Yogyakarta, zekriansyah.com – Angka defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 kembali jadi sorotan. Setelah dirancang dengan target tertentu, kini ada kekhawatiran defisitnya bakal melebar jauh lebih besar. Apa artinya ini bagi kita semua?
Ilustrasi: Kekhawatiran membayang di tengah proyeksi defisit APBN 2025 yang bisa melampaui Rp 662 triliun.
APBN itu ibarat kantong uang negara. Dari mana negara dapat uang (pendapatan) dan untuk apa saja uang itu dibelanjakan (belanja). Kalau defisit, artinya pengeluaran lebih besar dari pemasukan. Nah, memahami kondisi APBN ini penting banget, karena semua kebijakan pemerintah, mulai dari subsidi, gaji ASN, sampai program pembangunan, bergantung pada sehat atau tidaknya “kantong” negara ini. Mari kita bedah lebih lanjut biar tahu apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana dampaknya ke kita.
Angka Defisit APBN 2025 Diproyeksi Melonjak Tinggi
Pemerintah awalnya menargetkan defisit APBN 2025 di kisaran Rp 616 triliun, atau sekitar 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini sudah disiapkan untuk membiayai berbagai program. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini menyampaikan proyeksi yang lebih tinggi.
Defisit APBN 2025 diperkirakan bisa mencapai Rp 662 triliun, yang setara dengan 2,78 persen dari PDB. Angka ini jauh melebihi target awal dan menjadi rekor defisit era transisi pemerintahan tertinggi dalam sejarah Indonesia, baik dari sisi nominal maupun persentase terhadap PDB.
Bahkan, beberapa ekonom memprediksi angka ini bisa lebih tinggi lagi. Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia, Fithra Faisal, misalnya, memproyeksikan defisit bisa “jebol” hingga Rp 800 triliun. Sementara Nomura Holdings sempat memperkirakan defisit bisa menyentuh 3,4 persen dari PDB, angka yang melampaui batas aman Undang-Undang Keuangan Negara (3 persen).
Mengapa APBN 2025 Berpotensi Tekor Lebih Dalam?
Ada dua biang kerok utama di balik pelebaran defisit ini: pemasukan negara yang seret dan pengeluaran yang membengkak.
Penerimaan Negara Seret
Pemerintah memperkirakan pendapatan negara di tahun 2025 hanya akan mencapai Rp 2.865 triliun, di bawah target awal sebesar Rp 3.005 triliun. Ada beberapa alasan mengapa pendapatan ini meleset dari target:
- Pembatalan Kenaikan PPN 12%: Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang batal diterapkan, membuat potensi pemasukan sebesar Rp 71 triliun hilang.
- Dividen BUMN ke Danantara: Seharusnya, dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa menyumbang sekitar Rp 80 triliun ke kas negara. Namun, karena kini dividen tersebut dikelola oleh Danantara (sebuah perusahaan induk investasi negara), pemasukan ini tidak masuk ke APBN.
- Pelemahan Ekonomi Global dan Nasional: Situasi ekonomi global yang tidak menentu dan tekanan pada perekonomian domestik juga turut memengaruhi penerimaan negara, terutama dari sektor pajak.
Belanja Negara Membengkak
Di sisi lain, belanja negara sepanjang 2025 diperkirakan mencapai Rp 3.527 triliun, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya. Kenaikan belanja ini terutama didorong oleh berbagai program prioritas pemerintah:
- Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Anggaran untuk program ini terus melonjak.
- Awalnya dianggarkan Rp 71 triliun.
- Outlook terbaru naik menjadi Rp 116 triliun.
- Bahkan, bisa mencapai Rp 240 triliun jika program berjalan penuh.
- Kenaikan ini disebabkan oleh penambahan penerima manfaat dan pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
- Kenaikan Gaji Guru: Ada alokasi tambahan sekitar Rp 16,7 triliun untuk menaikkan gaji guru.
- Program 3 Juta Rumah: Untuk mencapai target pembangunan 3 juta rumah per tahun, dibutuhkan alokasi tambahan sekitar Rp 20,2 triliun.
