Yogyakarta, zekriansyah.com – Pernah membayangkan ada dinosaurus yang tidak hanya berbulu, tapi juga punya sayap mirip kelelawar? Kedengarannya seperti makhluk fantasi, bukan? Tapi ternyata, para ilmuwan telah menemukan bukti nyatanya! Perkenalkan Ambopteryx longibrachium, seekor dinosaurus langka punya sayap kelelawar yang hidup jutaan tahun lalu. Penemuan menakjubkan ini membuka mata kita tentang betapa beragamnya evolusi di masa purba.
Ilustrasi *Ambopteryx longibrachium*, dinosaurus langka berukuran merpati dengan sayap mirip kelelawar, ditemukan menantang pemahaman evolusi dinosaurus di masa Jurassic.
Mari kita selami lebih dalam kisah dinosaurus bersayap kelelawar yang mungil namun penuh kejutan ini. Anda akan terkesima dengan fakta-fakta uniknya dan bagaimana ia mengubah pandangan kita tentang cara terbang di zaman dinosaurus!
Si Mungil dengan Sayap yang Tak Biasa
Bayangkan seekor dinosaurus yang ukurannya tak lebih besar dari burung murai atau merpati, sekitar 33 sentimeter saja dengan berat sekitar 306 gram. Itulah Ambopteryx longibrachium! Fosil hewan mungil ini pertama kali ditemukan oleh seorang petani di Provinsi Liaoning, China, pada tahun 2017. Para peneliti dari Chinese Academy of Science’s Institute of Vertebrate Paleontology and Paleoanthropology (IVPP) di Beijing, termasuk ahli paleontologi Min Wang dan Jingmai O’Connor, kemudian menelitinya.
Yang paling mencengangkan tentu saja adalah sayapnya. Tidak seperti burung modern yang sayapnya tersusun dari bulu, sayap Ambopteryx justru mirip dengan kelelawar. Sayapnya terbentuk dari lapisan kulit bermembran yang membentang antara tulang-tulang di lengannya, didukung oleh tulang pergelangan tangan seperti batang yang disebut styliform. Ini sangat berbeda dengan burung yang sayapnya tersusun dari pemanjangan tulang jari. Penemuan ini menempatkan A. longibrachium dalam kelompok dinosaurus yang misterius bernama Scansoriopterygid, yang dikenal memiliki desain tubuh dan sayap yang aneh.
Gaya Hidup dan Kemampuan Terbangnya
Lalu, bagaimana dinosaurus mungil ini menjalani hidupnya? Berdasarkan analisis isi perut fosil, ditemukan adanya sampel tulang dan gastrolith—batuan kecil yang biasa digunakan burung untuk mengerus material nabati. Ini mengindikasikan bahwa Ambopteryx longibrachium adalah hewan omnivora, alias pemakan segala. Kemungkinan besar, ia menghabiskan waktunya di pepohonan, memanjat dan mencari makan.
Meskipun memiliki sayap, kemampuan terbang dinosaurus bersayap kelelawar ini mungkin tidak sehandal burung modern. Para peneliti berspekulasi bahwa Ambopteryx lebih cenderung menggunakan sayapnya untuk meluncur dari satu pohon ke pohon lain, mirip tupai terbang. Sebuah studi bahkan menyimpulkan bahwa kemampuan terbangnya “lebih payah daripada ayam”! Bulu halus yang ditemukan pada fosilnya pun memiliki tekstur mirip rambut, bukan bulu yang dirancang untuk terbang. Ada juga spekulasi menarik bahwa bulu-bulu di ekornya mungkin digunakan pejantan untuk menarik perhatian betina, seperti pada beberapa dinosaurus serupa lainnya.
Sebuah Eksperimen Evolusi yang Menarik
Penemuan Ambopteryx longibrachium yang hidup sekitar 163 juta tahun lalu di periode Jurassic pertengahan, memberikan bukti kuat tentang keragaman evolusi penerbangan pada dinosaurus. Sebelumnya, pada tahun 2015, fosil dinosaurus Scansoriopterygid lain bernama Yi qi juga ditemukan dengan ciri serupa. Kedua penemuan ini mengonfirmasi bahwa ada jalur evolusi penerbangan dinosaurus yang berbeda dari jalur yang akhirnya menghasilkan burung modern.
Fitur Utama | Ambopteryx longibrachium | Burung Modern |
---|---|---|
Tipe Sayap | Membran (lapisan kulit) | Bulu |
Struktur Tulang | Tulang lengan atas & hasta memanjang, didukung tulang styliform | Pemanjangan tulang jari (metacarpal) |
Kemampuan Terbang | Lebih ke meluncur, terbang tidak efisien (mirip ayam) | Terbang bertenaga, sangat efisien |
Periode Hidup | Jurassic Tengah (sekitar 163 juta tahun lalu) | Berasal dari dinosaurus Jurasik Akhir, terus berevolusi |
Para ilmuwan melihat sayap membran pada Ambopteryx dan Yi qi sebagai “eksperimen evolusi” yang berumur pendek. Desain sayap ini, meskipun unik, pada akhirnya tidak seefisien sayap berbulu. Hal ini menjelaskan mengapa dinosaurus bersayap kelelawar ini punah dalam beberapa juta tahun, sementara dinosaurus berbulu terus berkembang dan akhirnya menjadi burung yang kita kenal sekarang.
Kesimpulan: Kisah Dinosaurus yang Tak Ada Habisnya
Ambopteryx longibrachium adalah pengingat yang menarik bahwa dunia dinosaurus jauh lebih kompleks dan menakjubkan dari yang kita bayangkan. Penemuan dinosaurus langka punya sayap kelelawar ini tidak hanya menambah daftar spesies purba yang kita kenal, tetapi juga memberikan wawasan berharga tentang bagaimana kehidupan berevolusi dan beradaptasi dengan berbagai cara untuk menaklukkan langit.
Dari yang raksasa hingga yang sekecil burung, dari yang bersisik hingga yang berbulu atau bahkan bersayap membran, setiap fosil dinosaurus punya kisahnya sendiri. Dan kisah Ambopteryx ini adalah salah satu yang paling unik dan menginspirasi kita untuk terus menjelajahi misteri masa lalu Bumi!