Eks Stafsus Nadiem Jadi Tersangka Kasus Chromebook: Jurist Tan Kini Buronan, Kerugian Negara Rp1,9 Triliun!

Dipublikasikan 16 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Kabar mengejutkan datang dari ranah hukum Indonesia. Mantan Staf Khusus (Stafsus) Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) era Nadiem Makarim, Jurist Tan, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook. Tak hanya itu, Jurist Tan kini juga berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buronan Kejaksaan Agung (Kejagung) karena berulang kali mangkir dari panggilan penyidik.

Eks Stafsus Nadiem Jadi Tersangka Kasus Chromebook: Jurist Tan Kini Buronan, Kerugian Negara Rp1,9 Triliun!

Mantan Stafsus Nadiem Makarim, Jurist Tan, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook senilai Rp1,9 triliun dan kini berstatus buronan.

Kasus yang menyeret nama-nama besar ini diperkirakan merugikan negara hingga triliunan rupiah. Mari kita telusuri lebih dalam siapa Jurist Tan, bagaimana dugaan perannya dalam skandal korupsi laptop Chromebook ini, dan dampak yang ditimbulkannya.

Siapa Sebenarnya Jurist Tan? Jejak Karier hingga Terjerat Kasus Korupsi

Nama Jurist Tan mungkin tak asing bagi sebagian orang, terutama mereka yang mengikuti kiprah Nadiem Makarim. Sebelum menjabat sebagai Stafsus Nadiem pada Oktober 2019, Jurist Tan pernah memegang posisi penting sebagai Chief Operation Gojek pada periode 2010-2014. Ia juga merupakan alumnus Harvard Kennedy School pada 2015.

Sebagai Stafsus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan, Jurist Tan seharusnya bertugas membantu menteri dalam isu-isu strategis. Namun, dalam kasus pengadaan Chromebook ini, perannya diduga melampaui batas kewenangannya dan mengarah pada tindakan melawan hukum.

Kronologi Dugaan Korupsi Pengadaan Chromebook: Dari Grup WhatsApp hingga Perintah Menteri

Dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook ini berawal dari program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek pada periode 2020-2022. Proyek ini bertujuan menyediakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk siswa PAUD, SD, SMP, dan SMA di seluruh Indonesia, termasuk daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), dengan total anggaran fantastis mencapai Rp9,3 triliun.

Kejagung menemukan adanya indikasi persekongkolan jahat dalam proyek ini. Berikut poin-poin penting yang diungkap penyidik:

  • Rencana Awal sebelum Nadiem Dilantik: Fakta mengejutkan terungkap, rencana pengadaan ini sudah dibahas jauh sebelum Nadiem Makarim dilantik menjadi Mendikbudristek. Sebuah grup WhatsApp bernama “Mas Menteri Core Team” yang dibuat Jurist Tan bersama Nadiem dan Fiona Handayani sejak Agustus 2019 menjadi wadah diskusi awal mengenai program digitalisasi pendidikan ini.
  • Peran Jurist Tan dalam Menginisiasi Chromebook: Jurist Tan diduga menjadi sosok kunci yang menginisiasi komunikasi dengan pihak Google dan pihak-pihak terkait lainnya untuk mengarahkan pengadaan ke laptop berbasis Chrome OS. Ia bahkan disebut menyampaikan tawaran co-investment 30% dari Google jika Kemendikbudristek menggunakan Chrome OS.
  • Perintah Penggunaan Chrome OS: Dalam beberapa rapat, termasuk rapat daring pada 6 Mei 2020 yang dipimpin langsung oleh Nadiem Makarim, para tersangka diinstruksikan untuk melaksanakan pengadaan TIK tahun 2020-2022 menggunakan Chrome OS dari Google. Padahal, saat itu proses pengadaan belum dimulai.
  • Perubahan Kajian Teknis: Kajian awal tim teknis Kemendikbudristek sebenarnya lebih merekomendasikan laptop berbasis Windows karena dianggap lebih efektif untuk kondisi infrastruktur internet di Indonesia yang belum merata. Namun, pada peninjauan ulang di Juni 2020, kajian diubah untuk mengunggulkan Chromebook.

Mengapa Chromebook Dianggap Tidak Efektif di Daerah 3T?

Salah satu poin krusial yang disoroti Kejagung adalah ketidaksesuaian laptop Chromebook dengan kebutuhan di daerah 3T. Meskipun jutaan unit telah disebar, penggunaannya tidak maksimal. Alasannya sederhana:

  • Ketergantungan Internet: Chromebook sangat bergantung pada koneksi internet untuk fungsi optimalnya. Di daerah 3T, akses internet masih menjadi barang mewah.
  • Sulit Digunakan Guru dan Siswa: Sistem operasi Chrome OS dinilai sulit digunakan oleh guru dan siswa, terutama yang belum familiar dengan teknologi, sehingga menghambat proses belajar-mengajar.

Deretan Tersangka Lain dan Kerugian Negara yang Fantastis

Selain Jurist Tan, Kejagung juga telah menetapkan tiga tersangka lain dalam kasus ini:

  • Ibrahim Arief (IBAM): Mantan Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek. Ia diduga berperan mengarahkan tim teknis untuk memilih Chrome OS.
  • Sri Wahyuningsih (SW): Mantan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek tahun 2020-2021.
  • Mulyatsyah (MUL): Mantan Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kemendikbudristek tahun 2020-2021.

Keempat tersangka ini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Akibat perbuatan mereka, negara ditaksir mengalami kerugian negara hingga Rp1,98 triliun. Kerugian ini berasal dari mark-up harga dan selisih nilai kontrak, termasuk item software Classroom Device Management (CDM) senilai Rp480 miliar dan mark-up laptop di luar CDM senilai Rp1,5 triliun.

Status Jurist Tan dan Keterlibatan Nadiem Makarim

Saat ini, Jurist Tan masih berada di luar negeri dan telah berstatus DPO. Ia diketahui mangkir dari tiga kali panggilan penyidik dengan alasan sedang mengajar. Kejagung tengah berkoordinasi dengan pihak lain untuk memulangkan Jurist Tan ke Tanah Air.

Meskipun Nadiem Makarim telah diperiksa selama sembilan jam, ia belum ditetapkan sebagai tersangka. Kejagung menyatakan masih membutuhkan pendalaman alat bukti dan menelusuri kemungkinan adanya keuntungan yang diperoleh Nadiem, baik secara langsung maupun tidak langsung, termasuk kaitan dengan investasi Google di Gojek (perusahaan yang didirikan Nadiem).

Menuntut Keadilan dalam Kasus Korupsi Pendidikan

Kasus korupsi laptop Chromebook ini menjadi pukulan telak bagi dunia pendidikan Indonesia. Dana triliunan rupiah yang seharusnya bisa digunakan untuk memajukan pendidikan justru lenyap akibat praktik korupsi. Penetapan eks stafsus Nadiem jadi tersangka kasus Chromebook ini menjadi langkah awal yang penting dalam upaya penegakan hukum.

Kita patut mengapresiasi kerja keras Kejaksaan Agung dalam membongkar kasus ini. Semoga proses hukum berjalan transparan dan tuntas, sehingga semua pihak yang terlibat dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Keadilan harus ditegakkan demi masa depan pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak bangsa.