- Paket Stimulus Ekonomi: Pemerintah juga tetap menjalankan paket stimulus ekonomi senilai Rp 14,3 triliun.
- Program Lain: Termasuk penguatan ketahanan pangan, sekolah rakyat, renovasi sekolah, subsidi pupuk, BBM, listrik, hingga pemeriksaan kesehatan gratis.
Strategi Pemerintah Menambal Lubang Defisit
Untuk menutupi pelebaran defisit ini, pemerintah punya beberapa strategi:
- Menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL): Sri Mulyani mengajukan penggunaan SAL sebesar Rp 85,6 triliun kepada DPR. SAL ini diambil dari sisa saldo akhir tahun APBN 2024 yang tercatat Rp 457,5 triliun. Tujuannya adalah untuk mengurangi ketergantungan pada penerbitan utang baru, serta untuk membiayai defisit dan belanja prioritas.
- Penambahan Utang Pemerintah: Meski diupayakan ditekan dengan SAL, utang pemerintah diprediksi tetap akan lebih tinggi. Hingga Maret 2025 saja, pemerintah sudah menarik utang baru sekitar Rp 250 triliun.
Untuk informasi lebih mendalam, Anda bisa merujuk ke artikel berikut: Defisit APBN 2025 Melebar, Sri Mulyani Minta Izin DPR Gunakan SAL Rp 85,6 Triliun.
Kondisi APBN di Awal Tahun: Sempat Tekor, Sempat Surplus
Perjalanan APBN 2025 di awal tahun memang penuh dinamika. Pada tiga bulan pertama (Januari-Maret 2025), APBN mencatat defisit sebesar Rp 104,2 triliun (0,43 persen dari PDB). Ini terjadi karena belanja negara yang lebih besar dari pendapatan.
Namun, di bulan April 2025, sempat ada kabar baik. APBN berbalik mencatat surplus Rp 4,3 triliun. Sayangnya, kondisi ini tidak bertahan lama. Hingga pertengahan 2025 (Semester I), defisit kembali melebar menjadi Rp 204,2 triliun atau 0,84 persen dari PDB. Angka ini lebih besar dibandingkan defisit di periode yang sama tahun sebelumnya.
Sri Mulyani Pastikan APBN Tetap Aman dan Terkendali
Meskipun ada proyeksi defisit yang melebar dan berbagai tantangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berulang kali menegaskan bahwa APBN 2025 tidak akan “jebol”. Ia menjamin defisit akan tetap terjaga di bawah ambang batas 3 persen dari PDB yang ditetapkan undang-undang.
“Jadi jangan khawatir, tidak jebol APBN-nya. Program-program Bapak Presiden ada di dalam ruang APBN yang ada,” ujar Sri Mulyani.
Pemerintah berkomitmen untuk mengelola APBN secara prudent (hati-hati), transparan, dan akuntabel. Desain APBN 2025, menurutnya, sudah mengakomodasi berbagai kebutuhan program prioritas tanpa membahayakan keberlanjutan fiskal negara. Ini penting untuk menjaga kepercayaan pasar, investor, dan tentu saja, masyarakat.
Kesimpulan
Pelebaran defisit APBN 2025 menjadi Rp 662 triliun tentu bukan angka kecil. Ini menunjukkan tantangan besar bagi keuangan negara, terutama karena penerimaan yang seret dan belanja yang membengkak untuk program-program prioritas. Namun, pemerintah telah menyiapkan strategi untuk menambal defisit ini, salah satunya dengan memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan juga penarikan utang.
Meski ada kekhawatiran, Sri Mulyani memastikan APBN tetap aman dan terkendali, tidak akan “jebol”, dan defisitnya akan tetap di bawah batas aman. Penting bagi kita semua untuk terus memantau dan memahami bagaimana APBN dikelola, karena pada akhirnya, kesehatan keuangan negara akan berdampak langsung pada kehidupan kita sehari-hari dan masa depan ekonomi Indonesia. Mari kita dukung upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi bangsa.