Hamas Tuding Netanyahu Ogah Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Permanen di Gaza

Dipublikasikan 15 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Situasi di Jalur Gaza kembali memanas, bukan hanya di medan perang, tapi juga di meja perundingan. Baru-baru ini, kelompok Hamas melontarkan tuduhan serius kepada Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Menurut Hamas, Netanyahu sama sekali tidak punya niat untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata yang bisa mengakhiri konflik berkepanjangan di wilayah tersebut. Tuduhan ini tentu saja menambah kerumitan dalam upaya damai yang terus diusahakan oleh berbagai pihak.

Hamas Tuding Netanyahu Ogah Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Permanen di Gaza

Hamas tuding Netanyahu sengaja sabotase negosiasi gencatan senjata permanen demi perpanjang konflik di Gaza.

Artikel ini akan membahas lebih dalam mengapa Hamas melayangkan tuduhan ini, bagaimana jalannya negosiasi, dan apa dampaknya bagi masa depan Gaza. Jika Anda penasaran dengan dinamika terbaru konflik Israel-Palestina dan ingin memahami lebih jauh akar masalah di balik negosiasi yang mandek, Anda berada di tempat yang tepat.

Mengapa Hamas Menuding Netanyahu?

Pernyataan terbaru dari Hamas menyebut bahwa Benjamin Netanyahu adalah sosok yang “terampil dalam menggagalkan putaran negosiasi demi negosiasi.” Mereka bahkan menyebutnya “Netanyahu yang kriminal” karena dinilai telah menjerumuskan pasukannya ke dalam perang yang sia-sia tanpa prospek jelas.

Menurut Hamas, retorika “kemenangan mutlak” yang selalu digaungkan Netanyahu hanyalah ilusi besar. Ini adalah cara untuk menutupi kekalahan telak yang dialami Israel di Jalur Gaza, baik di medan tempur maupun di panggung politik domestik. Hamas melihat bahwa Netanyahu sengaja menunda-nunda dan menghalangi tercapainya kesepakatan gencatan senjata agar perang genosida di Gaza bisa terus berlanjut. Ini juga dianggap sebagai upaya Netanyahu untuk memperpanjang kekuasaannya di tengah tekanan internal yang berat.

Jalan Berliku Negosiasi Gencatan Senjata

Perundingan untuk mencapai gencatan senjata di Jalur Gaza bukanlah hal yang mudah. Delegasi dari kedua belah pihak, dengan dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, terus berupaya mencari titik temu. Namun, progresnya selalu terhambat oleh perbedaan tuntutan yang mendasar.

Peran Mediator dan Tuntutan Kunci

Sejak awal, para mediator telah bekerja keras untuk menjembatani kesenjangan antara Hamas dan Israel. Namun, ada beberapa tuntutan kunci dari Hamas yang terus menjadi ganjalan utama:

  • Penarikan Penuh Pasukan Israel: Hamas bersikeras agar seluruh pasukan Israel ditarik sepenuhnya dari Jalur Gaza. Ini adalah prasyarat mutlak bagi mereka.
  • Gencatan Senjata Permanen: Hamas menginginkan gencatan senjata yang bersifat permanen, bukan hanya jeda sementara.
  • Akses Bantuan Kemanusiaan: Aliran bantuan kemanusiaan tanpa hambatan ke Gaza, termasuk makanan dan obat-obatan, menjadi prioritas utama.
  • Pembebasan Tahanan Palestina: Hamas menuntut pembebasan sejumlah besar tahanan Palestina dari penjara Israel, termasuk mereka yang menjalani hukuman seumur hidup.

Di sisi lain, Israel, di bawah kepemimpinan Netanyahu, berulang kali menolak tuntutan penarikan penuh pasukannya dan bersumpah untuk melanjutkan perang hingga Hamas dibubarkan serta semua sandera dikembalikan.

Janji Pembebasan Sandera yang Terhambat

Salah satu bagian penting dari setiap proposal gencatan senjata adalah pertukaran sandera. Hamas telah menyatakan setuju untuk membebaskan 10 sandera yang masih hidup sebagai bagian dari kesepakatan awal. Bahkan, ada harapan untuk memulangkan 18 jenazah sandera lainnya.

Namun, rintangan masih banyak. Jumlah sandera yang masih ditahan di Gaza diperkirakan sekitar 120 orang, dengan sekitar 49 orang diyakini masih hidup. Hamas sendiri mengklaim tidak mengetahui secara pasti siapa saja sandera yang masih hidup atau telah meninggal akibat serangan Israel di Gaza.

Sebelumnya, Netanyahu juga pernah menuduh Hamas melanggar kesepakatan karena mengembalikan jenazah yang tidak sesuai. Hamas menanggapi tuduhan tersebut dengan menjelaskan kemungkinan adanya “kesalahan atau tumpang tindih dalam jenazah” akibat serangan udara Israel yang menghantam lokasi keluarga sandera bersama warga Palestina lainnya. Ini menunjukkan betapa rumitnya situasi di lapangan yang memengaruhi proses negosiasi.

Dampak Konflik Berkepanjangan di Gaza

Perang yang tak kunjung usai ini telah menyebabkan bencana kemanusiaan yang luar biasa di Jalur Gaza. Lebih dari 37.600 warga Palestina telah tewas, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak. Infrastruktur Gaza hancur lebur, dan blokade yang melumpuhkan telah menyebabkan kelangkaan makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Hamas mengklaim bahwa para pejuangnya “melancarkan perang atrisi yang mengejutkan musuh setiap hari dengan taktik lapangan yang inovatif.” Mereka memperingatkan bahwa semakin lama perang berlanjut, semakin tentara Israel akan “tenggelam ke dalam pasir Gaza yang bergeser dan menjadi semakin rentan terhadap serangan kualitatif perlawanan.”

Kesimpulan

Tuduhan Hamas terhadap Benjamin Netanyahu yang ogah capai kesepakatan gencatan senjata mencerminkan kebuntuan dalam upaya perdamaian di Gaza. Dengan tuntutan yang saling bertolak belakang dan kurangnya itikad baik yang dirasakan oleh salah satu pihak, masa depan Jalur Gaza masih diselimuti ketidakpastian.

Meski begitu, upaya mediasi terus berjalan. Dunia internasional, termasuk Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir, terus meningkatkan tekanan agar kedua belah pihak mau berkompromi demi mengakhiri penderitaan rakyat Gaza. Semoga saja, di tengah segala intrik politik dan kepentingan, ada jalan keluar yang segera ditemukan agar kedamaian dan kemanusiaan bisa kembali bersemi di tanah Gaza. Kita semua berharap agar gencatan senjata permanen dapat segera terwujud.