Yogyakarta, zekriansyah.com – Siapa sih yang tidak suka gorengan? Dari bakwan, tempe mendoan, tahu isi, hingga ayam goreng, camilan dan lauk satu ini sudah jadi bagian tak terpisahkan dari keseharian kita di Indonesia. Rasanya gurih, renyah, dan harganya pun terjangkau. Namun, di balik kenikmatannya, ada peringatan serius dari para ahli kesehatan.
Dokter peringatkan potensi risiko kanker dari konsumsi gorengan yang tinggi, akibat zat karsinogenik yang terbentuk saat proses penggorengan.
Menurut dr. Santi, seorang Health Management Specialist dari Corporate HR Kompas Gramedia, gorengan ternyata bisa meningkatkan risiko kanker, baik secara langsung maupun tidak langsung. “Gorengan dapat meningkatkan risiko kanker secara tidak langsung melalui obesitas dan diabetes, serta secara langsung karena mengandung zat pemicu kanker atau karsinogenik,” jelas dr. Santi. Jadi, bagaimana gorengan bisa picu kanker, dan yang terpenting, begini cara mengurangi risikonya? Mari kita kupas tuntas.
Kenapa Gorengan Favorit Kita Bisa Berisiko Kanker?
Mungkin Anda bertanya-tanya, apa hubungannya gorengan dengan penyakit mematikan seperti kanker? Ternyata, masalah utamanya terletak pada proses memasak dengan suhu tinggi yang khas pada gorengan. Panas berlebihan ini bisa membentuk berbagai zat berbahaya yang bersifat karsinogenik, alias pemicu kanker.
Beberapa zat karsinogenik yang sering ditemukan pada gorengan antara lain:
- Akrilamida: Ini terbentuk saat makanan bertepung atau bergula dipanaskan pada suhu sangat tinggi dan dalam waktu yang lama. Bayangkan saja tepung pada bakwan atau kentang goreng yang kecokelatan.
- Heterocyclic Amines (HCAs): Zat ini muncul ketika protein, seperti pada daging atau tempe, dimasak langsung di atas panas tinggi, misalnya saat menggoreng.
- Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs): PAHs terbentuk dari asap pembakaran lemak, terutama jika lemak dari makanan menetes ke bara api atau minyak yang terlalu panas.
Zat-zat ini tidak main-main. Mereka bisa merusak DNA di dalam sel tubuh kita, memicu pertumbuhan sel abnormal yang tidak terkendali, dan akhirnya meningkatkan risiko kanker. Selain itu, konsumsi gorengan yang berlebihan juga seringkali berkontribusi pada penambahan berat badan, memicu obesitas dan diabetes tipe 2. Dua kondisi ini pada gilirannya dapat menyebabkan peradangan kronis dan stres oksidatif dalam tubuh, yang juga merupakan faktor penting dalam pembentukan sel kanker.
Tips Praktis dari Dokter untuk Mengurangi Risiko Kanker dari Gorengan
Meskipun gorengan punya potensi risiko, bukan berarti kita harus langsung mengucapkan selamat tinggal total pada makanan ini. Dr. Santi sendiri mengakui bahwa kebiasaan makan gorengan sulit dilepaskan. Untungnya, ada beberapa langkah yang bisa kita terapkan untuk mengurangi risikonya. Ingat, ini adalah upaya mengurangi, bukan menghilangkan sepenuhnya. Usaha terbaik tetaplah membatasi konsumsi atau menghindarinya sama sekali.
Berikut adalah beberapa cara mengurangi dampak negatif dari gorengan:
1. Batasi Konsumsi dan Pilih Alternatif Lebih Sehat
- Penerapan Mindful Eating: Coba makan gorengan dengan penuh kesadaran dan tanpa gangguan (seperti gadget atau televisi). Ini membantu Anda lebih menikmati setiap gigitan dan secara alami membatasi jumlah yang dimakan.
- Jadikan Makanan Rekreasi, Bukan Pokok: Anggap gorengan sebagai makanan yang dinikmati sesekali, bukan menu harian.
- Pilih Metode Masak Lain: Ada banyak cara lain untuk mendapatkan tekstur renyah tanpa harus merendam makanan dalam minyak panas. Coba gunakan air fryer atau oven untuk membuat camilan renyah seperti kerupuk panggang atau snack oven. Makanan yang dipanggang juga bisa sama lezatnya!
2. Kunci Menggoreng yang Lebih Aman di Rumah
Jika Anda memang harus menggoreng, terutama di rumah, perhatikan beberapa hal ini:
- Goreng Sendiri: Dengan menggoreng di rumah, Anda punya kendali penuh atas kualitas bahan, jenis minyak goreng yang digunakan, suhu, dan lamanya proses memasak.
