Yogyakarta, zekriansyah.com – Kota Balikpapan kini berada dalam situasi yang mengkhawatirkan terkait penyebaran Human Immunodeficiency Virus (HIV). Data terbaru menempatkan Balikpapan sebagai wilayah dengan kasus HIV tertinggi kedua di Kalimantan Timur, hanya di bawah Samarinda. Kondisi ini membuat Dinas Kesehatan (Dinkes) Balikpapan menetapkan status zona merah HIV bagi kota minyak tersebut, mendorong upaya pencegahan dan penanganan yang lebih intensif dari berbagai pihak.
Ilustrasi: Dinkes Balikpapan gencarkan pencegahan HIV di zona merah, tingkat kasus tertinggi kedua di Kaltim.
Mengapa Balikpapan Jadi Sorotan?
Sejak Januari hingga Juli 2025, ratusan kasus HIV baru terdeteksi di Balikpapan. Angka ini cukup tinggi, menempatkan kota ini pada posisi kedua di Kaltim. Kepala Dinkes Balikpapan, Alwiati, menekankan bahwa kondisi ini adalah “bom waktu” jika tidak ditangani serius.
Berikut adalah sebaran kasus HIV/AIDS di Kalimantan Timur selama periode Januari-Juli 2025:
Wilayah | Jumlah Kasus |
---|---|
Samarinda | 209 |
Balikpapan | 167 |
Bontang | 40 |
Kutai Kartanegara | 31 |
Paser | 21 |
Berau | 11 |
Penajam Paser Utara | 10 |
Kutai Barat | 5 |
Mahakam Ulu | 1 |
Data ini menunjukkan urgensi penanganan di Balikpapan agar kasus tidak semakin meluas.
HIV: Bukan Sekadar Masalah Medis, tapi Perilaku “Bom Waktu”
Menurut Alwiati, penyebaran HIV bukan semata-mata persoalan medis, melainkan erat kaitannya dengan perilaku masyarakat. Ini adalah tantangan besar, karena virus ini seringkali tidak menunjukkan gejala khas di awal, membuatnya dijuluki silent killer.
“Balikpapan saat ini masuk zona merah HIV. Ini bukan hanya masalah medis, tapi juga menyangkut perilaku,” tegas Alwiati.
Satu-satunya cara untuk memastikan status kesehatan adalah melalui pemeriksaan laboratorium. Kesadaran akan pentingnya deteksi dini inilah yang menjadi fokus utama Dinkes Balikpapan.
Kelompok Paling Rentan Terhadap HIV
Beberapa kelompok masyarakat disebut memiliki risiko lebih tinggi terhadap penularan HIV. Mereka antara lain:
- Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL): Kelompok ini memiliki risiko transmisi yang lebih besar karena praktik seksual berisiko.
- Pengguna narkoba suntik: Berbagi jarum suntik menjadi jalur penularan yang sangat cepat.
- Ibu hamil: Pemeriksaan khusus diarahkan pada ibu hamil untuk mencegah penularan kepada pasangan maupun bayi yang dikandung.
Strategi Dinkes Balikpapan: Hulu dan Hilir
Untuk menekan laju penularan, Dinkes Balikpapan mengadopsi dua strategi utama: penanganan di hilir (kuratif) dan pencegahan di hulu (preventif).
Penguatan Layanan Medis
Di sektor hilir, pemerintah kota berupaya memperkuat kapasitas fasilitas kesehatan. Langkah-langkah yang dilakukan meliputi:
- Pelatihan tenaga medis agar mampu mengenali dan menangani kasus HIV/AIDS.
- Penyediaan fasilitas pemeriksaan HIV yang memadai.
- Distribusi Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) untuk tes HIV.
- Skrining HIV pada kelompok khusus, termasuk ibu hamil, untuk mencegah penularan dari ibu ke anak.
Dengan pengobatan Antiretroviral (ARV) yang rutin, virus bisa ditekan hingga tidak terdeteksi (undetectable), memungkinkan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) hidup sehat dan tidak menularkan.
Kolaborasi Lintas Sektor dan Peran Komunitas
Namun, intervensi medis saja tidak cukup. Pencegahan di hulu membutuhkan “gotong royong” dari berbagai pihak. Dinkes Balikpapan telah menggandeng sejumlah instansi dan relawan, seperti:
- Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB)
- Dinas Sosial (Dinsos)
- Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)
- Pusat Pembelajaran Keluarga (PPATBM)
- Relawan masyarakat lainnya
Mereka diberdayakan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi langsung ke lingkungan warga dan keluarga. Tujuannya adalah memperluas jangkauan informasi dan meningkatkan kesadaran kolektif.
Tantangan Besar: Stigma dan Kesadaran Rendah
Salah satu tantangan terbesar dalam upaya pencegahan HIV adalah stigma atau pandangan negatif terhadap ODHA. Rasa takut dijauhi, dipecat, atau dikucilkan membuat banyak orang enggan melakukan tes atau bahkan berhenti berobat. Padahal, dengan penanganan yang tepat, ODHA dapat hidup normal.
Selain itu, kesadaran untuk tes HIV secara sukarela masih rendah, terutama di kalangan usia produktif (25-49 tahun) yang justru paling banyak menyumbang kasus.
Aksi Nyata yang Bisa Kita Lakukan
Pencegahan dan penanganan HIV adalah tanggung jawab bersama. Kepala Dinkes Alwiati menegaskan pentingnya kesadaran kolektif:
“Kesetiaan pada pasangan, kehidupan beragama, dan pola hidup bersih sehat adalah kunci. Tanpa kesadaran kolektif, fasilitas kesehatan sebesar apa pun tidak akan cukup.”
Kita bisa berperan aktif dengan:
- Menjaga kesetiaan pada pasangan dan menghindari hubungan seks berisiko.
- Menjauhi penyalahgunaan narkoba, terutama yang menggunakan jarum suntik bergantian.
- Menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
- Segera melakukan pemeriksaan bila mengalami gejala yang mengarah pada HIV/AIDS.
- Melaporkan jika menemukan indikasi warga dengan gejala yang dicurigai terkait HIV/AIDS, agar dapat segera ditindaklanjuti dan mendapatkan pendampingan.
Balikpapan Bergerak, Kita pun Harus Peduli
Status zona merah HIV di Balikpapan adalah alarm bagi kita semua. Dengan kolaborasi lintas sektor yang digencarkan Dinas Kesehatan Balikpapan dan partisipasi aktif masyarakat, diharapkan laju penularan HIV dapat ditekan. Ini bukan hanya tentang kesehatan individu, tetapi juga masa depan Balikpapan sebagai kota yang sehat dan bebas dari ancaman HIV. Mari bersama-sama membangun benteng pertahanan terkuat: kesadaran, kepedulian, dan aksi nyata.