Waspada! Cakupan Imunisasi Campak di Simalungun Masih Rendah, Dinkes Ingatkan Pentingnya Perlindungan Anak

Dipublikasikan 3 September 2025 oleh admin
Kesehatan

Yogyakarta, zekriansyah.com – Masyarakat Simalungun diimbau untuk lebih serius memperhatikan kesehatan anak-anak mereka. Pasalnya, data terbaru menunjukkan cakupan imunisasi campak di wilayah ini masih jauh di bawah target ideal. Kondisi ini membuat Dinas Kesehatan (Dinkes) Simalungun kembali mengingatkan para orang tua akan potensi bahaya dan pentingnya segera melengkapi imunisasi bagi buah hati.

Penyakit campak, yang seringkali dianggap remeh, sebenarnya adalah ancaman serius yang bisa menyebabkan komplikasi berat bahkan kematian. Yuk, kita bedah lebih dalam mengenai situasi ini dan apa yang bisa kita lakukan bersama untuk menjaga anak-anak Simalungun tetap sehat!

Angka Imunisasi Campak di Simalungun yang Mengkhawatirkan

Menurut Hamonangan Nahampun, Koordinator P2PM Dinkes Simalungun, angka cakupan imunisasi MR-1 (untuk anak usia 9 bulan) di Simalungun baru mencapai 43,67 persen. Sementara itu, untuk MR-2 (anak usia 18 bulan) angkanya sedikit lebih tinggi, yaitu 55,31 persen. Angka-angka ini tentu saja jauh dari target minimal 95 persen yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity.

Meskipun hingga kini belum ada temuan kasus campak yang signifikan di Simalungun, rendahnya cakupan vaksinasi ini berisiko besar. Jika ada kasus impor dari daerah lain, peluang penularan akan sangat tinggi dan bisa memicu wabah. Hamonangan menekankan, salah satu faktor utama campak muncul adalah anak tidak mendapatkan imunisasi campak atau imunisasinya tidak lengkap.

Mengapa Cakupan Imunisasi Campak di Simalungun Sulit Tercapai?

Ada beberapa alasan mengapa program imunisasi campak di Simalungun belum mencapai target optimal. Salah satunya adalah anggapan di sebagian masyarakat bahwa anak tanpa imunisasi pun tetap sehat, atau jika diimunisasi, anak tetap bisa sakit—walaupun tidak parah. Padahal, imunisasi adalah benteng pertahanan terbaik.

Selain itu, ketakutan akan efek samping pasca-imunisasi, seperti demam ringan, juga menjadi kendala. Padahal, efek samping vaksin campak umumnya minim dan jauh lebih ringan dibanding risiko komplikasi campak itu sendiri. Pandemi COVID-19 juga turut berperan dalam penurunan cakupan imunisasi rutin karena adanya pembatasan dan kekhawatiran masyarakat.

Dinkes Simalungun bahkan mengidentifikasi beberapa kecamatan yang masih sangat membutuhkan perhatian khusus dalam program imunisasi dasar, seperti Kecamatan Bandar dan Tapian Dolok. Ini menunjukkan bahwa upaya sosialisasi dan penjangkauan harus lebih intensif di area-area tersebut.

Campak: Penyakit Menular yang Tidak Boleh Diremehkan

Banyak orang mungkin mengira campak adalah penyakit biasa, namun faktanya sangatlah berbeda. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bahkan mengingatkan bahwa campak empat hingga lima kali lipat lebih menular dibandingkan COVID-19. Jika satu orang terkena campak, ia berisiko menularkan kepada 12 hingga 18 orang lainnya. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan COVID-19 yang berisiko menular ke 8-10 orang.

Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan campak meliputi:

  • Pneumonia (radang paru-paru)
  • Diare berat
  • Radang otak (ensefalitis)
  • SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis), yaitu penyakit saraf fatal yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi campak masa kanak-kanak dan belum ada obatnya.

Mengingat bahaya ini, tidak heran jika campak masih menjadi salah satu penyebab utama kematian anak di dunia.

Seruan Bersama: Imunisasi Lengkap dan Tepat Waktu adalah Kunci

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan para ahli terus-menerus menyerukan pentingnya imunisasi lengkap dan tepat waktu. Imunisasi MR dosis pertama diberikan pada usia 9 bulan dan dosis kedua pada usia 18 bulan. Jika jadwal ini belum terpenuhi, segera lengkapi tanpa menunggu adanya kasus campak di sekitar kita.

“Kalau kita bisa menjaga cakupan imunisasi tetap di atas 95 persen, maka rantai penularan bisa diputus. Itu yang harus jadi komitmen bersama,” ujar dr. Prima Yosephine, Direktur Imunisasi Kemenkes. Ia juga menegaskan bahwa vaksin campak yang disediakan pemerintah terbukti aman, bermutu, dan diberikan gratis.

Selain imunisasi, masyarakat juga diminta menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), seperti mencuci tangan secara rutin, tidak berbagi peralatan pribadi, serta menjaga jarak dan menggunakan masker saat sakit, karena campak dapat menular melalui droplet atau percikan air liur.

Belajar dari KLB Campak di Daerah Lain

Beberapa daerah di Indonesia, seperti Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, telah mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) campak. Di Sumenep, hingga Agustus 2025, tercatat ribuan kasus suspek campak dengan puluhan anak meninggal dunia. Mayoritas korban jiwa diketahui belum pernah memperoleh imunisasi. Ini menjadi contoh nyata betapa berbahayanya jika cakupan imunisasi menurun drastis. KLB campak bisa terjadi hanya dengan penurunan kekebalan komunitas hingga 60 persen.

Bergerak Bersama untuk Simalungun yang Lebih Sehat

Dinkes Simalungun terus berupaya meningkatkan cakupan imunisasi dengan mengimbau masyarakat agar membawa anaknya ke fasilitas kesehatan, seperti Posyandu atau Puskesmas, untuk mendapatkan vaksinasi. Anggota Komisi IV DPRD Simalungun, Walpiden Tampubolon, juga menyatakan akan meminta penjelasan dari Dinkes terkait kendala yang dihadapi agar target imunisasi bisa tercapai maksimal.

Ini adalah tanggung jawab kita bersama. Orang tua memiliki peran sentral dalam memastikan anak-anak mendapatkan hak dasar mereka untuk hidup sehat dan terlindungi dari penyakit berbahaya.

Mari kita lindungi anak-anak kita dari ancaman campak. Segera bawa buah hati Anda ke fasilitas kesehatan terdekat untuk melengkapi imunisasi campak. Dengan begitu, kita bisa mewujudkan Simalungun yang lebih sehat dan generasi penerus yang kuat, bebas dari penyakit yang sebenarnya bisa dicegah.