Dokter Paru Seluruh Indonesia Kumpul di Jogja, Bahas Ancaman TB hingga PPOK: Apa yang Perlu Anda Tahu?

Dipublikasikan 5 September 2025 oleh admin
Kesehatan

Yogyakarta, zekriansyah.com – Yogyakarta, kota budaya yang selalu ramai, baru-baru ini menjadi tuan rumah pertemuan penting bagi para dokter paru Indonesia. Berkumpul di Hotel Tentrem, para ahli pernapasan yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengadakan Pertemuan Ilmiah Khusus. Acara ini bukan sekadar ajang silaturahmi, melainkan forum serius untuk membahas berbagai tantangan kesehatan paru yang kian mengkhawatirkan di Tanah Air, mulai dari Tuberkulosis (TB) hingga Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

Dokter Paru Seluruh Indonesia Kumpul di Jogja, Bahas Ancaman TB hingga PPOK: Apa yang Perlu Anda Tahu?

Ilustrasi: Para dokter spesialis paru berkumpul di Yogyakarta membahas pencegahan dan penanganan TBC serta PPOK yang semakin mengancam kesehatan masyarakat Indonesia.

Pertemuan bertema “Resilient Lung Health: Strengthening Respiratory Care in the Multitude of Challenges” ini menjadi pengingat betapa krusialnya membangun sistem kesehatan paru yang tangguh. Apalagi, setelah dunia menghadapi pandemi, kita kini dihadapkan pada ancaman nyata seperti bencana lingkungan dan epidemi penyakit kronis. Lalu, apa saja poin penting dari pertemuan ini dan mengapa ini sangat relevan bagi kita semua? Mari kita bedah lebih dalam.

Penyakit Paru: Ancaman Serius bagi Masyarakat Indonesia

Jangan salah, penyakit paru bukan masalah sepele. Menurut Ketua PP PDPI, Dr. dr. Arief Riadi Arifin SpP(K) MARS FISR, penyakit paru telah menjadi ancaman serius. Data menunjukkan adanya peningkatan tren, baik dari segi prevalensi maupun dampak ekonomi. Beberapa penyakit yang menjadi sorotan utama antara lain:

  • Tuberkulosis (TB): Indonesia menduduki peringkat kedua dunia dalam jumlah kasus TB. Bayangkan, setiap tahun ada 1.090.000 kasus baru dan 125.000 kematian. Ini berarti, sekitar 14 orang meninggal setiap jam akibat TB. Yang lebih pelik, kasus TB resisten obat (TB-RO) juga meningkat, memerlukan pengobatan yang lebih panjang dan mahal.
  • Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK): PPOK adalah penyebab kematian keempat terbesar secara global menurut WHO. Di Indonesia, ada sekitar 145 kasus per 100.000 penduduk dengan 78.300 kematian setiap tahun.
  • Pneumonia: Infeksi tunggal terbesar penyebab kematian di seluruh dunia ini juga menjadi sorotan. Di Indonesia, tercatat 5.900 kasus per 100.000 penduduk dengan 52.500 kematian.
  • Kanker Paru dan Asma: Kedua penyakit ini juga menunjukkan angka yang tinggi, menambah daftar panjang masalah kesehatan paru yang harus kita hadapi.

“Namun bahwa TB itu bisa diobati, ini penting untuk terus disuarakan pada masyarakat,” ungkap Dr. Arief Riadi, memberikan secercah harapan di tengah data yang mengkhawatirkan.

Merokok dan Polusi Udara: Pemicu Utama Penyakit Paru

Faktor risiko utama di balik meningkatnya kasus penyakit paru ini sebenarnya sudah tidak asing lagi: merokok dan polusi udara. Kebiasaan merokok, baik konvensional maupun penggunaan rokok elektrik (vape), menjadi kontributor terbesar.

Selain itu, paparan polusi udara dari kebakaran hutan, aktivitas industri, hingga polusi sehari-hari di perkotaan juga turut memperburuk kondisi paru masyarakat. Bahkan, penyakit paru akibat kerja, seperti pneumokoniosis, seringkali terabaikan padahal prevalensinya tinggi, seperti yang terlihat pada pekerja di pelabuhan Jambi.

Di Yogyakarta sendiri, kasus penyakit paru non-infeksi mencapai 2.500 kasus dalam tiga tahun terakhir. Ketua PDPI Cabang Yogyakarta, Megantara, menegaskan, “Kalau non-infeksi sebagian besar karena polusi udara dan asap rokok.” Data Dinas Kesehatan DIY menunjukkan asma, PPOK, dan kanker paru adalah yang paling banyak tercatat.

