Yogyakarta, zekriansyah.com – Belakangan ini, Anda mungkin sering mendengar kabar tentang perusahaan-perusahaan besar yang memutuskan untuk meninggalkan bursa saham London atau bahkan pindah markas dari Inggris. Fenomena ini bukan sekadar gosip bisnis, tapi sudah jadi perhatian serius pemerintah dan para pelaku ekonomi.
Ilustrasi: Gedung-gedung perkantoran kosong di London, menandakan kekhawatiran akan eksodus perusahaan dan dampaknya bagi perekonomian Inggris.
Artikel ini akan membahas tuntas kenapa banyak perusahaan memilih hengkang, apa dampaknya buat ekonomi Inggris dan bahkan kita sebagai masyarakat, serta langkah-langkah apa saja yang diusulkan untuk menghentikan “eksodus” ini. Dengan membaca artikel ini, Anda akan lebih memahami kondisi ekonomi global dan bagaimana kebijakan suatu negara bisa memengaruhi iklim bisnisnya.
Apa yang Terjadi? Perusahaan Ramai-ramai Tinggalkan Inggris
Situasi ini disebut-sebut sebagai “momen penting” bagi sektor jasa keuangan Inggris. Sejak tahun 2016, setidaknya 213 perusahaan sudah meninggalkan Bursa Efek London (London Stock Exchange/LSE). Angka ini mencakup perusahaan yang memilih listing di tempat lain, perusahaan publik yang dibeli oleh perusahaan swasta, dan investor yang mulai enggan menanamkan modal di saham-saham Inggris.
Bayangkan saja, beberapa nama besar yang dulunya kebanggaan Inggris, kini sudah berpindah tangan atau beralih listing:
- ARM Holdings, perusahaan teknologi yang dulu jadi “permata mahkota” Inggris, kini listing di New York.
- Just Eat dan Deliveroo, penyedia layanan pesan antar makanan, sudah pindah atau diakuisisi pesaing.
- Flutter, perusahaan induk Paddy Power (judi), kini fokus di pasar AS.
- Raksasa pertambangan BHP sudah pindah ke Australia.
Bahkan, rumor tentang masa depan perusahaan raksasa seperti Shell dan AstraZeneca (perusahaan paling bernilai di Inggris) masih terus beredar. Tahun lalu saja, 88 perusahaan hengkang dari Inggris, dan 70 lainnya sudah pergi di tahun ini. Ini bukan lagi sekadar “tetesan”, tapi sudah jadi “banjir” perpindahan.
Bukan Cuma London: Fenomena Perusahaan Pindah di Berbagai Sektor
Fenomena “eksodus” ini ternyata tidak hanya terjadi di bursa saham London, tapi juga di sektor dan wilayah lain, menunjukkan adanya tren global:
- Perusahaan Farmasi Eropa ke AS: Perusahaan farmasi di Uni Eropa (UE) juga khawatir akan eksodus ke Amerika Serikat. Ancaman tarif impor obat-obatan dari Donald Trump membuat perusahaan-perusahaan besar seperti AstraZeneca, Sanofi, GSK, Novartis, dan Roche mempertimbangkan untuk memindahkan operasional dan investasi mereka ke AS. Mereka mendesak Uni Eropa untuk segera mengambil “tindakan cepat dan radikal” agar tetap menarik bagi investasi.
- Bank AS Tinggalkan Aliansi Iklim: Di sektor keuangan, beberapa bank besar AS, termasuk JP Morgan, telah meninggalkan Net Zero Banking Alliance (NZBA), aliansi sukarela yang berfokus pada komitmen iklim. Ini memicu pertanyaan tentang efektivitas komitmen sukarela dan apakah regulasi yang lebih ketat diperlukan untuk mencapai tujuan iklim. Beberapa analis menduga ini terkait dengan potensi tekanan politik dari pemerintahan AS yang baru.
Kenapa Perusahaan Pilih Pindah?
Ada beberapa alasan utama yang mendorong perusahaan-perusahaan ini untuk mencari “rumah” baru:
- Regulasi yang Lebih Ringan: Banyak perusahaan merasa regulasi di Inggris terlalu ketat dibandingkan pasar lain, terutama Amerika Serikat.
- Insentif Investor yang Kurang: Di Inggris, investor kurang termotivasi untuk menanamkan modal di pasar saham domestik. CBI menyebutkan perlunya insentif yang lebih baik.
- Valuasi Lebih Tinggi & Investor Lebih Banyak: Pasar saham di negara lain, seperti New York, seringkali menawarkan valuasi perusahaan yang lebih tinggi dan punya kolam investor yang jauh lebih besar dan dalam.