- Pilih Minyak yang Lebih Sehat: Gunakan minyak seperti minyak zaitun, minyak kelapa, atau minyak alpukat. Hindari minyak yang tinggi asam lemak tak jenuh ganda seperti minyak kedelai atau minyak jagung untuk menggoreng suhu tinggi.
- Batasi Penggunaan Minyak Berulang: Minyak goreng hanya boleh digunakan ulang maksimal tiga kali. Idealnya, gunakan minyak baru setiap kali menggoreng untuk menghindari perubahan struktur kimia yang berbahaya. Minyak yang sudah berwarna gelap atau berbau tengik sebaiknya segera dibuang.
- Kontrol Suhu Minyak: Pastikan minyak panas sebelum makanan dimasukkan, tapi jangan sampai berasap. Suhu idealnya sekitar 176–190°C. Suhu yang terlalu tinggi bisa merusak minyak, sementara suhu terlalu rendah membuat makanan menyerap lebih banyak minyak.
- Kurangi Tepung dan Gula Berlebih: Saat membuat adonan, hindari penggunaan tepung atau taburan gula yang berlebihan karena ini dapat memicu pembentukan akrilamida.
- Potong Bahan Berukuran Besar: Untuk bahan yang lebih besar, potonglah menjadi ukuran yang lebih kecil agar minyak tidak terlalu banyak terserap dan makanan matang lebih merata.
- Tiriskan Makanan: Setelah digoreng, selalu tiriskan makanan di atas tisu dapur untuk menyerap sisa minyak berlebih pada permukaan.
- Hindari Bagian Gosong: Bagian yang gosong pada gorengan atau daging panggang mengandung konsentrasi karsinogen yang lebih tinggi. Potong atau buang bagian ini sebelum dimakan.
- Marinasi Daging: Untuk daging yang akan digoreng atau dipanggang, merendamnya dalam bumbu atau rempah-rempah dapat membantu menurunkan pembentukan HCAs.
- Gunakan Rak Saat Memanggang: Jika memanggang, gunakan rak agar lemak dari daging tidak menetes langsung ke api, yang bisa menghasilkan asap PAHs.
Lebih dari Sekadar Gorengan: Pola Makan Sehat untuk Pencegahan Kanker
Memang, membahas gorengan saja tidak cukup untuk pencegahan kanker secara menyeluruh. Pola makan sehat dan seimbang adalah kuncinya. Dr. Santi menyarankan penerapan konsep “Isi Piringku”, yaitu:
- 50% Sayur dan Buah: Kaya akan antioksidan, vitamin, dan mineral yang membantu melawan radikal bebas dan melindungi sel dari kerusakan.
- 25% Karbohidrat: Pilih karbohidrat kompleks seperti nasi merah, gandum utuh, atau ubi.
- 25% Protein: Sumber protein sehat seperti ikan, daging tanpa lemak, atau kacang-kacangan.
Kurangi juga konsumsi makanan ultra-proses, daging olahan, dan minuman manis yang tinggi gula. Perbanyak minum air putih dan biasakan gaya hidup aktif dengan olahraga teratur.
Kesimpulan
Gorengan memang nikmat, tapi potensi risiko kanker yang dibawanya tidak bisa diremehkan. Dengan memahami bagaimana dokter gorengan picu kanker, kita bisa mengambil langkah proaktif. Kuncinya ada pada moderasi dan pilihan cerdas dalam mengolah makanan.
Mulai dari mengurangi frekuensi makan gorengan, memilih metode masak yang lebih sehat seperti air fryer atau oven, hingga menerapkan tips menggoreng yang lebih aman di rumah, setiap langkah kecil sangat berarti. Ingat, kesehatan adalah investasi jangka panjang. Jadi, mari kita jaga tubuh ini dengan pola makan sehat dan kebiasaan yang lebih baik!
FAQ
Tanya: Apa saja zat berbahaya dalam gorengan yang bisa memicu kanker?
Jawab: Zat berbahaya seperti akrilamida, yang terbentuk saat makanan bertepung dipanaskan pada suhu tinggi, dapat memicu kanker.
Tanya: Bagaimana cara mengurangi risiko kanker akibat konsumsi gorengan?
Jawab: Mengurangi frekuensi konsumsi gorengan dan memilih metode memasak yang lebih sehat seperti merebus atau mengukus dapat membantu mengurangi risiko.
Tanya: Apakah semua jenis gorengan memiliki risiko kanker yang sama?
Jawab: Risiko dapat bervariasi tergantung pada bahan makanan yang digoreng, suhu dan lama penggorengan, serta jenis minyak yang digunakan.