebenarnya penyebab kematian Juliana dan berapa lama ia bisa bertahan setelah terjatuh?
Simak ulasan lengkapnya dalam artikel: Hasil Autopsi Juliana Marins: Pendaki Brasil Meninggal Akibat Benturan Keras di Rinjani
Artikel ini akan mengupas tuntas hasil autopsi yang disampaikan dokter forensik, agar Anda memahami detail kejadian tragis ini dengan jelas dan tidak salah informasi.
Apa Kata Dokter? Penyebab Kematian Juliana Marins
Tim dokter forensik dari RSUD Bali Mandara, yang dipimpin dr. Ida Bagus Putu Alit, telah mengungkap penyebab pasti kematian Juliana Marins. Autopsi dilakukan pada Kamis, 26 Juni 2025, setelah jenazah tiba di Bali.
Menurut dr. Alit, Juliana meninggal dunia akibat kekerasan tumpul yang sangat parah. Benturan keras ini menyebabkan kerusakan serius pada organ-organ dalam dan pendarahan hebat.
Beberapa temuan kunci dari autopsi antara lain:
- Luka Lecet Geser: Ditemukan di hampir seluruh tubuh, menandakan tubuh korban tergeser dan terbentur benda tumpul saat jatuh.
- Patah Tulang Parah: Terutama di bagian dada, punggung, tulang belakang, dan paha.
- Pendarahan Masif: Pendarahan terparah terjadi di rongga dada dan perut.
- Kerusakan Organ Dalam: Akibat benturan dan patah tulang, organ-organ vital di dalam tubuh mengalami kerusakan.
Yang paling penting, dr. Alit menegaskan bahwa Juliana diperkirakan hanya bertahan sekitar 20 menit setelah mengalami luka-luka serius akibat terjatuh.
“Kami tidak menemukan tanda bahwa korban itu meninggal dalam jangka waktu lama,” jelas dr. Alit, dikutip dari berbagai sumber media.
Ini berarti, meskipun sempat ada rekaman drone yang menunjukkan Juliana masih bergerak sesaat setelah jatuh, kondisi luka-luka yang dialami membuat ia tidak bisa bertahan hidup lebih lama.
Bukan Hipotermia, Ini Penjelasannya
Sebelumnya sempat ada dugaan bahwa Juliana mungkin meninggal karena hipotermia (penurunan suhu tubuh drastis) akibat cuaca dingin di gunung. Namun, hasil autopsi membantah dugaan ini.
Dr. Alit menjelaskan bahwa timnya tidak menemukan tanda-tanda spesifik hipotermia pada jenazah, seperti kehitaman atau kebiruan di ujung jari. Selain itu, pendarahan hebat yang dialami Juliana juga menjadi indikasi kuat bahwa penyebab kematiannya adalah benturan fisik, bukan hipotermia. Jika hipotermia, biasanya proses kematian lebih lambat dan tidak disertai pendarahan masif seperti yang ditemukan pada tubuh Juliana.
Kronologi Singkat Insiden di Rinjani
Mari kita ingat kembali kronologi insiden tragis ini:
- Sabtu, 21 Juni 2025: Juliana Marins (27) dilaporkan terjatuh ke jurang di kawasan Cemara Tunggal, jalur pendakian Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB), sekitar pukul 06.30 WITA.
- Selasa, 24 Juni 2025: Setelah proses pencarian yang menantang, tim SAR gabungan berhasil menjangkau posisi Juliana di kedalaman sekitar 500-600 meter. Saat ditemukan, korban sudah dalam kondisi meninggal dunia.
- Rabu, 25 Juni 2025: Jenazah Juliana berhasil dievakuasi dari jurang setelah proses yang sangat sulit akibat medan terjal dan cuaca ekstrem. Jenazah kemudian dibawa ke RS Bhayangkara Mataram.
- Kamis, 26 Juni 2025: Karena dokter ahli forensik di NTB sedang bertugas di luar daerah, jenazah Juliana dipindahkan ke RSUD Bali Mandara untuk diautopsi. Autopsi dimulai pada pukul 22.00 WITA.
Meskipun proses evakuasi memakan waktu berhari-hari karena kendala medan dan cuaca, hasil autopsi kini memberikan kejelasan mengenai waktu kematian Juliana yang sangat singkat setelah insiden terjadi.
Langkah Selanjutnya: Jenazah Dipulangkan ke Brasil
Setelah autopsi selesai, jenazah Juliana Marins telah diserahkan kepada pihak keluarga melalui kuasa hukumnya. Saat ini, jenazah masih dalam proses preservasi di RS Bali Mandara. Proses ini bertujuan untuk menjaga kondisi jenazah agar tetap awet sebelum dipulangkan ke negara asalnya, Brasil.
Pihak berwenang Indonesia dan konsulat Brasil sedang berkoordinasi untuk mengatur jadwal penerbangan dan proses pemulangan jenazah agar bisa segera disemayamkan oleh keluarga di Brasil.
Kesimpulan
Dari hasil autopsi Juliana Marins, kita kini tahu bahwa penyebab utama kematiannya adalah cedera parah akibat benturan benda tumpul, bukan hipotermia atau kekurangan asupan. Patah tulang di berbagai bagian tubuh dan pendarahan hebat menyebabkan Juliana meninggal dunia dalam waktu yang sangat singkat, diperkirakan tidak lebih dari 20 menit setelah terjatuh.
Insiden tragis ini menjadi pengingat bagi kita semua akan bahaya dan risiko yang selalu ada dalam aktivitas pendakian gunung, terutama di medan ekstrem seperti Gunung Rinjani. Pentingnya persiapan matang, kewaspadaan tinggi, serta pemahaman akan kondisi fisik dan jalur pendakian adalah kunci untuk menjaga keselamatan diri dan rekan pendaki. Semoga kejadian ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.
FAQ
Berikut adalah bagian FAQ yang relevan, humanis, informatif, dan optimal untuk Google Snippet (’People Also Ask’) berdasarkan artikel tersebut:
Tanya: Siapa Juliana Marins yang meninggal di Gunung Rinjani?
Jawab: Juliana Marins adalah seorang pendaki asal Brasil yang meninggal dunia saat melakukan pendakian di Gunung Rinjani.
Tanya: Apa penyebab kematian Juliana Marins di Rinjani?
Jawab: Juliana Marins meninggal dunia akibat kekerasan tumpul yang sangat parah pada tubuhnya akibat benturan keras saat terjatuh.
Tanya: Berapa lama Juliana Marins bertahan setelah jatuh di Rinjani?
Jawab: Berdasarkan hasil autopsi, Juliana Marins diperkirakan hanya bertahan sekitar 20 menit setelah mengalami kejadian jatuh tersebut.
Tanya: Apa saja temuan dari autopsi jenazah Juliana Marins?
Jawab: Autopsi menunjukkan adanya luka lecet geser di seluruh tubuh, patah tulang parah di dada, punggung, dan paha, serta pendarahan hebat di rongga dada dan perut.