- Kedekatan dengan Pasar Penting: Beberapa perusahaan merasa lebih baik listing di pasar yang lebih dekat dengan basis operasi atau pasar utama mereka.
- Dampak Brexit: Sejumlah perusahaan memilih pindah ke negara-negara Uni Eropa setelah Brexit, demi menjaga akses pasar dan rantai pasokan.
- Pajak Transaksi Saham: London mengenakan bea materai (stamp duty) sebesar 0,5% untuk setiap pembelian saham, sementara New York tidak. Ini membuat listing di LSE menjadi kurang menarik secara finansial.
- Dana Pensiun Kurang Berinvestasi: Manajer investasi di Inggris hanya menanamkan sekitar 4% dana pensiun mereka di saham perusahaan Inggris, jauh di bawah rata-rata negara lain. Ini mengurangi ketersediaan modal untuk perusahaan domestik.
- Akuisisi oleh Perusahaan Swasta: Banyak perusahaan publik diakuisisi oleh perusahaan swasta karena penawaran yang lebih tinggi, gaji eksekutif yang lebih menarik, dan regulasi yang lebih longgar.
- Gaji Eksekutif: Para pemimpin bisnis berpendapat bahwa Inggris harus lebih “dewasa” dalam masalah gaji eksekutif. Jika ingin menarik perusahaan kelas dunia, mereka harus diizinkan membayar manajemen sesuai standar internasional, tanpa terlalu “ngeri” (squeamish).
Untuk informasi lebih mendalam, Anda bisa merujuk ke artikel berikut: IHSG Dibayangi Berita Besar, Saham-Saham Ini Jadi Sorotan Investor.
Apa Dampaknya bagi Kita?
Eksodus perusahaan ini punya dampak besar, yang bisa dirasakan langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat:
- Penerimaan Pajak Berkurang: Sektor jasa keuangan adalah salah satu penyumbang pajak terbesar di Inggris, sekitar 10% dari total pajak. Jika perusahaan-perusahaan ini pergi, pemasukan pajak negara akan berkurang drastis.
- Layanan Publik Terancam: Penurunan penerimaan pajak bisa berdampak pada pendanaan layanan publik vital seperti rumah sakit dan sekolah.
- Kehilangan Lapangan Kerja: Perpindahan perusahaan berarti potensi kehilangan ratusan ribu lapangan kerja, tidak hanya di perusahaan yang pindah tetapi juga di industri pendukungnya.
- Ekonomi Melambat: Jika pasar saham melemah dan investasi berkurang, pertumbuhan ekonomi negara bisa terhambat.
Solusi yang Diusulkan: Bagaimana Menghentikan Eksodus Ini?
Melihat urgensi masalah ini, berbagai pihak telah mengusulkan langkah-langkah konkret untuk menghentikan arus keluar perusahaan:
- Regulasi yang Lebih Ramah Bisnis: Pemerintah didesak untuk melonggarkan beberapa persyaratan listing dan mengurangi birokrasi agar lebih menarik bagi perusahaan.
- Insentif Investasi:
- Pemotongan Tunjangan ISA Tunai: Salah satu ide yang dipertimbangkan adalah memotong tunjangan untuk Cash ISA (Individual Savings Accounts) agar lebih banyak orang berinvestasi di saham dan obligasi, bukan hanya menyimpan uang tunai bebas pajak.
- Perubahan Undang-Undang Pajak: Perubahan dalam undang-undang pajak diperlukan untuk mendorong lebih banyak investasi produktif.
- Konsolidasi Dana Pensiun: Pemerintah berencana mengkonsolidasikan beberapa dana pensiun sektor publik menjadi “superfund” untuk membuka lebih banyak investasi di aset swasta Inggris.
- Penyederhanaan Proses IPO: Otoritas Keuangan (FCA) telah memperkenalkan “rezim listing yang disederhanakan” untuk mempermudah perusahaan listing di London.
- Pertimbangan Ulang Bea Materai: Beberapa pihak menyerukan agar bea materai 0,5% untuk pembelian saham dihapuskan, karena dianggap membuat London kurang kompetitif dibandingkan bursa lain.
- Fleksibilitas Gaji Eksekutif: Penting untuk mengizinkan perusahaan membayar manajemen mereka sesuai standar global agar tetap bisa menarik talenta terbaik.
- Edukasi Investor: Memberikan informasi dan dukungan yang tepat kepada masyarakat agar mereka lebih berani berinvestasi di saham dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Fenomena eksodus perusahaan ini adalah tantangan serius bagi Inggris. Diperlukan tindakan cepat dan kolaborasi antara pemerintah, regulator, dan pelaku bisnis untuk menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi investasi dan pertumbuhan. Dengan begitu, ekonomi dapat tetap kuat dan kesejahteraan masyarakat bisa terus terjaga.