Beban Ekonomi yang Tidak Main-Main

Dampak penyakit paru tidak hanya pada kesehatan, tapi juga pada kantong negara dan masyarakat. BPJS Kesehatan mencatat pembiayaan penanganan pneumonia pada tahun 2023 mencapai Rp 8,7 triliun. Angka ini bahkan lebih tinggi dari TB (Rp 5,2 triliun), PPOK (Rp 1,8 triliun), dan asma (Rp 1,4 triliun). Bayangkan, biaya pengobatan kanker paru bahkan jauh lebih besar lagi karena melibatkan kemoterapi, radioterapi, hingga terapi target.

Ironisnya, di tengah tingginya beban ini, anggaran penanggulangan TB justru mengalami pemotongan signifikan dari usulan Rp 15 triliun menjadi hanya Rp 2 triliun. Ini tentu menjadi langkah mundur dalam upaya Indonesia mengatasi epidemi TB.

Deteksi Dini dan Kolaborasi Jadi Kunci

Melihat situasi ini, dr. Hendris Utama Citra Wahyudin SpP, Ketua Penyelenggara konferensi, menyoroti perlunya pergeseran pendekatan dari kuratif (pengobatan) ke preventif-promotif (pencegahan dan promosi kesehatan). Deteksi dini dianggap sebagai kunci utama untuk menurunkan angka kesakitan (morbiditas), kematian (mortalitas), sekaligus mengurangi beban ekonomi negara.

Beberapa langkah deteksi dini yang dibahas meliputi:

  • Skrining kanker paru dengan CT dosis rendah (LDCT).
  • Deteksi TB aktif menggunakan Xpert MTB/RIF.
  • Skrining PPOK dengan PUMA Score.
  • Program vaksinasi untuk influenza, pneumonia, dan TB.

“Kami bahas dalam momentum ini agar kami sebagai dokter lebih siap, juga masyarakat luas memahami dengan baik,” tambah dr. Hendris.

Kabar baiknya, dalam momen ini juga ditandatangani kerja sama antara PDPI DIY dengan Pemda DIY. Tujuannya adalah sosialisasi, pencegahan, dan penanganan penyakit paru. Nantinya, kader PKK dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota akan menjadi perpanjangan tangan para dokter paru untuk menyentuh langsung masyarakat. Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie, mengapresiasi kerja keras kader di kelurahan yang telah membantu penemuan kasus TB di Jogja.

Keterbatasan Dokter Paru dan Harapan ke Depan

Meski upaya terus digalakkan, tantangan masih besar. Di DIY saja, saat ini hanya ada 33 dokter spesialis paru, padahal idealnya dibutuhkan 126 dokter berdasarkan rasio 1 dokter paru per 100 ribu penduduk. Kementerian Kesehatan bahkan menetapkan standar yang lebih ketat, yaitu 1 dokter paru untuk setiap 30 ribu penduduk. Keterbatasan ini tentu menjadi PR besar yang harus segera diatasi.

Pertemuan para dokter paru Indonesia di Jogja ini menjadi bukti nyata komitmen para profesional kesehatan untuk melawan ancaman penyakit paru. Dengan peningkatan pengetahuan, kolaborasi lintas sektor, dan partisipasi aktif masyarakat dalam deteksi dini serta pencegahan, harapan untuk menciptakan “Resilient Lung Health” yang kuat bagi Indonesia akan semakin terbuka lebar. Mari kita jaga paru-paru kita, karena kesehatan pernapasan adalah investasi masa depan yang tak ternilai harganya.

FAQ

Tanya: Apa saja penyakit paru yang menjadi sorotan utama dalam pertemuan dokter paru di Jogja?
Jawab: Penyakit paru yang menjadi sorotan utama adalah Tuberkulosis (TB) dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

Tanya: Mengapa penyakit paru dianggap sebagai ancaman serius bagi masyarakat Indonesia?
Jawab: Penyakit paru dianggap ancaman serius karena adanya peningkatan tren prevalensi dan dampak ekonomi yang signifikan di Indonesia.

Tanya: Seberapa parah kasus Tuberkulosis (TB) di Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain?
Jawab: Indonesia menduduki peringkat kedua dunia dalam jumlah kasus Tuberkulosis (TB).

Dokter Paru Seluruh Indonesia Kumpul di Jogja, Bahas Ancaman TB hingga PPOK: Apa yang Perlu Anda Tahu? - zekriansyah.com