BEI Cecar BRI Soal Dugaan Korupsi Pengadaan EDC Rp 700 Miliar, Ini Respons Manajemen

Dipublikasikan 2 Juli 2025 oleh admin
Finance

Yogyakarta, zekriansyah.com – Kasus dugaan korupsi di sektor perbankan kembali jadi sorotan publik. Kali ini, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI (BBRI) tengah menghadapi tekanan dari berbagai pihak, termasuk Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Artikel ini akan membahas tuntas mengapa BEI sampai mencecar BRI, apa saja yang sebenarnya terjadi dalam kasus ini, dan bagaimana respons dari manajemen bank pelat merah tersebut. Dengan membaca artikel ini, Anda akan memahami duduk perkara kasus ini dengan jelas dan mudah.

BEI Cecar BRI Soal Dugaan Korupsi Pengadaan EDC Rp 700 Miliar, Ini Respons Manajemen

Ilustrasi: Suasana tegang terasa saat Bursa Efek Indonesia (BEI) menelisik dugaan korupsi pengadaan EDC senilai Rp 700 miliar di BRI, memicu respons dari manajemen.

KPK Geledah Kantor BRI, Sita Dokumen dan Tabungan Senilai Triliunan

Drama dugaan korupsi ini bermula ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di dua kantor pusat BRI di Jakarta, yaitu di Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Gatot Subroto. Penggeledahan ini dilakukan pada Kamis, 26 Juni 2025.

Penyidik KPK datang untuk mengusut kasus dugaan korupsi dalam pengadaan mesin electronic data capture (EDC) atau perangkat untuk menerima pembayaran pelanggan. Proyek pengadaan ini berlangsung dalam rentang waktu 2020 hingga 2024, dengan total anggaran mencapai Rp 2,1 triliun.

Dari penggeledahan tersebut, KPK berhasil menyita berbagai barang bukti penting, seperti:

  • Dokumen pengadaan
  • Catatan keuangan
  • Bukti elektronik
  • Tabungan yang diduga terkait dengan perkara ini

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa penyitaan catatan keuangan ini penting untuk menelusuri aliran dana hasil dugaan tindak pidana korupsi.

“Ada beberapa catatan keuangan yang nanti juga akan didalami oleh penyidik untuk melihat ke mana saja aliran hasil dugaan tindak pidana korupsi tersebut, dan juga bagaimana peran-peran dari para pihak dalam keterlibatan di pengadaan EDC tersebut,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Senin (1/7/2025).

Pada hari yang sama dengan penggeledahan, KPK juga mengumumkan telah membuka penyidikan baru atas kasus ini dan memeriksa seorang saksi, yaitu mantan Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto.

BEI Langsung Minta Penjelasan, BRI Siap Kooperatif

Setelah kabar penggeledahan dan penyitaan oleh KPK mencuat, Bursa Efek Indonesia (BEI) tidak tinggal diam. BEI segera meminta penjelasan resmi kepada BRI terkait kasus dugaan korupsi ini.

Menanggapi permintaan BEI dan langkah hukum KPK, Corporate Secretary BRI, Agustya Hendy Bernadi, menyampaikan bahwa perseroan sepenuhnya mendukung penegakan hukum.

“Perseroan menghormati langkah penegakan hukum Komisi Pemberantasan Korupsi atas pengadaan yang dilakukan pada periode 2020-2024 dan akan selalu terbuka untuk bekerja sama,” kata Agustya dalam keterbukaan informasi kepada BEI, Selasa (1/7/2025).

Agustya juga menegaskan bahwa proses hukum yang dijalankan KPK ini tidak berdampak terhadap operasional dan layanan perseroan.

“Sehingga nasabah tetap dapat bertransaksi secara normal dengan nyaman dan aman,” tambahnya.

Kerugian Negara Ditaksir Capai Rp 700 Miliar, 13 Orang Dicegah ke Luar Negeri

KPK memperkirakan, kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC di BRI ini telah menyebabkan kerugian negara yang tidak sedikit. Berdasarkan perhitungan sementara tim penyidik, kerugian negara ditaksir mencapai sekitar Rp 700 miliar. Angka ini setara dengan sekitar 30 persen dari total nilai anggaran pengadaan mesin EDC yang mencapai Rp 2,1 triliun.

Meski demikian, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebutkan bahwa angka kerugian negara ini masih bersifat sementara dan bisa saja bertambah seiring berjalannya proses penyidikan. Untuk memastikan nilai kerugian negara yang pasti, KPK akan berkoordinasi dengan lembaga auditor negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Untuk memperlancar proses penyidikan, KPK juga telah mengambil langkah tegas dengan mencegah 13 orang yang diduga terkait dengan kasus ini untuk bepergian ke luar negeri.

“Kepada mereka yang bersangkutan, keberadaannya di Indonesia dibutuhkan dalam proses penyidikan ini,” jelas Budi.

KPK belum merinci siapa saja ke-13 orang yang dicegah tersebut, namun disebutkan bahwa sebagian dari mereka berasal dari lingkungan BRI, sementara sebagian lainnya berasal dari pihak-pihak terkait lainnya. Sampai saat ini, KPK belum secara resmi menetapkan tersangka dalam kasus ini.

Komitmen BRI Hadapi Kasus dan Jaminan untuk Nasabah

Di tengah badai kasus dugaan korupsi ini, manajemen BRI memastikan bahwa mereka tidak akan goyah. Corporate Secretary BRI, Agustya Hendy Bernadi, menegaskan komitmen perseroan untuk terus menjalankan transformasi yang telah dicanangkan dalam “BRIvolution 3.0”.

Ini termasuk penguatan dan perbaikan fundamental di seluruh aspek operasional dan bisnis. BRI juga akan senantiasa mengedepankan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dan mematuhi semua regulasi yang ditetapkan pemerintah dan regulator.

Manajemen BRI juga memastikan seluruh kegiatan operasional berjalan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mereka telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan tata kelola perusahaan dan penguatan manajemen risiko di masa depan.

Paling penting, BRI meyakinkan para nasabahnya bahwa proses hukum yang sedang berjalan ini tidak akan mengganggu pelayanan. Nasabah tetap bisa bertransaksi secara normal, nyaman, dan aman seperti biasa.


Kasus dugaan korupsi pengadaan EDC di BRI ini menjadi perhatian serius bagi banyak pihak, mulai dari regulator hingga masyarakat umum. BEI yang langsung mencecar BRI menunjukkan komitmen pengawasan pasar modal terhadap perusahaan tercatat. Sementara itu, respons kooperatif dari BRI, serta jaminan terhadap operasional dan nasabah, diharapkan dapat menjaga kepercayaan publik. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya transparansi dan tata kelola perusahaan yang baik dalam setiap lini bisnis, terutama di sektor perbankan yang vital bagi perekonomian negara.